Della mengayuh sepedanya dengan amat kencang.
Dirasanya kakinya sudah patah dikarenakan goncangan sepedanya yang terus
menyapu jalan ring-road. Saat itu sudah menunjukkan pukul 23.00. sedangkan
kos-an yang dia huni sudah tutup semenjak 2 jam yang lalu. Della menghentikan
lajunya saat akan menyebrang.
“Aduh! Bagaimana ini? Pokoknya aku mesti
cepat-cepat nyampe kos,” gumam Della antara bingung dan panik.
Dia melihat sekeliling jalan yang sudah sunyi,
orang-orang sudah memutuskan dirinya untuk bersembunyi di balik selimut. Della
menunggu harap-harap cemas. Bus yang lewat di jalan sungguh amat kencang
membuatnya tak beranikan diri untuk menyebrang.
“Bruukkkkkk”
Tiba-tiba sebuah sepeda motor datang dan
menggoyahkan pertahanannya. Tubuh Della terhempas jatuh ke jalan. Della
langsung mengerang kesakitan. Della yang tidak terima atas perlakukan
dialaminya, kemudian melabrak lelaki itu.
“Hey! Kalau jalan liat-liat dong!?” bentak
Della.
Lelaki itu hanya memasang tampang datar tanpa
ada rasa penyesalan. Della semakin geram melihat respon dari lelaki yang tak
dikenalinya itu. Memang ia merasakan kesakitan, tubuhnya sudah dilumuri darah
segar, namun rasa geram menguasai dirinya. Ia tidak terima atas perlakuan
laki-laki yang di sampingnya kini. Della mengusap bibirnya yang sudah dialiri
darah, ditahannya rasa sakit itu.
“Hehh kau, apa kau sama sekali tidak mau minta
maaf,” sergah Della.
Kini ia mengambil posisi tepat di hadapan
laki-laki itu. Tak ada respon dari laki-laki itu.
“Hey anak tuli, plus bisu, plus mata karatan.
Lain kali kalau bertemu denganku lagi, aku takkan membiarkanmu lolos.
Perlakuanmu ini sementara waktu aku abaikan, tunggu saja pembalasanku. Dasar
manusia tak berguna,” bentak Della dengan suara lantang.
Ia meraih sepedanya kembali, diangkatnya
sepeda lipet yang sudah mulai memperlihatkan kebobrokannya.
“Apa kau sakit?” potong laki-laki itu
tiba-tiba.
“Chihh masih nanya lagi,” Della membuang muka.
Della terkejut saat lelaki itu menariknya
tepat di hadapannya, kini mereka berhadapan, mata mereka saling beradu. Jarak
tubuh mereka begitu dekat, tanpa Della sempat bertanya lelaki itu langsung
menciumnya. Della berontak namun kekuatan laki-laki itu bisa mengalahkan
kekuatan Della. Lelaki itu terus mencium Della dengan penuh nafsu hingga kaki
Della mulai melemas dan tidak sanggup berdiri lagi namun tubuhnya tetap ditahan
lelaki itu. Della berusaha melepaskan dirinya dari lelaki yang masih menciumnya
kini. Sampai pada akhirnya laki-laki itu merasa puas dan segera melepaskan
Della. Della pun langsung duduk terkulai lemas di atas aspal. Ciuman itu???
Tidak itu adalah ciuman pertamanya dia. Hingga sudah berumur 21 tahun Della
belum pernah merasakan yang namanya pacaran maupun ciuman. Ciuman yang
diimpikannya selama ini adalah bersama orang yang akan menjadi pangeran seumur
dia hidup. Tapi mengapa dia malah dicium oleh lelaki brutal yang tidak ia kenal
sama sekali. Della menggoncang-goncangkan tubuhnya, menyesali nasib naas yang
dialaminya. Wajahnya pucat pasi saking terkejutnya dengan yang dilakukan oleh
laki-laki itu. Dia tidak menyangka akan perlakuannya yang tiba-tiba.
“Bagaimana rasanya ciumanku, sudah bisa
meredamkan rasa sakitmu bukan?” tanya laki-laki itu sambil tersenyum. Ia segera
meraih motornya dan melesat pergi. Sejenak ia memandangi ekspresi wajah Della
yang sudah mulai mengeluarkan air mata.
“Kau laki-laki tidak sopan, biadab kau,”
teriak Della kesal.
*****
Matahari mulai menampakkan sinarnya.
Semalaman Della tak bisa tidur. Hatinya goyah jika ia mengingat kejadian
bersama laki-laki itu. Perasaannya kini berbeda dari biasanya. ia melirik jam
yang tertempel di tembok sebelah kasurnya. Matanya hampir keluar saat menyadari
bahwa dia memiliki jadwal kelas pagi. Sekarang sudah menunjukkan pukul 7.30 dan
jadwal kelasnya juga pada jam segitu. Della melompat dengan cepat, mengambil
pakaian yang tergantung di lemari. Kalau sampai 15 menit dia terlambat, maka
pintu kelas akan dikunci. Della sempat membasuh muka namun ia tak sempat mandi.
Ia segera meluncur dengan sepeda lipatnya. Tunggu dulu, sepertinya dia belum
gosok gigi. Tanpa pikir panjang ia segera memasukkan beberapa permen kiss ke
dalam mulutnya. Paling tidak dengan begitu bisa mengharumkan bau mulutnya.
Della menekan angka 4 setelah sampai di
elevator. 5 menit tersisa masih ada waktu untuk bernafas, ia yakin tidak akan
terlambat. Di dalam elevator itu, sepertinya ada sosok yang tidak asing. Ia
berharap orang itu adalah teman kelasnya, jadi ia memiliki teman yang terlambat
juga. Ditengoknya teman di sampingnya. Lagi-lagi mata Della hendak copot saat
melihat laki-laki brutal itu. Della segera berbalik badan, menyembunyikan
wajahnya agar tak terlihat oleh laki-laki itu. Kenapa dunia hanya seluas daun
kelor. Kenapa terus dan terus lelaki itu muncul di hadapannya.
“hufhhh kenapa bau permen kiss ini menyengat
sekali,” ungkap laki-laki itu. Dengan tatatapn lurus ke depan. Della semakin
menyembunyikan wajahnya dengan tasnya.
“Sampai kapan kamu akan sembunyi terus,” ujar laki-laki
brutal itu.
Ia menatap Della yang masih sembunyi di balik
tasnya. Della pasrah tidak tahu apa yang harus dilakukan, ia terpaksa keluar
dari persembunyiannya.
“Kenapa sih! Aku harus bertemu dengan lelaki
sepertimu,” sebal Della.
“Apakah kamu memiliki stok permen lagi,” pinta
laki-laki itu sembari menjulurkan tangannya.
Della yang merasa perkataannya diabaikan hanya
bersungut sebal. Ia kemudian memberikan permen kiss kepada lelaki itu.
“Nih….” ujar Della sembari menyodorkan permen
tersebut.
Laki-laki itu segera mengambilnya. Sebelum
lelaki brutal itu membuka bungkus permen tersebut, ia memperhatikan dengan
cermat tulisan yang tertera di sana. Ia menyunggingkan senyum manisnya. Della
hanya bengong menatap ekspresinya.
“Apakah kamu benar-benar mencintaiku?” tanya
laki-laki itu.
“Apa?” tanya Della polos, tak mengerti maksud
pertanyaannya. Laki-laki itu kemudian menunjukkan tulisan yang ada di permen
tersebut.
Tulisan yang tertera adalah “I’m yours” sontak
berhasil membuat Della pucat pasi.
“Bukan….bukan seperti itu, ituu….” ucapan
Della terputus.
“Sudahlah kalau memang suka katakan sajalah,”
ungkap laki-laki itu dengan enteng.
Rasanya ia sekarang sangat puas karena
berhasil membuat Della seperti mayat hidup. Tidak puas melihat raut wajah Della
seperti itu, kini laki-laki itu menekan tombol tutup di dinding elevator.
“Mau apa kamu, aku mau keluar,” berontak Della
ingin cepat-cepat keluar dari ruangan sempit itu.
“Tunggu dulu,” tahan laki-laki itu, mendorong
mundur tubuh Della.
“Aku belum puas melihat paras elokmu,” ujarnya
lagi. Della hanya membuang muka, tak sudi mendengar gombalan laki-laki itu.
“Gombal,” respon Della cuek.
“Oh yaa, kita belum kenalan ya? Namaku Noval,
namamu siapa wahai gadis berparas jelita,” ujar laki-laki yang bernama Noval
sambil mengulurkan tangannya. Della tidak membalas jabatan tangannya.
“Sepertinya pintu elevator ini sudah terbuka
lebar untuk saya, Mr. Noval,” ujar Della melangkahkan kakinya keluar.
“Byeeeeeee, aku berharap tidak akan bertemu
denganmu lagi,” ucap Della mengakhiri pertemuannya dengan Noval. Ia bergegas
menuju kelasnya. Naas, pintu kelasnya sudah dikunci. Perjuangan Della menuju ke
kampus hari ini gagal. Padahal ia harus tahan akan bau badannya akibat belum
mandi. Tahan malu saat dipermalukan oleh Noval. Tapi ada satu hal yang
dirasakan Della, entah itu rasa apa, dia sendiri belum meyakini apa yang
dirasakannya kini.
Sudah hampir 2 jam Della hanya bengong di kursi panjang dekat kelasnya. Ia
bingung mau melakukan aktivitas apa. Ingin pulang agar bisa mandi dulu, tapi
nanggung dikarenakan dia memiliki jadwal setelah kelas berakhir. Akhirnya ia
pasrah, hanya duduk diam sembari menunggu kedatangan Lulu dan Bagas.
“Udah… biasa aja sih,” ujar Bagas kepada Lulu.
“Kamu tu yang biasa aja,” sergah Lulu tak mau
kalah
Della hanya bingung melihat percek-cokan di
antara mereka.
“Bisa gak sih, kamu ngomongnya gak pake
teriak-teriak,” balas Bagas.
“Bukankah kamu yang ngajak teriak duluan,”
ucap Lulu sambil memukul-mukul punggung Bagas.
“Tuhh kan ujung-ujungnya main tangan.” Bagas
menangkis pukulan dari Lulu.
“Ya udah, aku yang salah puas!!” ucap Lulu
dengan mata yang mulai berkaca.
“Hei Del,” sapa Lulu saat menyadari sosok
Della. Della hanya membalas dengan lambaian tangan.
“Hei Del,” ujar Bagas kemudian.
Mereka mengambil posisi duduk dan kini posisi
duduknya agak berjarak. Mungkin jika dihitung jaranya 45cm. Della hanya bisa
bengong melihat tingkah laku mereka. Tak ada suara pun yang terlontar dari
mulut mereka. Diam tanpa kata, hanya kebisuanlah yang menemani mereka. Sesekali
Della mengajak mereka ngobrol, namun obrolan Della hanya direspon dengan iya
atau tidak dan hal itulah yang membuat Della sebal.
Della mengubek-ubek isi tasnya. Ia menemukan
beberapa stok permen kiss di dalam sana. Dikeluarkannya beberapa permen itu
dengan tujuan untuk memilih kata apa yang cocok untuk situasi saat ini. Setelah
menemukan kata yang cocok, Della menyodorkan permen kiss itu kehadapan Lulu.
Lulu yang melihat itu langsung tersenyum.
Permen itu bertuliskan “I’m Sorry”.
Segera Lulu menyerahkannya kepada Bagas. Melihat tulisan yang ada di permen itu
Bagas langsung tersenyum dan menggeser tempat duduknya agar lebih dekat dengan
Lulu. Begitu berpahlawannya permen kiss saat itu. Della merasa senang dengan
kejadian itu karena dia bisa mencairkan kondisi. Namun, ada suatu hal yang
mengganjal saat melihat temannya bahagia dengan pacarnya, hal itu adalah
kekosongan. Perasaan itulah yang terus menghantui Della. Tanpa Della sadari
seseorang sudah berada di sampingnya.
Orang itu langsung menyodorkan permen kiss
kehadapan Della yang bertuliskan “keep on smile”, ternyata orang
itu adalah Noval. Della merasa terharu melihat perlakuan Noval, orang yang
dikenalnya barusan. Della mengambil permen tersebut sambil tersenyum. Noval
kemudian pergi, tak lupa ia mengusap lembut kepala Della.
Hari-hari Della terus dihantui kali ini bukan
oleh rasa kekosongan namun oleh kehadiran Noval. Setiap Della di kampus pasti
akan selalu bertemu dengan sosok itu. Meskipun ujungnya hanya sekedar menyapa.
Saat Della seharian tidak bertemu dengannya. Ia akan mencuri-curi waktu untuk
bertemu dengan Noval. Ada rasa kelegaan dalam diri Della saat bertemu Noval.
“Kamu di mana, Lu?” tanya Della di seberang
telpon. Hari ini Lulu sama sekali tidak menampakkan diri begitu pula dengan
Bagas. Itulah yang membuat Della beraktivitas sendirian.
“Aku lagi di taman bareng Bagas,” balas Lulu.
“Oya sudah aku nyusul ke sana. Ada hal penting
yang aku pengen ceritakan sama kamu.”
Della berjalan menuju tempat yang dikatakan
Lulu. Tanpa ia duga ada seseorang yang memberikan dia bunga mawar. Orang itu
kemudian pergi tanpa berkata apa-apa. Della yang kaget langsung memanggil orang
itu, namun orang itu sudah melebarkan langkahnya dan tidak memperdulikan
pangggilan Della, terlebih pertanyaan Lulu yang mengharuskan Della untuk
menjawabnya.
“Emang mau cerita apa, Dell. Serius banget
berasa,” tanya Lulu
“Sumpah ya Lu, sepertinya aku mulai ada rasa
sama Noval. Aku udah berusaha buang jauh-jauh perasaan ini. Tapi entah sosok
Noval terus bersemayam di hati ini. Sosok Noval benar-benar awet seperti pake
formalin, sosoknya terus-terusan mengisi keseluruhan hatiku,” jujur Della.
Sepanjang perjalanan ia terus menerima
setangkai bunga mawar dari orang yang tidak dikenal.
“Tanpa kamu sadari, kamu telah jatuh cinta
kepadanya,” respon Lulu.
Di seberang telepon Lulu dan Bagas tertawa
cekikikan. Seperti sebuah komedi mendengar pernyataan polos dari Della.
“Entahlah Lu, aku juga bingung dengan
perasaanku, ehh tapi percaya gak percaya, sepanjang perjalan menuju taman, aku
dapat bunga mawar banyak banget dari orang yang tak dikenal,” heran Della
melihat tumpukan bunga mawar di tangannya.
Della meneruskan perjalanannya dengan
menggenggam tanda tanya. Sesampai di taman, ia tak melihat Lulu dan Bagas, yang
ia lihat hanya punggung seorang laki-laki.
“Eh, seriusan kalian di mana,” tanya Della
penasaran, merasa dirinya dijahili oleh kedua sahabatnya.
“Lurus aja sampai kamu di danau,” perintah
Lulu
“Aku tidak menemukan tanda-tanda kalian di
sini, aku hanya menemukan…………”
“Noval,” kaget Della saat menyadari sosok
Noval yang kini tengah berdiri di sampingnya. Della segera menekan tombol merah
di HP-nya.
Noval menoleh ke arah Della sambil tersenyum.
Pertemuan mereka memang atas skenario yang dibuat oleh Noval bekerjasama dengan
Lulu dan Bagas.
“Bagaimana bunganya, indah bukan?” tanya Noval
tidak lepas dari senyum manisnya. Della mencium bunga-bunga di tangannya.
“Indah, sangat indah bahkan selamanya pun
bunga itu akan tetap indah.”
Entah kata apa yang dapat mendeskripsikan
kebahagiaan Della saat ini. Ia sadar jika orang yang memberikan ini semua
adalah Noval. Laki-laki yang katanya Lulu adalah orang yang dicintainya.
“Namun bunga itu tidak dapat mengalahkan
keindahan paras wajahmu,” ungkap Noval sambil menatap Della.
Della yang merasa kalut dengan tatapan Noval
hanya bisa menyangkal dengan berujar, “Ahhh gombalmu itu sudah basi,” jawab Della tak mau tahu.
Noval mengerutkan keningnya. Kata-kata yang
diucapkan tadi, sudah lama ingin ia ungkapkan dan ia sudah berusaha keras
merangkai kata-kata itu. Lalu hanya itukah tanggapan dari Della.
“Bahkan bunga itu pun memiliki duri. Tidak
seperti dengan hatimu, hatimu terlalu lembut jika ditancapkan duri di sana,”
ujar Noval kembali.
“Udah deh jangan lebay, gombalanmu tak bakalan mempan. Sekali lagi kamu nge-gombal aku ceburin nih ke danau,” ujar Della tak tahan
mendengar gombalan Noval.
“Benar-benar ya cewek zaman sekarang. Jika cewek
jaman dulu, jika pria mengungkapkan perasaan sayang dengan kiasan yang indah.
Seperti ungkapan wajahmu bagaikan bulan purnama yang terus menerangi relung
hatiku. Hati cewek pasti akan berbunga-bunga saat mendengar pernyataan itu.
Tapi cewek sekarang sudah terkontaminasi sama kata lebay, gombal, alay,
kampungan, dan banyak lagilah. Jika cowok mau mengungkap perasaannya pasti
cewek-cewek akan menjawab gombal, kalau gak alay” terang Noval
“Kamu tahu gak,apa yang dirasakan seorang pria
saat mendengar jawaban itu?” lanjutnya.
“Emang perasaan apa?” tanya Della
“Sakit,” ungkap Noval sambil menunjuk dadanya.
“Maafkan aku,” ucap Della dengan suara yang
ditelan.
“Sudahlah mendingan sekarang kita ganti topik.
Sebenarnya aku ke sini hanya untuk mengungkapkan ini,” ujar Noval sembari
menyodorkan permen kiss. Della mengambil permen itu dan langsung membaca
ungkapan yang bertuliskan “I Love You”.
Tanpa sadar Della tersenyum, senyum bahagia
yang tak pernah ia rasakan selama ini. Tubuhnya sudah melayang-layang. Tadinya
hanya bisa merasakan berada di taman kampus sekarang tubuhnya terasa melayang
ke taman bunga tulip di Belanda. Della segera meraih tasnya, mengeluarkan permen
kiss yang tersisa di kantungnya. Permen yang bertuliskan kata-kata romantis
itu, telah Della kumpulkan selama ia menjadi pecinta permen kiss. Della
memberikan permen tersebut yang bertuliskan “kiss me”.
Suatu kata-kata yang ingin Della ungkapkan
kelak dan sekarang pertanyaan atas cinta sudah terbalaskan. Noval meraih permen
itu dengan senyum sumringah. Mereka saling melihat satu sama lain. Sorotan mata
bahagia, yang dibahagiakan oleh rasa cinta.