Minggu, 13 April 2014

It's Not You Part 2




Akhirnyaaa part 2 sudah ke publish... gimana yang part 1 nya seru gak. Jangan-jangan krik-krik hehee. mian-mian yang telah kecewa dengan ceritanya. haha apalagi pairingnya Donghae dan Chorong gak cocok ya(?) Tapi aku berharap dengan munculnya part 2 ini bisa memuaskan para readers...
Jangan lupa keep RCL ^_^ 

Author            : Dwi Tesna Andini
Tittle               : It’s Not You
Length            : Chaptered
Rating             : PG-15
Genre             : Romantic, Comedy, Angst
Cast                : Chorong, Donghae, Krystal

Bisakah Chorong memiliki kehidupan damai sejenak saja. Tak hanya di kampus yang membuat hatinya kalang kabut berkat semua tatapan sinisnya. Dunia juga diramaikan dengan keadaan di rumah. Ia memang tinggal dengan banyak manusia di sana. Paman Kim tinggal di rumah yang sederhana, ia memiliki 3 orang putra. Putra sulungnya Hoya bekerja sebagai wartawan, putra keduanya Myungsoo sedang wara wiri mencari pekerjaan tidak tetap sebagai potografer, sedangkan putra ketiganya, entah apa yang membuat bibi Kim ingin menambah anak lagi. Yang jelas sekarang ini bocah itulah yang menganggu kedamaian tidur Chorong. Kalau bukan karena ia telah berthutang terhadap paman Kim, dapat dipastikan Chorong telah menempelkan sandal ke muka anak yang sudah berhasil membuat amarahnya membludak.
Dengan perlahan Chorong menggeser tangan Woram ke udara. Ia segera merapikan buku-bukunya. Anak itu tiba-tiba menangis saat aktivitasnya diganggu. Sial!! Bukannya Chorong sudah berusaha selembut mungkin memindahkan tangan Woram agar tidak bereaksi yang aneh-aneh. Chorong segera mengangkat tubuh anak itu, jangan sampai bibi Kim tahu kalau saat ini anaknya menangis. Eitss tunggu dulu, kenapa celananya basah. Fiuh, bau pisang goreng. Bukan itu terlalu harum, ini bau. Astaga anak ini buang air besar di celana.
“Ya… bisakah aku tidak mendengar anak itu menangis hanya karena ulahmu.” Itu pasti suara bibi Kim, ternyata ia menyadari anaknya menangis. Selalu Chorong lah yang akan disalahkan jika anak itu sedang menangis. Keterlaluan! Memang kenyatannya Chorong hanya sebagai penumpang di rumah ini tapi bukan berarti ia disuruh menjadi baby sister anak dungu ini.
“Woram tadi menangis karena buang air di celana.” Kilah Chorong membela diri. Kalau tidak begitu maka, bibi Kim akan terus menceramahinya hingga 400 halaman jika dibukukan. 
* * *
Langkah kaki Chorong terlihat ragu seakan memasuki kelas. Sudah seminggu semenjak insiden itu ia tak berani banyak bicara. Ia tak sanggup lagi melihat tatapan ejekan dari teman kelasnya. Terlebih tatapan sadis Krystal. Bernarkah dia membenci Chorong? Sebenarnya Krystal hanya belum bisa percaya dengan perasaan Chorong. Pandai sekali ia menyimpan rasa itu, padahal mereka sudah berteman sejak semester pertama. Sebentar lagi mereka akan lulus. Lalu kenapa sekarang baru terbongkar? Krystal yakin, Donghae tidak mungkin melihat Chorong sebagai sosok wanita, ia memastikan Donghae hanya akan melihat dirinya.
“Sayang..” panggil Donghae sambil melambaikan tangannya tepat di wajah Krystal. Kekasihnya ini sedari tadi melamun. Hampir satu jam mereka duduk di kantin. Tapi belum ada perbincangan sedikit pun. Donghae sibuk mengotak-atik dokumen yang diserahkan oleh ibunya semalam. Sedangkan Krystal sibuk dengan dunianya sendiri.
Hening, suasana itulah yang patut digambarkan saat ini. Krystal sampai tidak sadar jika es krimnya sudah meleleh dari tadi. Pikirannya masih tertuju pada penawaran ayahnya semalam. Pesan ayahnya masih terngiang sampai saat ini. bagaimana jika Donghae tahu tentang pesan ayahnya. Marahkah dia? Krystal harus bisa menjelaskan semua ini kepadanya.
“Donghae…” panggil Krystal pelan. Jika tidak diperhatikan mungkin suaranya sudah dihapuskan oleh udara. Ia sampai lupa bagaimana memasukkan oksigen ke rongga hidungnya.
“Hemm,” jawab Donghae seadanya. Ternyata ia mendengar panggilan dari Krystal. Donghae tak merubah posisinya, ia tetap fokus terhadap berkas-berkas di atas meja. Melihat semua itu semakin membuat Krystal ragu untuk melanjutkan pengakuannya.
Karena penasaran Donghae beralih memandang Krystal. “Bukankah kau tadi memanggil aku?” tanya Donghae penasaran.
“Ak.. aku.. ahh tidak apa-apa lupakan,” bantah Krystal. Ia tak ingin pekerjaan Donghae terganggu olehnya. Lalu kapan waktu yang tetap untuk mengungkapkan ini semua.
“Aku tahu, kamu akan mengungkapkan sesuatu yang penting. Ungkapkanlah,” ucap Donghae bijak. Ia sepertinya bisa membaca apa yang dipikirkan oleh kekasihnya. Selama tiga tahun menjalin kasih bukanlah waktu yang singkat. Jadi Donghae sudah paham betul dengan wanita yang di depannya kini.
Merasa terpojok, Krystal mulai memikirkan kata-kata yang tepat untuk mengungkapkannya. “Sebenarnya aku hanya ingin memastikan apakah kamu memiliki rasa terhadap Chorong?” Akhirnya Krystal memiliki cara lain untuk mengalihkan topik. Ia rasa ini bukan waktu yang tepat untuk mengungkapkannya.
Donghae tertawa kecil mendengar pertanyaan kekasihnya. Pria itu kemudian melepas berkas yang ada di tangannya, dan fokus menatap kekasihnya. “Mana mungkin aku berpaling darimu sayang.”
“Lalu bagaimana dengan tulisan itu?” tanya Krystal sedikit memancing. Ia melanjutkan makan es krimnya yang sudah meleleh.
Donghae terkekeh lagi. “Dirimu tak mungkin tergeser dari hatiku, apalagi hanya gara-gara coretan bodoh itu,” tegasnya.
“Kamu yakin, bukannya dia juga gadis yang cukup menarik?” pancing Krystal lagi.
“Untuk sekarang ini tidak ada yang bisa mengusik dirimu di hatiku.”
“Bagaimana jika suatu saat nanti kamu tertarik dengannya.” Apa yang diinginkan Krystal. Apa ia sengaja ingin menguji cinta Donghae, apakah 3 tahun lamanya tidak cukup untuk membuktikan kasih sayang Donghae terhadap dirinya.
“Rahasia ilahi,” jawab Donghae sekedarnya. Ia mungkin gerah mendengar pertanyaan Krystal. Haruskah Donghae harus merangkai sebuah puisi agar Krystal tidak bertanya-tanya lagi dengan perasaannya.
“Jadi kamu mulai tertarik dengannya?” tanya Krystal sedih. Seharusnya ia tak menanyakan hal itu. Toh ujung-ujungnya dirinya juga yang akan tersakiti.
“Dengar ya sayang,” ungkap Donghae sambil memegang pipi Krystal dengan kedua tangannya. Membuat bibir Krystal mengerucut ke depan. “Kalau aku tertarik kepadanya. Kenapa tidak dari dulu aku mendekatinya? Mataku ini hanya melihatmu. Sejak pertama berstatus menjadi mahasiswa. kamulah orang pertama yang kulihat sampai kapan pun. Aku hanya menyukaimu Jung Chorong bukan Park Chorong.”
Deg jantung Krystal sudah tak bisa berdetak dengan normal. Ia merasa tubuhnya terbang ke udara. Seakan ia adalah penguasa dunia ini. blash on yang tadinya memudar kini mungkin akan terlihat lebih mencolok setelah mendengar ungkapan Donghae. “Ya jangan panggil aku dengan nama Korea. Geli sekali,” protes Krystal. Berusaha untuk menurunkan kadar pikiran dari khayalan konyolnya. Jujur Krystal memang tidak suka jika orang lain menyebut nama Koreanya. Ditambah lagi namanya mirip dengan orang yang ingin merebut kekasihnya. Bukan merebut tepatnya, hanya sekedar mencintai. Tak dapat dipungkiri bahwa Donghae adalah pria tampan jadi tak heran banyak gadis yang menaruh hati padanya.
“Sepertinya mulutmu kotor, akan kubersihkan,” ungkap Donghae yang kemudian menyapu bersih mulut Krystal dengan bibirnya.
* * *
Mungkin dengan teman sekelas Chorong. Tapi akan lebih berat lagi jika ia berhadapan dengan sosok yang di depannya kini. Chorong sudah berusaha sebisa mungkin menghindar dari sosok mengerikan ini. Chorongp harinya ia sengaja menjadi orang terakhir yang memasuki kelas dan menjadi orang pertama yang meninggalkan kelas. Hal itu sengaja untuk menghindari tatapan sinis teman-temannya dan juga menghindari sosok yang satu ini.
“Bukankah kita sudah biasa bertemu, tapi kenapa sekarang ini kamu begitu gugup,” ucap Donghae menahan Chorong untuk keluar kelas. Donghae sengaja menahan Chorong di ambang pintu agar dia tidak menghindar lagi. Ia ingin meluruskan kejanggalan yang terjadi akhir-akhir ini.
“Hmmm begitu,” tanggap Chorong dengan senyum yang dipaksakan. Jujur saat ini ia begitu gugup. Ia meremas tangan dinginnya untuk mengurangi rasa gugupnya.
“Bisakah kita bicara sebentar?” tawar Donghae.
Donghae mengajak Chorong berbicara. Apakah Chorong tidak salah dengar, ini bukan mimpi kan. Well, Donghae hanya mengajaknya ngobrol bukan kencan. Jadi berhentilah bermimpi. Bukannya malah menjawab tawaran Donghae, Chorong malah sibuk menyapu matanya ke dalam kelas. Setelah dipastikan yang dicari tidak ada, ia kemudian meninggikan badannya untuk melihat keluar kelas. Pencariannya nihil.
“Krystal hari ini tidak masuk kuliah. Katanya dia ada urusan dengan ayahnya. Jadi kamu tidak usah khawatir.” Cerdas!! Memang dari tadi yang dicari adalah sosok Krystal. Takutnya perang dunia ketiga akan dilanjutkan jika sampai ia melihat mereka berdua.
“Baiklah,” jawab Chorong. Ia hanya mengikuti Donghae dari belakang. Chorong memegangi detak jantungnya. Agak sedikit meletup-letup, dia berharap saat mereka nanti beradu mulut tak membuatnya gugup.
“Aku tidak akan mengintrogasi kamu macam-macam jadi santai sajalah,” ucap Donghae saat keduanya telah duduk di taman belakang kampus.
“Aku tidak senaif yang kamu kira Donghae,” balas Chorong kesal. Dia harus bisa bermuka tebal di hadapan orang. Jika tidak begitu, ia hanya menjadi gadis yang menyedihkan. Bukankah selama ini dia berpijak di atas keprihatinan. Jadi tidak ada salahnya bermuka tebal toh masalah yang di hadapi tak hanya ini.
“Oke-oke aku mungkin terlalu memperhatikan perasaanmu?” Apa Donghae berkata apa. Bisakah ia mengulanginya lagi, supaya Chorong bisa melebarkan lubang kupingnya.
“Sudahlah Donghae kamu tidak usah berliku-liku untuk menyampaikan sesuatu yang sebenarnya aku sudah lupakan.” Sudah dibilang Chorong itu bermuka tebal. Segugup-gugupnya dia, jika itu menyangkut harga diri maka ia sanggup buang jauh-jauh perasaan yang tidak menguntungkan itu.
“Kamu memang cerdas Chorong. Yahh aku kesini hanya ingin mengungkapkan itu. Anggap saja aku tidak pernah tahu tulisanmu.”
“Bahkan sebelum kamu ucapkan itu aku sudah melupakannya,” sela Chorong segera.
“Haha baguslah. Lalu kenapa kamu menghindar seakan aku mau memakanmu.”
“Aku hanya tidak ingin tubuhmu sebagai bahan amukan kekasihmu,” gertak Chorong.
“Kekasihku tidak akan sebodoh itu. Jung Chorong tak mungkin cemburu dengan Park Chorong,” tatap Donghae tajam.
“Aku harap begitu. Semoga dikemudian hari harapanmu bisa sama.” Kali ini Chorong memang berkata keterlaluan. Mampukah dia menyaingi pesona Krystal. Krystal tentu sudah maju puluhan langkah darinya dalam mendapatkan cinta Donghae. Ini mungkin efek kebanyakan nonton telenovela semata.
“Aku jamin itu,” jawab Donghae mantap.
“Jika suatu waktu kau malah jatuh kepadaku?” tatapan sinis itu makin terlihat dari mata Chorong. Inilah saatnya untuk mengangkat harga diri tinggi-tinggi. Meskipun ia tahu nantinya akan jatuh ke lubang yang lebih dalam.
“Kamu jangan terlalu banyak berkhayal. Krystal adalah gadis yang sempurna tak sepadan jika kau bermimpi dapat menyainginya.” Tujuan Donghae ke sini untuk mencairkan suasana, bukan untuk mengajak berperang. Perkataan Donghae memang keterlaluan namun perkataannya tak mungkin terlontar jika bukan perempuan ini yang memulainya.
“Lihat saja aku akan membuat kamu bertekuk lutut di hadapanku!” Ancam Chorong. Dasar wanita gila. Berkata asal saja tanpa menggunakan logika. Jadi ragu dengan nilai cemerlangnya selama kuliah.
“Haha apakah kamu sedang bercanda?” ejek Donghae. Ia masih tidak percaya dengan tingkat kepercayaan diri Chorong. Hampir 4 tahun menjadi teman sekelasnya ia baru menyadari sifat Chorong tidak senaif yang dibayangkan. Donghae jadi merasa menyesal telah mengajaknya ngobrol.
“Ingat ya Chorong. Sudah cukup kamu berkhayal. Memang apa yang bisa kamu andalkan untuk menaklukanku. Kamu bahkan tidak akan mungkin menginjakkan kaki ke sini tanpa bantuan orang lain. Bahkan kamu tidak menarik sama sekali. Kalau kamu ingin bermimpi, maka tidurlah dulu. Selamat bermimpi mancung!” Donghae mengangkat tubuhnya. Tanpa banyak berkata ia melangkahkan kakinya meninggalkan Chorong.
“Kamu tidak lupa kan dengan istilah roda pasti berputar,” teriak Chorong. Ia sengaja menghadang langkah Donghae. Perlu diketahui ia adalah mahluk berkepala batu yang akan pernah mau kalah dalam sebuah perdebatan.
“Mungkin kamu sekarang berada di atas awan. Percayalah suatu saat rodamu akan berputar ke bagian paling bawah.” Chorong memutar telunjuknya ke bawah. Tak lupa ia juga melemparkan tatapan merendahkannya.
“Sudah cukup pertemuan kita kali ini. aku mau melanjutkan tidurku, semoga kamu tidak menghantui mimpiku. Selamat tinggal!” pamit Chorong sambil mengoyangkan hidung Donghae dengan telunjuknya.
To Be Continued


Memotivasi dan Memipin Karyawan

Memotivasi dan Memimpin Karyawan by Dwi Tesna Andini

Proposal Pengembangan Usaha Rumah Makan

Proposal Rumah Makan by Dwi Tesna Andini

Proposal Budidaya Jamur Tiram

Proposal Jamur Tiram by Dwi Tesna Andini

Mengelola Sumber Daya Manusia dan Hubungan Tenaga Kerja

Mengelola Sumber Daya Manusia dan Hubungan Tenaga Kerja by Dwi Tesna Andini

Market Forces + Indo Translete

Market Forces + Indo Translete by Dwi Tesna Andini

Selasa, 25 Maret 2014

Usaha Menengah Kecil (UKM) di Indonesia

Usaha Menengah Kecil (UKM) di Indonesia by Dwi Tesna Andini

Ten Principles of Economics + Indo Translete

Ten Principles of Economics by Dwi Tesna Andini

Princess Oyen











Bukan Sekedar Halusinasi





Title          : Bukan Sekedar Halusinasi
Author      : Dwi Tesna Andini
Genre       : Horor
Cast         : Jiyeon, IU, T-ara member
Length      : One Shoot
Rating      : PG 15

Itu hanya halusinasimu, Jiyeon ah!
Kalimat itu lagi, yahh kalimat itu lagi yang muncul berkali-kali, setiap kali aku menceritakan kejadian aneh di dorm-ku. Tak ada satu pun yang percaya dengan ceritaku ini. Setiap kali aku menceritakan kejadian aneh itu, setiap itulah mereka akan menjawab ‘itu hanya halusinasi’. Aku sudah sudah bosan mendengar jawaban itu. Aku yakin ini bukan sekedar halusinasi tapi ini kenyataan. Kenyataan aneh yang selalu kudapatkan semenjak aku menginjak kaki di dorm-ku ini.
Aku awalnya sangat bahagia dengan keputusan dari CEO untuk memindahkan kami ke dorm yang lebih luas dan lebih baik dari sebelumnya. Dulu kami harus berdesak-desakkan untuk berbagi kamar. Dengan kamar berukuran 4x4 aku harus bisa berbagi dengan teman sekamarku yaitu Eunjung dan Hyomin. Tinggal di tempat yang sederhana itu cukup memberikan mimpi buruk bagi kami. Tak sampai setahun CEO kami memindahkan kami ke tempat yang sangat nyaman. Namun kamu tahu, aku justru mendapatkan mimpi yang lebih buruk lagi.
Kamu tahu? Aku mengalami masa-masa yang tak biasa selama tinggal di dorm menyeramkan ini. Kejadian pertama kali adalah ketika aku tertidur. Tepat jam 12 malam aku terbangun tiba-tiba. Aku pun merasa takut sendiri setelah bangun, padahal tidak ada apa-apa. Aku pun pindah ke sebelah kamar Eunjung eonnie. Dengan mengenggam tanda tanya besar, mencari tahu penyebab kenapa aku bangun dan merasakan takut secara tiba-tiba aku memutuskan untuk tidur sembari memikirkan jawabannya.
Kejadian aneh itu tak sampai di situ. Pernah, saat pulang dari syuting MV. Pada saat itu aku membeli buah dan kue dari supermarket. Saat sampai kamar aku melepaskan kedua benda yang terbungkus plastik itu. Satu plastik berisi buah apel, satunya kue vanilla. Setelah makan kue aku membuka laptop. Melanjutkan aktivitasku menghafal gerakan dance untuk lagu terbaru kami. Merasa risih dengan badanku diakibatkan belum mandi aku pun memutuskan untuk mandi. Saat mandi aku baru menyadari bahwa aku sempat membeli apel dan belum sempat ku makan. Aku berniat untuk memakannya usai mandi. Namun, kamu tahu apa yang terjadi? Buah berwarna merah itu tak ada sama sekali. Aku mencari di setiap sudut kamarku, mencari di tempat sampah, dan mencari-cari ke tempat yang memungkinkan keberadaan benda itu, hasilnya nihil. Rasa sakit itu muncul saat aku menceritakan kejadian itu dan hanya dijawab ‘itu hanya halusinasi’.
Well, well kejadian selanjutnya, aku sendiri juga masih bingung antara halusinasi atau nyata, atau itu hanya mimpi belaka. Menurut tanggapan orang-orang yang kuceritakan ‘itu hanya sekedar halusinasi’ tapi percayalah ceritaku ini tidak mengada-ada. Kejadian itu adalah pada saat sedang tertidur. Tiba-tiba aku bangun dengan sendirinya, tanpa satu pun orang yang membangunkanku. Yahh aku memang bangun dengan sendirinya, kejadian yang berulang kali terjadi saat aku sedang tertidur. Saat aku bangun. Aku melihat gumpalan awan biru di hadapanku. Tubuhku masih terasa lemas namun aku berusaha meraih gumpalan biru itu. Gumpalan biru itu semakin lama semakin terpecah menjadi lebih kecil dan semakin menjauh hingga jendela kamarku. Kejadian kedua juga seperti demikian namun gumpalannya kali ini berwarna kuning. Tetap seperti biasa saat aku menggapainya, gumpalan itu terpecah dan menjauh. Well, mungkin itu adalah halusinasiku, itu adalah bagian dari efek setelah bangun tidur.
Episode selanjutnya, kejadian aneh itu terulang kembali. Kali ini bahkan mampu merugikanku, karena uangku yang menjadi sasarannya. Saat itu aku meletakkan 2 lembar 100 won dan beberapa lembar uang receh di atas kasur. Setelah itu, aku membersihkan kamarku. Menggantung handuk setengah basah ke penjemuran. Merapikan lantai yang sudah berserakan oleh pakaian dan debu make up yang berceceran di lantai . Anehnya, dalam genggamanku tiba-tiba ada selembar uang 100 won. Padahal ku yakin aku sama sekali belum pernah menyentuh barang yang terletak di atas kasur itu. Aku kemudian mengembalikan benda tersebut ke asalnya. Hal tak terduga terjadi, sisa uang di atas kasur itu tinggal beberapa lembar uang receh. Uang 100 won itu ke mana? Aku tersentak kaget dan mencari uang itu. Lagi-lagi hasilnya nihil. Okelah kali ini aku bisa terima. Insiden kehilangan uang tak sampai di situ saja. Kali ini beberapa lembar 100 won hilang kembali. Padahal aku masih ingat terakhir kali aku meletakannya di atas rak buku. Anehnya, waktu ketiadaan uang itu aku masih berada di kamar. Tak sedikit pun beranjak dari ruangan itu. Kini aku mengeluh kepada eonnie-eonnie ku dan menyatakan bahwa di dorm itu ada hantu. Sebagian dari mereka tak percaya karena itu hal yang mustahil dan menyatakan ‘yang mengambilnya bukan hantu melainkan orang’. Oke kali ini aku bisa terima. Cukup logis juga, pernyataan-pernyataan dari mulut eonnie-eonniku.
Aku menjalani aktivitasku seperti biasanya. berangkat latihan dengan buru-buru bersama eonnie-eonnieku. Sebelum berangkat, aku memeriksa barang bawaan yang sekiranya wajib dibawa. Buku, hape, dompet, earphone sudah komplit. Aku mengambil beberapa vitamin yang tergeletak di atas meja, agar menjaga stamina. Saat aku sedang memasukkan vitamin ke dalam tas. Rasanya aku menemukan sesuatu yang mengganjal di dalamnya. Aku mengeluarkan benda-benda itu. Tadaaa.. ternyata isinya adalah lembaran uang 100 won yang ku kira diambil oleh hantu itu. Aku langsung teriak sumringah karena uangku tak jadi hilang. Akibatnya, pada saat itu eonnie-eonniku tak mempercayai cerita aneh yang kualami. Menyebalkan! Kini aku menyerah. Aku tak mau lagi menceritakan hal aneh kepada mereka lagi. Itu akan menjadi hal yang sia-sia bahkan mereka akan terus mengejekku.


2 weeks later
Aku dengan langkah buru-buru keluar dari dorm. Aku sudah terlambat 30 menit, eonni-eonniku pasti sudah menungguku di sana. Waduhhh, ini semua gara-gara IU yang memintaku untuk menemaninya belanja. Aku terus menggerutu sembari memperlebar langkahku keluar ruangan. Saat aku menutup pintu dorm. Pintu itu seakan berat untuk ditarik. Aku menariknya kembali namun pintu itu ditarik kembali dari belakang. Aku mencoba untuk menarik dengan kedua tanganku, tarikan dari belakang tak berhasil aku kalahkan. Pintu itu tetap tak bisa tertutup. Aku mengedarkan pandanganku ke dalam ruangan. Tak ada siapa-siapa. Di sana hanya ada tumpukan kardus yang belum sempat tertata. Lalu siapa yang menariknya? Aku menutup kembali pintu itu namun sia-sia pintu itu tetap ditarik dari belakang. Akhirnya aku menyerah, aku tak punya waktu lagi untuk bermain dengan mahluk lain itu. Aku mengendarai mobilku dengan amat kencang. Saat aku sampai di studio. Aku menceritakan kejadian aneh tadi kepada rekan-rekanku. Kamu tahu jawaban mereka apa? ‘Itu hanya halusinasi, Jiyeon-ah’. Jawaban yang tidak ingin aku dengar dari mereka. Lalu siapakah yang bisa percaya denganku? Aku tidak menyuruh mereka apa-apa. Aku tak menyuruh mereka meruntuhkan langit. Aku hanya ingin mereka percaya denganku. hanya itu yang ku mau. Tapi kenapa mereka tak mau melakukan hal itu? Aku mengerang sendirian. Lelehan air mata siap terjun ke pipiku. Aku segera menghapus air mataku. Takut jika ada orang yang melihatnya.
            Aku melanjutkan tangisku di dalam kamar setelah pulang dari studio. Satu-satunya orang yang dapat percaya dengan ceritaku adalah appa. Aku mengirim pesan kepadanya. Menceritakan kepadanya mengenai pengalaman aneh yang kulalui sampai aku tertidur lelap. Di dalam tidur aku bermimpi berada di kamar rumahku. Aku bangun sambil tersenyum puas. Merasakan kebahagian yang tak ternilai karena aku sudah sangat rindu dengan suasana rumah. Aku keluar dari kamarku. Menghampiri eomma yang sedang memotong-motong sayuran di depan dapur. Aku menyapa eomma dan siap untuk memeluknya.
“Eomma...” seruku mendekatinya.
Eomma-ku berdiri untuk menyambut pelukanku. Langkahku terhenti saat eomma berubah menjadi sosok yang lain. Tiba-tiba angin dingin melintas di telingaku. tepat pada samping kamar mandi pandanganku terhenti. Aku terdiam, sosok eomma kini berubah menjadi sosok wanita asing yang tengah berdiri di sana. Aku tak bisa berkutik lagi. Aku seolah sudah terhipnotis oleh rasa ketakutan. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Tubuhku terasa kaku untuk digerakkan. Jangankan untuk bergerak, untuk menarik nafas saja susah. Rasanya oksigen enggan untuk masuk ke rongga hidungku.
            Aku sekali lagi meyakinkan arah pandangku. Ku coba menekuk kaki sebelah kiri. Mengguncang-guncangkannya ke lantai. Kakiku bisa menyentuh lantai. Aku bisa merasakan dinginnya lantai itu. Aku memperkeras guncangan kakiku, kali ini aku merasakan kesakitan. Tidak!! Ini bukan mimpi, aku bisa merasakan kakiku sakit. Lalu jika ini bukan mimpi, di manakah aku sekarang ini? Aku melebarkan pandanganku sekali lagi. Aku melihat tempat ini tidak asing. Aku sekarang berada di depan kamar mandi dorm-ku. Sosok wanita di depanku masih berdiri di hadapanku. Kali ini aku bisa melihatnya secara sempurna. Hal yang dari dulu kutakutkan terjadi juga. Sosok itu terlihat jelas. Sepasang mata hitam pekat yang sebagian tertutup oleh rambut usang. Giginya memiliki taring yang tajam. Kuku-kuku jarinya sungguh runcing. Ia mengenakan baju putih yang sudah amat lusuh. Sepasang mata itu tetap menatapku tajam, seolah ingin menunjukkan bahwa dirinya ada.
            Tubuhku mendadak melemas. Aku ingin teriak. Namun, bagaimana caranya?? Aku sudah tak memiliki kekuatan lagi. Ingin berlari namun tubuhku seakan dipaku oleh rasa ketakutan. Sosok itu kini tengah menyipitkan kedua matanya. Ia menaikkan telunjuknya dan perlahan menempelkannya di depan bibirnya. Aku teringat SMS appa terakhir kali sebelum aku tidur.
“Sosok itu tidak akan mengganggumu selama kamu tidak mengganggunya. Tetaplah tenang meskipun kamu takut. Nantinya, kamu akan terbiasa dengan kehadirannya.”
Sosok itu berarti memberikan isyarat agar aku tetap tenang. Aku mengangguk pelan tanda setuju dengan amanat yang diberikan. Setelah melihat anggukanku, dia tersenyum dan melintas pergi. Aku hanya mendesah lega. Dengan secepat kilat aku melesat ke kamar Eunjung eonnie.
Sejak insiden itu aku sudah membiasakan diri untuk tenang melihat mahluk lain itu. Yang jelas ia akan menunjukkan wujudnya setelah pukul 8 malam. Sosok itu akan menampakkan dirinya di samping kamar mandi. Bermain sendiri dengan kondisi kaki kirinya yang bengkak. Terkadang ia berkunjung ke kamarku. Merangkak di langit-langit kamarku sembari membiarkan rambut panjangnya tergurai menyapu ruangan. Bermain dengan koper di sudut atas lemariku. Yahh. . aku sudah terbiasa dengan kehadirannya. Aku dapat memaklumi semua itu. Satu hal yang perlu digarisbawahi, aku mengalami semua ini dengan nyata bukan hanya sekedar halusinasi. Percayalah!!!
THE END

Gimana… serem gak serem gak?? Wah pasti gaje… hihi mian kalau belum bisa memuaskan readers… saya berharap cerita ini membuat takut para reader #plakkkk. Jangan lupa RCL :D