Akhirnyaaa part 2 sudah ke publish... gimana yang part 1 nya seru gak. Jangan-jangan krik-krik hehee. mian-mian yang telah kecewa dengan ceritanya. haha apalagi pairingnya Donghae dan Chorong gak cocok ya(?) Tapi aku berharap dengan munculnya part 2 ini bisa memuaskan para readers...
Jangan lupa keep RCL ^_^
Author :
Dwi Tesna Andini
Tittle :
It’s Not You
Length : Chaptered
Rating :
PG-15
Genre :
Romantic, Comedy, Angst
Cast :
Chorong, Donghae, Krystal
Bisakah Chorong memiliki kehidupan damai
sejenak saja. Tak hanya di kampus yang membuat hatinya kalang kabut berkat
semua tatapan sinisnya. Dunia juga diramaikan dengan keadaan di rumah. Ia
memang tinggal dengan banyak manusia di sana. Paman Kim tinggal di rumah yang
sederhana, ia memiliki 3 orang putra. Putra sulungnya Hoya bekerja sebagai
wartawan, putra keduanya Myungsoo sedang wara wiri mencari pekerjaan tidak
tetap sebagai potografer, sedangkan putra ketiganya, entah apa yang membuat
bibi Kim ingin menambah anak lagi. Yang jelas sekarang ini bocah itulah yang
menganggu kedamaian tidur Chorong. Kalau bukan karena ia telah berthutang
terhadap paman Kim, dapat dipastikan Chorong telah menempelkan sandal ke muka
anak yang sudah berhasil membuat amarahnya membludak.
Dengan perlahan Chorong menggeser tangan Woram
ke udara. Ia segera merapikan buku-bukunya. Anak itu tiba-tiba menangis saat
aktivitasnya diganggu. Sial!! Bukannya Chorong sudah berusaha selembut mungkin
memindahkan tangan Woram agar tidak bereaksi yang aneh-aneh. Chorong segera
mengangkat tubuh anak itu, jangan sampai bibi Kim tahu kalau saat ini anaknya
menangis. Eitss tunggu dulu, kenapa celananya basah. Fiuh, bau pisang goreng.
Bukan itu terlalu harum, ini bau. Astaga anak ini buang air besar di celana.
“Ya… bisakah aku tidak mendengar anak itu menangis hanya
karena ulahmu.” Itu pasti suara bibi Kim, ternyata ia menyadari anaknya
menangis. Selalu Chorong lah yang akan disalahkan jika anak itu sedang
menangis. Keterlaluan! Memang kenyatannya Chorong hanya sebagai penumpang di
rumah ini tapi bukan berarti ia disuruh menjadi baby sister anak dungu ini.
“Woram tadi menangis karena buang air di celana.” Kilah
Chorong membela diri. Kalau tidak begitu maka, bibi Kim akan terus
menceramahinya hingga 400 halaman jika dibukukan.
* * *
Langkah
kaki Chorong
terlihat ragu seakan memasuki kelas. Sudah seminggu semenjak insiden itu ia tak
berani banyak bicara. Ia tak sanggup lagi melihat tatapan ejekan dari teman
kelasnya. Terlebih tatapan sadis Krystal. Bernarkah dia membenci Chorong?
Sebenarnya Krystal hanya belum bisa percaya dengan perasaan Chorong. Pandai
sekali ia menyimpan rasa itu, padahal mereka sudah berteman sejak semester
pertama. Sebentar lagi mereka akan lulus. Lalu kenapa sekarang baru terbongkar?
Krystal yakin, Donghae tidak mungkin melihat Chorong sebagai sosok wanita, ia
memastikan Donghae hanya akan melihat dirinya.
“Sayang..” panggil Donghae sambil melambaikan tangannya tepat
di wajah Krystal. Kekasihnya ini sedari tadi melamun. Hampir satu jam mereka
duduk di kantin. Tapi belum ada perbincangan sedikit pun. Donghae sibuk
mengotak-atik dokumen yang diserahkan oleh ibunya semalam. Sedangkan Krystal
sibuk dengan dunianya sendiri.
Hening, suasana itulah yang patut digambarkan
saat ini. Krystal sampai tidak sadar jika es krimnya sudah meleleh dari tadi.
Pikirannya masih tertuju pada penawaran ayahnya semalam. Pesan ayahnya masih
terngiang sampai saat ini. bagaimana jika Donghae tahu tentang pesan ayahnya.
Marahkah dia? Krystal harus bisa menjelaskan semua ini kepadanya.
“Donghae…” panggil Krystal pelan. Jika tidak diperhatikan
mungkin suaranya sudah dihapuskan oleh udara. Ia sampai lupa bagaimana
memasukkan oksigen ke rongga hidungnya.
“Hemm,” jawab Donghae seadanya. Ternyata ia mendengar panggilan
dari Krystal. Donghae tak merubah posisinya, ia tetap fokus terhadap
berkas-berkas di atas meja. Melihat semua itu semakin membuat Krystal ragu
untuk melanjutkan pengakuannya.
Karena penasaran Donghae beralih memandang
Krystal. “Bukankah kau tadi memanggil aku?” tanya Donghae penasaran.
“Ak.. aku.. ahh tidak apa-apa lupakan,” bantah Krystal. Ia
tak ingin pekerjaan Donghae terganggu olehnya. Lalu kapan waktu yang tetap
untuk mengungkapkan ini semua.
“Aku tahu, kamu akan mengungkapkan sesuatu yang penting.
Ungkapkanlah,” ucap Donghae bijak. Ia sepertinya bisa membaca apa yang
dipikirkan oleh kekasihnya. Selama tiga tahun menjalin kasih bukanlah waktu
yang singkat. Jadi Donghae sudah paham betul dengan wanita yang di depannya
kini.
Merasa terpojok, Krystal mulai memikirkan
kata-kata yang tepat untuk mengungkapkannya. “Sebenarnya aku hanya ingin
memastikan apakah kamu memiliki rasa terhadap Chorong?” Akhirnya Krystal
memiliki cara lain untuk mengalihkan topik. Ia rasa ini bukan waktu yang tepat
untuk mengungkapkannya.
Donghae tertawa kecil mendengar pertanyaan
kekasihnya. Pria itu kemudian melepas berkas yang ada di tangannya, dan fokus
menatap kekasihnya. “Mana mungkin aku berpaling darimu sayang.”
“Lalu bagaimana dengan tulisan itu?” tanya Krystal sedikit
memancing. Ia melanjutkan makan es krimnya yang sudah meleleh.
Donghae terkekeh lagi. “Dirimu tak mungkin
tergeser dari hatiku, apalagi hanya gara-gara coretan bodoh itu,” tegasnya.
“Kamu yakin, bukannya dia juga gadis yang cukup menarik?”
pancing Krystal lagi.
“Untuk sekarang ini tidak ada yang bisa mengusik dirimu di
hatiku.”
“Bagaimana jika suatu saat nanti kamu tertarik dengannya.”
Apa yang diinginkan Krystal. Apa ia sengaja ingin menguji cinta Donghae, apakah
3 tahun lamanya tidak cukup untuk membuktikan kasih sayang Donghae terhadap
dirinya.
“Rahasia ilahi,” jawab Donghae sekedarnya. Ia mungkin gerah
mendengar pertanyaan Krystal. Haruskah Donghae harus merangkai sebuah puisi
agar Krystal tidak bertanya-tanya lagi dengan perasaannya.
“Jadi kamu mulai tertarik dengannya?” tanya Krystal sedih.
Seharusnya ia tak menanyakan hal itu. Toh ujung-ujungnya dirinya juga yang akan
tersakiti.
“Dengar ya sayang,” ungkap Donghae sambil memegang pipi
Krystal dengan kedua tangannya. Membuat bibir Krystal mengerucut ke depan.
“Kalau aku tertarik kepadanya. Kenapa tidak dari dulu aku mendekatinya? Mataku
ini hanya melihatmu. Sejak pertama berstatus menjadi mahasiswa. kamulah orang
pertama yang kulihat sampai kapan pun. Aku hanya menyukaimu Jung Chorong bukan
Park Chorong.”
Deg jantung Krystal sudah tak bisa berdetak dengan normal. Ia
merasa tubuhnya terbang ke udara. Seakan ia adalah penguasa dunia ini. blash on
yang tadinya memudar kini mungkin akan terlihat lebih mencolok setelah
mendengar ungkapan Donghae. “Ya jangan panggil aku dengan nama Korea. Geli
sekali,” protes Krystal. Berusaha untuk menurunkan kadar pikiran dari khayalan
konyolnya. Jujur Krystal memang tidak suka jika orang lain menyebut nama
Koreanya. Ditambah lagi namanya mirip dengan orang yang ingin merebut
kekasihnya. Bukan merebut tepatnya, hanya sekedar mencintai. Tak dapat
dipungkiri bahwa Donghae adalah pria tampan jadi tak heran banyak gadis yang
menaruh hati padanya.
“Sepertinya mulutmu kotor, akan kubersihkan,” ungkap Donghae
yang kemudian menyapu bersih mulut Krystal dengan bibirnya.
* * *
Mungkin dengan teman sekelas Chorong. Tapi akan lebih berat
lagi jika ia berhadapan dengan sosok yang di depannya kini. Chorong sudah
berusaha sebisa mungkin menghindar dari sosok mengerikan ini. Chorongp harinya
ia sengaja menjadi orang terakhir yang memasuki kelas dan menjadi orang pertama
yang meninggalkan kelas. Hal itu sengaja untuk menghindari tatapan sinis
teman-temannya dan juga menghindari sosok yang satu ini.
“Bukankah kita sudah biasa bertemu, tapi kenapa sekarang ini
kamu begitu gugup,” ucap Donghae menahan Chorong untuk keluar kelas. Donghae
sengaja menahan Chorong di ambang pintu agar dia tidak menghindar lagi. Ia
ingin meluruskan kejanggalan yang terjadi akhir-akhir ini.
“Hmmm begitu,” tanggap Chorong dengan senyum yang dipaksakan.
Jujur saat ini ia begitu gugup. Ia meremas tangan dinginnya untuk mengurangi
rasa gugupnya.
“Bisakah kita bicara sebentar?” tawar Donghae.
Donghae mengajak Chorong berbicara. Apakah Chorong tidak
salah dengar, ini bukan mimpi kan. Well, Donghae hanya mengajaknya ngobrol
bukan kencan. Jadi berhentilah bermimpi. Bukannya malah menjawab tawaran
Donghae, Chorong malah sibuk menyapu matanya ke dalam kelas. Setelah dipastikan
yang dicari tidak ada, ia kemudian meninggikan badannya untuk melihat keluar
kelas. Pencariannya nihil.
“Krystal hari ini tidak masuk kuliah. Katanya dia ada urusan
dengan ayahnya. Jadi kamu tidak usah khawatir.” Cerdas!! Memang dari tadi yang
dicari adalah sosok Krystal. Takutnya perang dunia ketiga akan dilanjutkan jika
sampai ia melihat mereka berdua.
“Baiklah,” jawab Chorong. Ia hanya mengikuti Donghae dari
belakang. Chorong memegangi detak jantungnya. Agak sedikit meletup-letup, dia
berharap saat mereka nanti beradu mulut tak membuatnya gugup.
“Aku tidak akan mengintrogasi kamu macam-macam jadi santai
sajalah,” ucap Donghae saat keduanya telah duduk di taman belakang kampus.
“Aku tidak senaif yang kamu kira Donghae,” balas Chorong
kesal. Dia harus bisa bermuka tebal di hadapan orang. Jika tidak begitu, ia
hanya menjadi gadis yang menyedihkan. Bukankah selama ini dia berpijak di atas
keprihatinan. Jadi tidak ada salahnya bermuka tebal toh masalah yang di hadapi
tak hanya ini.
“Oke-oke aku mungkin terlalu memperhatikan perasaanmu?” Apa
Donghae berkata apa. Bisakah ia mengulanginya lagi, supaya Chorong bisa
melebarkan lubang kupingnya.
“Sudahlah Donghae kamu tidak usah berliku-liku untuk
menyampaikan sesuatu yang sebenarnya aku sudah lupakan.” Sudah dibilang Chorong
itu bermuka tebal. Segugup-gugupnya dia, jika itu menyangkut harga diri maka ia
sanggup buang jauh-jauh perasaan yang tidak menguntungkan itu.
“Kamu memang cerdas Chorong. Yahh aku kesini hanya ingin
mengungkapkan itu. Anggap saja aku tidak pernah tahu tulisanmu.”
“Bahkan sebelum kamu ucapkan itu aku sudah melupakannya,”
sela Chorong segera.
“Haha baguslah. Lalu kenapa kamu menghindar seakan aku mau
memakanmu.”
“Aku hanya tidak ingin tubuhmu sebagai bahan amukan
kekasihmu,” gertak Chorong.
“Kekasihku tidak akan sebodoh itu. Jung Chorong tak mungkin
cemburu dengan Park Chorong,” tatap Donghae tajam.
“Aku harap begitu. Semoga dikemudian hari harapanmu bisa
sama.” Kali ini Chorong memang berkata keterlaluan. Mampukah dia menyaingi
pesona Krystal. Krystal tentu sudah maju puluhan langkah darinya dalam
mendapatkan cinta Donghae. Ini mungkin efek kebanyakan nonton telenovela
semata.
“Aku jamin itu,” jawab Donghae mantap.
“Jika suatu waktu kau malah jatuh kepadaku?” tatapan sinis
itu makin terlihat dari mata Chorong. Inilah saatnya untuk mengangkat harga
diri tinggi-tinggi. Meskipun ia tahu nantinya akan jatuh ke lubang yang lebih
dalam.
“Kamu jangan terlalu banyak berkhayal. Krystal adalah gadis
yang sempurna tak sepadan jika kau bermimpi dapat menyainginya.” Tujuan Donghae
ke sini untuk mencairkan suasana, bukan untuk mengajak berperang. Perkataan
Donghae memang keterlaluan namun perkataannya tak mungkin terlontar jika bukan
perempuan ini yang memulainya.
“Lihat saja aku akan membuat kamu bertekuk lutut di
hadapanku!” Ancam Chorong. Dasar wanita gila. Berkata asal saja tanpa
menggunakan logika. Jadi ragu dengan nilai cemerlangnya selama kuliah.
“Haha apakah kamu sedang bercanda?” ejek Donghae. Ia masih
tidak percaya dengan tingkat kepercayaan diri Chorong. Hampir 4 tahun menjadi
teman sekelasnya ia baru menyadari sifat Chorong tidak senaif yang dibayangkan.
Donghae jadi merasa menyesal telah mengajaknya ngobrol.
“Ingat ya Chorong. Sudah cukup kamu berkhayal. Memang apa
yang bisa kamu andalkan untuk menaklukanku. Kamu bahkan tidak akan mungkin
menginjakkan kaki ke sini tanpa bantuan orang lain. Bahkan kamu tidak menarik
sama sekali. Kalau kamu ingin bermimpi, maka tidurlah dulu. Selamat bermimpi
mancung!” Donghae mengangkat tubuhnya. Tanpa banyak berkata ia melangkahkan
kakinya meninggalkan Chorong.
“Kamu tidak lupa kan dengan istilah roda pasti berputar,”
teriak Chorong. Ia sengaja menghadang langkah Donghae. Perlu diketahui ia
adalah mahluk berkepala batu yang akan pernah mau kalah dalam sebuah
perdebatan.
“Mungkin kamu sekarang berada di atas awan. Percayalah suatu
saat rodamu akan berputar ke bagian paling bawah.” Chorong memutar telunjuknya
ke bawah. Tak lupa ia juga melemparkan tatapan merendahkannya.
“Sudah cukup pertemuan kita kali ini. aku mau melanjutkan
tidurku, semoga kamu tidak menghantui mimpiku. Selamat tinggal!” pamit Chorong
sambil mengoyangkan hidung Donghae dengan telunjuknya.
To Be Continued