Selasa, 03 Juli 2012

Gadis Permen Kiss(?)





Della mengayuh sepedanya dengan amat kencang. Dirasanya kakinya sudah patah dikarenakan goncangan sepedanya yang terus menyapu jalan ring-road. Saat itu sudah menunjukkan pukul 23.00. sedangkan kos-an yang dia huni sudah tutup semenjak 2 jam yang lalu. Della menghentikan lajunya saat akan menyebrang.
“Aduh! Bagaimana ini? Pokoknya aku mesti cepat-cepat nyampe kos,” gumam Della antara bingung dan panik.
Dia melihat sekeliling jalan yang sudah sunyi, orang-orang sudah memutuskan dirinya untuk bersembunyi di balik selimut. Della menunggu harap-harap cemas. Bus yang lewat di jalan sungguh amat kencang membuatnya tak beranikan diri untuk menyebrang.
“Bruukkkkkk”
Tiba-tiba sebuah sepeda motor datang dan menggoyahkan pertahanannya. Tubuh Della terhempas jatuh ke jalan. Della langsung mengerang kesakitan. Della yang tidak terima atas perlakukan dialaminya, kemudian melabrak lelaki itu.
“Hey! Kalau jalan liat-liat dong!?” bentak Della.
Lelaki itu hanya memasang tampang datar tanpa ada rasa penyesalan. Della semakin geram melihat respon dari lelaki yang tak dikenalinya itu. Memang ia merasakan kesakitan, tubuhnya sudah dilumuri darah segar, namun rasa geram menguasai dirinya. Ia tidak terima atas perlakuan laki-laki yang di sampingnya kini. Della mengusap bibirnya yang sudah dialiri darah, ditahannya rasa sakit itu.
“Hehh kau, apa kau sama sekali tidak mau minta maaf,” sergah Della.
Kini ia mengambil posisi tepat di hadapan laki-laki itu. Tak ada respon dari laki-laki itu.
“Hey anak tuli, plus bisu, plus mata karatan. Lain kali kalau bertemu denganku lagi, aku takkan membiarkanmu lolos. Perlakuanmu ini sementara waktu aku abaikan, tunggu saja pembalasanku. Dasar manusia tak berguna,” bentak Della dengan suara lantang.
Ia meraih sepedanya kembali, diangkatnya sepeda lipet yang sudah mulai memperlihatkan kebobrokannya.
“Apa kau sakit?” potong laki-laki itu tiba-tiba.
“Chihh masih nanya lagi,” Della membuang muka.
Della terkejut saat lelaki itu menariknya tepat di hadapannya, kini mereka berhadapan, mata mereka saling beradu. Jarak tubuh mereka begitu dekat, tanpa Della sempat bertanya lelaki itu langsung menciumnya. Della berontak namun kekuatan laki-laki itu bisa mengalahkan kekuatan Della. Lelaki itu terus mencium Della dengan penuh nafsu hingga kaki Della mulai melemas dan tidak sanggup berdiri lagi namun tubuhnya tetap ditahan lelaki itu. Della berusaha melepaskan dirinya dari lelaki yang masih menciumnya kini. Sampai pada akhirnya laki-laki itu merasa puas dan segera melepaskan Della. Della pun langsung duduk terkulai lemas di atas aspal. Ciuman itu??? Tidak itu adalah ciuman pertamanya dia. Hingga sudah berumur 21 tahun Della belum pernah merasakan yang namanya pacaran maupun ciuman. Ciuman yang diimpikannya selama ini adalah bersama orang yang akan menjadi pangeran seumur dia hidup. Tapi mengapa dia malah dicium oleh lelaki brutal yang tidak ia kenal sama sekali. Della menggoncang-goncangkan tubuhnya, menyesali nasib naas yang dialaminya. Wajahnya pucat pasi saking terkejutnya dengan yang dilakukan oleh laki-laki itu. Dia tidak menyangka akan perlakuannya yang tiba-tiba.
“Bagaimana rasanya ciumanku, sudah bisa meredamkan rasa sakitmu bukan?” tanya laki-laki itu sambil tersenyum. Ia segera meraih motornya dan melesat pergi. Sejenak ia memandangi ekspresi wajah Della yang sudah mulai mengeluarkan air mata.
“Kau laki-laki tidak sopan, biadab kau,” teriak Della kesal.
*****
Matahari mulai menampakkan sinarnya.  Semalaman Della tak bisa tidur. Hatinya goyah jika ia mengingat kejadian bersama laki-laki itu. Perasaannya kini berbeda dari biasanya. ia melirik jam yang tertempel di tembok sebelah kasurnya. Matanya hampir keluar saat menyadari bahwa dia memiliki jadwal kelas pagi. Sekarang sudah menunjukkan pukul 7.30 dan jadwal kelasnya juga pada jam segitu. Della melompat dengan cepat, mengambil pakaian yang tergantung di lemari. Kalau sampai 15 menit dia terlambat, maka pintu kelas akan dikunci. Della sempat membasuh muka namun ia tak sempat mandi. Ia segera meluncur dengan sepeda lipatnya. Tunggu dulu, sepertinya dia belum gosok gigi. Tanpa pikir panjang ia segera memasukkan beberapa permen kiss ke dalam mulutnya. Paling tidak dengan begitu bisa mengharumkan bau mulutnya.
Della menekan angka 4 setelah sampai di elevator. 5 menit tersisa masih ada waktu untuk bernafas, ia yakin tidak akan terlambat. Di dalam elevator itu, sepertinya ada sosok yang tidak asing. Ia berharap orang itu adalah teman kelasnya, jadi ia memiliki teman yang terlambat juga. Ditengoknya teman di sampingnya. Lagi-lagi mata Della hendak copot saat melihat laki-laki brutal itu. Della segera berbalik badan, menyembunyikan wajahnya agar tak terlihat oleh laki-laki itu. Kenapa dunia hanya seluas daun kelor. Kenapa terus dan terus lelaki itu muncul di hadapannya.
“hufhhh kenapa bau permen kiss ini menyengat sekali,” ungkap laki-laki itu. Dengan tatatapn lurus ke depan. Della semakin menyembunyikan wajahnya dengan tasnya.
“Sampai kapan kamu akan sembunyi terus,” ujar laki-laki brutal itu.
Ia menatap Della yang masih sembunyi di balik tasnya. Della pasrah tidak tahu apa yang harus dilakukan, ia terpaksa keluar dari persembunyiannya.
“Kenapa sih! Aku harus bertemu dengan lelaki sepertimu,” sebal Della.
“Apakah kamu memiliki stok permen lagi,” pinta laki-laki itu sembari menjulurkan tangannya.
Della yang merasa perkataannya diabaikan hanya bersungut sebal. Ia kemudian memberikan permen kiss kepada lelaki itu.
“Nih….” ujar Della sembari menyodorkan permen tersebut.
Laki-laki itu segera mengambilnya. Sebelum lelaki brutal itu membuka bungkus permen tersebut, ia memperhatikan dengan cermat tulisan yang tertera di sana. Ia menyunggingkan senyum manisnya. Della hanya bengong menatap ekspresinya.
“Apakah kamu benar-benar mencintaiku?” tanya laki-laki itu.
“Apa?” tanya Della polos, tak mengerti maksud pertanyaannya. Laki-laki itu kemudian menunjukkan tulisan yang ada di permen tersebut.
Tulisan yang tertera adalah “I’m yours” sontak berhasil membuat Della pucat pasi.
“Bukan….bukan seperti itu, ituu….” ucapan Della terputus.
“Sudahlah kalau memang suka katakan sajalah,” ungkap laki-laki itu dengan enteng.
Rasanya ia sekarang sangat puas karena berhasil membuat Della seperti mayat hidup. Tidak puas melihat raut wajah Della seperti itu, kini laki-laki itu menekan tombol tutup di dinding elevator.
“Mau apa kamu, aku mau keluar,” berontak Della ingin cepat-cepat keluar dari ruangan sempit itu.
“Tunggu dulu,” tahan laki-laki itu, mendorong mundur tubuh Della.
“Aku belum puas melihat paras elokmu,” ujarnya lagi. Della hanya membuang muka, tak sudi mendengar gombalan laki-laki itu.
“Gombal,” respon Della cuek.
“Oh yaa, kita belum kenalan ya? Namaku Noval, namamu siapa wahai gadis berparas jelita,” ujar laki-laki yang bernama Noval sambil mengulurkan tangannya. Della tidak membalas jabatan tangannya.
“Sepertinya pintu elevator ini sudah terbuka lebar untuk saya, Mr. Noval,” ujar Della melangkahkan kakinya keluar.
“Byeeeeeee, aku berharap tidak akan bertemu denganmu lagi,” ucap Della mengakhiri pertemuannya dengan Noval. Ia bergegas menuju kelasnya. Naas, pintu kelasnya sudah dikunci. Perjuangan Della menuju ke kampus hari ini gagal. Padahal ia harus tahan akan bau badannya akibat belum mandi. Tahan malu saat dipermalukan oleh Noval. Tapi ada satu hal yang dirasakan Della, entah itu rasa apa, dia sendiri belum meyakini apa yang dirasakannya kini.
            Sudah hampir 2 jam Della hanya bengong di kursi panjang dekat kelasnya. Ia bingung mau melakukan aktivitas apa. Ingin pulang agar bisa mandi dulu, tapi nanggung dikarenakan dia memiliki jadwal setelah kelas berakhir. Akhirnya ia pasrah, hanya duduk diam sembari menunggu kedatangan Lulu dan Bagas.
“Udah… biasa aja sih,” ujar Bagas kepada Lulu.
“Kamu tu yang biasa aja,” sergah Lulu tak mau kalah
Della hanya bingung melihat percek-cokan di antara mereka.
“Bisa gak sih, kamu ngomongnya gak pake teriak-teriak,” balas Bagas.
“Bukankah kamu yang ngajak teriak duluan,” ucap Lulu sambil memukul-mukul punggung Bagas.
“Tuhh kan ujung-ujungnya main tangan.” Bagas menangkis pukulan dari Lulu.
“Ya udah, aku yang salah puas!!” ucap Lulu dengan mata yang mulai berkaca.
“Hei Del,” sapa Lulu saat menyadari sosok Della. Della hanya membalas dengan lambaian tangan.
“Hei Del,” ujar Bagas kemudian.
Mereka mengambil posisi duduk dan kini posisi duduknya agak berjarak. Mungkin jika dihitung jaranya 45cm. Della hanya bisa bengong melihat tingkah laku mereka. Tak ada suara pun yang terlontar dari mulut mereka. Diam tanpa kata, hanya kebisuanlah yang menemani mereka. Sesekali Della mengajak mereka ngobrol, namun obrolan Della hanya direspon dengan iya atau tidak dan hal itulah yang membuat Della sebal.
Della mengubek-ubek isi tasnya. Ia menemukan beberapa stok permen kiss di dalam sana. Dikeluarkannya beberapa permen itu dengan tujuan untuk memilih kata apa yang cocok untuk situasi saat ini. Setelah menemukan kata yang cocok, Della menyodorkan permen kiss itu kehadapan Lulu. Lulu yang melihat itu langsung tersenyum.
Permen itu bertuliskan “I’m Sorry”. Segera Lulu menyerahkannya kepada Bagas. Melihat tulisan yang ada di permen itu Bagas langsung tersenyum dan menggeser tempat duduknya agar lebih dekat dengan Lulu. Begitu berpahlawannya permen kiss saat itu. Della merasa senang dengan kejadian itu karena dia bisa mencairkan kondisi. Namun, ada suatu hal yang mengganjal saat melihat temannya bahagia dengan pacarnya, hal itu adalah kekosongan. Perasaan itulah yang terus menghantui Della. Tanpa Della sadari seseorang sudah berada di sampingnya.
Orang itu langsung menyodorkan permen kiss kehadapan Della yang bertuliskan “keep on smile”, ternyata orang itu adalah Noval. Della merasa terharu melihat perlakuan Noval, orang yang dikenalnya barusan. Della mengambil permen tersebut sambil tersenyum. Noval kemudian pergi, tak lupa ia mengusap lembut kepala Della.
Hari-hari Della terus dihantui kali ini bukan oleh rasa kekosongan namun oleh kehadiran Noval. Setiap Della di kampus pasti akan selalu bertemu dengan sosok itu. Meskipun ujungnya hanya sekedar menyapa. Saat Della seharian tidak bertemu dengannya. Ia akan mencuri-curi waktu untuk bertemu dengan Noval. Ada rasa kelegaan dalam diri Della saat bertemu Noval.
“Kamu di mana, Lu?” tanya Della di seberang telpon. Hari ini Lulu sama sekali tidak menampakkan diri begitu pula dengan Bagas. Itulah yang membuat Della beraktivitas sendirian.
“Aku lagi di taman bareng Bagas,” balas Lulu.
“Oya sudah aku nyusul ke sana. Ada hal penting yang aku pengen ceritakan sama kamu.”
Della berjalan menuju tempat yang dikatakan Lulu. Tanpa ia duga ada seseorang yang memberikan dia bunga mawar. Orang itu kemudian pergi tanpa berkata apa-apa. Della yang kaget langsung memanggil orang itu, namun orang itu sudah melebarkan langkahnya dan tidak memperdulikan pangggilan Della, terlebih pertanyaan Lulu yang mengharuskan Della untuk menjawabnya.
“Emang mau cerita apa, Dell. Serius banget berasa,” tanya Lulu
“Sumpah ya Lu, sepertinya aku mulai ada rasa sama Noval. Aku udah berusaha buang jauh-jauh perasaan ini. Tapi entah sosok Noval terus bersemayam di hati ini. Sosok Noval benar-benar awet seperti pake formalin, sosoknya terus-terusan mengisi keseluruhan hatiku,” jujur Della.
Sepanjang perjalanan ia terus menerima setangkai bunga mawar dari orang yang tidak dikenal.
“Tanpa kamu sadari, kamu telah jatuh cinta kepadanya,” respon Lulu.
Di seberang telepon Lulu dan Bagas tertawa cekikikan. Seperti sebuah komedi mendengar pernyataan polos dari Della.
“Entahlah Lu, aku juga bingung dengan perasaanku, ehh tapi percaya gak percaya, sepanjang perjalan menuju taman, aku dapat  bunga mawar banyak banget dari orang yang tak dikenal,” heran Della melihat tumpukan bunga mawar di tangannya.
Della meneruskan perjalanannya dengan menggenggam tanda tanya. Sesampai di taman, ia tak melihat Lulu dan Bagas, yang ia lihat hanya punggung seorang laki-laki.
“Eh, seriusan kalian di mana,” tanya Della penasaran, merasa dirinya dijahili oleh kedua sahabatnya.
“Lurus aja sampai kamu di danau,” perintah Lulu
“Aku tidak menemukan tanda-tanda kalian di sini, aku hanya menemukan…………”
“Noval,” kaget Della saat menyadari sosok Noval yang kini tengah berdiri di sampingnya. Della segera menekan tombol merah di HP-nya.
Noval menoleh ke arah Della sambil tersenyum. Pertemuan mereka memang atas skenario yang dibuat oleh Noval bekerjasama dengan Lulu dan Bagas.
“Bagaimana bunganya, indah bukan?” tanya Noval tidak lepas dari senyum manisnya. Della mencium bunga-bunga di tangannya.
“Indah, sangat indah bahkan selamanya pun bunga itu akan tetap indah.”
Entah kata apa yang dapat mendeskripsikan kebahagiaan Della saat ini. Ia sadar jika orang yang memberikan ini semua adalah Noval. Laki-laki yang katanya Lulu adalah orang yang dicintainya.
“Namun bunga itu tidak dapat mengalahkan keindahan paras wajahmu,” ungkap Noval sambil menatap Della.
Della yang merasa kalut dengan tatapan Noval hanya bisa menyangkal dengan berujar, “Ahhh gombalmu itu sudah basi,” jawab Della tak mau tahu.
Noval mengerutkan keningnya. Kata-kata yang diucapkan tadi, sudah lama ingin ia ungkapkan dan ia sudah berusaha keras merangkai kata-kata itu. Lalu hanya itukah tanggapan dari Della.
“Bahkan bunga itu pun memiliki duri. Tidak seperti dengan hatimu, hatimu terlalu lembut jika ditancapkan duri di sana,” ujar Noval kembali.
“Udah deh jangan lebay, gombalanmu tak bakalan mempan. Sekali lagi kamu nge-gombal aku ceburin nih ke danau,” ujar Della tak tahan mendengar gombalan Noval.
“Benar-benar ya cewek zaman sekarang. Jika cewek jaman dulu, jika pria mengungkapkan perasaan sayang dengan kiasan yang indah. Seperti ungkapan wajahmu bagaikan bulan purnama yang terus menerangi relung hatiku. Hati cewek pasti akan berbunga-bunga saat mendengar pernyataan itu. Tapi cewek sekarang sudah terkontaminasi sama kata lebay, gombal, alay, kampungan, dan banyak lagilah. Jika cowok mau mengungkap perasaannya pasti cewek-cewek akan menjawab gombal, kalau gak alay” terang Noval
“Kamu tahu gak,apa yang dirasakan seorang pria saat mendengar jawaban itu?” lanjutnya.
“Emang perasaan apa?” tanya Della
“Sakit,” ungkap Noval sambil menunjuk dadanya.
“Maafkan aku,” ucap Della dengan suara yang ditelan.
“Sudahlah mendingan sekarang kita ganti topik. Sebenarnya aku ke sini hanya untuk mengungkapkan ini,” ujar Noval sembari menyodorkan permen kiss. Della mengambil permen itu dan langsung membaca ungkapan yang bertuliskan “I Love You”.
Tanpa sadar Della tersenyum, senyum bahagia yang tak pernah ia rasakan selama ini. Tubuhnya sudah melayang-layang. Tadinya hanya bisa merasakan berada di taman kampus sekarang tubuhnya terasa melayang ke taman bunga tulip di Belanda. Della segera meraih tasnya, mengeluarkan permen kiss yang tersisa di kantungnya. Permen yang bertuliskan kata-kata romantis itu, telah Della kumpulkan selama ia menjadi pecinta permen kiss. Della memberikan permen tersebut yang bertuliskan “kiss me”.
Suatu kata-kata yang ingin Della ungkapkan kelak dan sekarang pertanyaan atas cinta sudah terbalaskan. Noval meraih permen itu dengan senyum sumringah. Mereka saling melihat satu sama lain. Sorotan mata bahagia, yang dibahagiakan oleh rasa cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar