Setelah
berapa kali ku coba tuk menahan. Menahan rasa perih. Malam ini kucoba tuk
lampiaskan rasa perih itu dalam sebuah tangisan. Malam yang sangat buruk.
Inilah air mata terparah sepanjang aku menjalani hidupku. Aku tak bisa
menghentikan tangisku ini. Semakin ku pejamkan mata semakin pula rasa perih itu
teruh menghujani hatiku. Bak seorang pemanah memburu seekor zebra. Aku selalu
berusaha untuk tetap tegar, aku selalu berpegang kepada pepatah seperti ini.
jika aku selalu mengeluh dan selalu bertanya mengapa aku diberikan masalah
seperti ini, kenapa harus aku, namun jika Tuhan menjawab pertanyaan kita itu
dengan jawaban “why not” lalu apa yang bisa kita lakukan??
Mungkin
kita tidak pernah tahu jalan yang diberikan dengan kehidupan kita. Tuhan telah
memberikan semua cobaan di dunia sesuai dengan kemampuan kita. Kita merasa
tidak pernah bersyukur terhadap apa yang Tuhan berikan kepada kita karena
sejatinya kita tidak mengetahui sosok Tuhan itu dengan baik akan tetapi Tuhan
itu know us so well.
Malam
ini aku begitu seperti orang bodoh. Menangis seperti anak kecil yang meminta
permen dari Ibunya. Tangis ku bagaikan seorang yang merasa aku lah orang yang
memiliki nasib paling malang di dunia ini. sepertinya malam ini adalah jodoh ku
untuk melabuhkan semua rasa sakit yang telah ku pendam sejak lama. Ternyata aku
berpikiran salah, aku harus bisa meyakinkan diriku bahwa masih banyak lagi
orang yang jauh lebih sengsara dari pada aku.
Aku
berusaha untuk melupakan masalah ini namun amat berat rasanya untukku
melupakannya. Melupakan hal itu seakan mencoba untuk membaca isi hati
seseorang. Aku berusaha menghapus masalah itu dari memori otak ku namun tidak
berhasil karena memori itu bagaikan sebuah tato permanen yang tidak bisa
dihilangkan.
Oke,
aku akan menyelesaikannya dengan tertidur. Tidak,,, 20 menit rasanya, mataku
tidak bisa terpejam. Justru yang kurasakan adalah bulir-bulir air mata yang
terus mengalir di pelupuk mataku, membasahi pipi ku, dan menghabiskan tisu ku. Sepertinya
air mata ini sudah mampu membasahi ujung bawah kasur ku.
Jika
kegalauan hati ini sudah sampai pada ubun-ubun. Apakah yang bisa aku lakukan
untuk hanya sekedar mengurangi kenyerian hati ini. Setelah berhasil melawan ego
akhirnya aku memutuskan untuk maen Emili’s Wonder Wedding, hahaha. Meskipun keesokan
harinya aku harus berangkat pagi namun aku tak punya daya untuk memaksakan
diriku untuk terbang ke alam mimpi.
Alhasil,
setelah azan berkumandang. Mata sudah mulai merekatkan diri. Sudah tidak bisa
dibuka lagi. Sepertinya mataku telah di lem dengan lem super ketat. Sebentar sepertinya
ada hal yang mengganjal di mukaku. Jejengggg saat melihat kaca ternyata mataku
sembap+bengkak dan bibir tambah doer. Mau tidak mau sebelum merebahkan diri di
atas kasur, aku harus mengompres pelupuk mata dan bibir ku. Kan malu kalau
ketahuan menangis, seperti anak kecil saja.
Sekitar
pukul jam 8 saatnya mandi dan persiapkan diri untuk berangkat ke kantor. Oppss tunggu
dulu sebelum pergi aku kembali mengompres bagian yang bengkak. Setelah itu agar
mata tidak terlihat sembap aku memakai eye-liner untuk menyiasati agar terlihat
natural. Hehee. Oke deh sekarang aku sudah siap menjalani hari yang lebih ceria
*I wish that* :D:D:D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar