Selasa, 25 Maret 2014

Usaha Menengah Kecil (UKM) di Indonesia

Usaha Menengah Kecil (UKM) di Indonesia by Dwi Tesna Andini

Ten Principles of Economics + Indo Translete

Ten Principles of Economics by Dwi Tesna Andini

Princess Oyen











Bukan Sekedar Halusinasi





Title          : Bukan Sekedar Halusinasi
Author      : Dwi Tesna Andini
Genre       : Horor
Cast         : Jiyeon, IU, T-ara member
Length      : One Shoot
Rating      : PG 15

Itu hanya halusinasimu, Jiyeon ah!
Kalimat itu lagi, yahh kalimat itu lagi yang muncul berkali-kali, setiap kali aku menceritakan kejadian aneh di dorm-ku. Tak ada satu pun yang percaya dengan ceritaku ini. Setiap kali aku menceritakan kejadian aneh itu, setiap itulah mereka akan menjawab ‘itu hanya halusinasi’. Aku sudah sudah bosan mendengar jawaban itu. Aku yakin ini bukan sekedar halusinasi tapi ini kenyataan. Kenyataan aneh yang selalu kudapatkan semenjak aku menginjak kaki di dorm-ku ini.
Aku awalnya sangat bahagia dengan keputusan dari CEO untuk memindahkan kami ke dorm yang lebih luas dan lebih baik dari sebelumnya. Dulu kami harus berdesak-desakkan untuk berbagi kamar. Dengan kamar berukuran 4x4 aku harus bisa berbagi dengan teman sekamarku yaitu Eunjung dan Hyomin. Tinggal di tempat yang sederhana itu cukup memberikan mimpi buruk bagi kami. Tak sampai setahun CEO kami memindahkan kami ke tempat yang sangat nyaman. Namun kamu tahu, aku justru mendapatkan mimpi yang lebih buruk lagi.
Kamu tahu? Aku mengalami masa-masa yang tak biasa selama tinggal di dorm menyeramkan ini. Kejadian pertama kali adalah ketika aku tertidur. Tepat jam 12 malam aku terbangun tiba-tiba. Aku pun merasa takut sendiri setelah bangun, padahal tidak ada apa-apa. Aku pun pindah ke sebelah kamar Eunjung eonnie. Dengan mengenggam tanda tanya besar, mencari tahu penyebab kenapa aku bangun dan merasakan takut secara tiba-tiba aku memutuskan untuk tidur sembari memikirkan jawabannya.
Kejadian aneh itu tak sampai di situ. Pernah, saat pulang dari syuting MV. Pada saat itu aku membeli buah dan kue dari supermarket. Saat sampai kamar aku melepaskan kedua benda yang terbungkus plastik itu. Satu plastik berisi buah apel, satunya kue vanilla. Setelah makan kue aku membuka laptop. Melanjutkan aktivitasku menghafal gerakan dance untuk lagu terbaru kami. Merasa risih dengan badanku diakibatkan belum mandi aku pun memutuskan untuk mandi. Saat mandi aku baru menyadari bahwa aku sempat membeli apel dan belum sempat ku makan. Aku berniat untuk memakannya usai mandi. Namun, kamu tahu apa yang terjadi? Buah berwarna merah itu tak ada sama sekali. Aku mencari di setiap sudut kamarku, mencari di tempat sampah, dan mencari-cari ke tempat yang memungkinkan keberadaan benda itu, hasilnya nihil. Rasa sakit itu muncul saat aku menceritakan kejadian itu dan hanya dijawab ‘itu hanya halusinasi’.
Well, well kejadian selanjutnya, aku sendiri juga masih bingung antara halusinasi atau nyata, atau itu hanya mimpi belaka. Menurut tanggapan orang-orang yang kuceritakan ‘itu hanya sekedar halusinasi’ tapi percayalah ceritaku ini tidak mengada-ada. Kejadian itu adalah pada saat sedang tertidur. Tiba-tiba aku bangun dengan sendirinya, tanpa satu pun orang yang membangunkanku. Yahh aku memang bangun dengan sendirinya, kejadian yang berulang kali terjadi saat aku sedang tertidur. Saat aku bangun. Aku melihat gumpalan awan biru di hadapanku. Tubuhku masih terasa lemas namun aku berusaha meraih gumpalan biru itu. Gumpalan biru itu semakin lama semakin terpecah menjadi lebih kecil dan semakin menjauh hingga jendela kamarku. Kejadian kedua juga seperti demikian namun gumpalannya kali ini berwarna kuning. Tetap seperti biasa saat aku menggapainya, gumpalan itu terpecah dan menjauh. Well, mungkin itu adalah halusinasiku, itu adalah bagian dari efek setelah bangun tidur.
Episode selanjutnya, kejadian aneh itu terulang kembali. Kali ini bahkan mampu merugikanku, karena uangku yang menjadi sasarannya. Saat itu aku meletakkan 2 lembar 100 won dan beberapa lembar uang receh di atas kasur. Setelah itu, aku membersihkan kamarku. Menggantung handuk setengah basah ke penjemuran. Merapikan lantai yang sudah berserakan oleh pakaian dan debu make up yang berceceran di lantai . Anehnya, dalam genggamanku tiba-tiba ada selembar uang 100 won. Padahal ku yakin aku sama sekali belum pernah menyentuh barang yang terletak di atas kasur itu. Aku kemudian mengembalikan benda tersebut ke asalnya. Hal tak terduga terjadi, sisa uang di atas kasur itu tinggal beberapa lembar uang receh. Uang 100 won itu ke mana? Aku tersentak kaget dan mencari uang itu. Lagi-lagi hasilnya nihil. Okelah kali ini aku bisa terima. Insiden kehilangan uang tak sampai di situ saja. Kali ini beberapa lembar 100 won hilang kembali. Padahal aku masih ingat terakhir kali aku meletakannya di atas rak buku. Anehnya, waktu ketiadaan uang itu aku masih berada di kamar. Tak sedikit pun beranjak dari ruangan itu. Kini aku mengeluh kepada eonnie-eonnie ku dan menyatakan bahwa di dorm itu ada hantu. Sebagian dari mereka tak percaya karena itu hal yang mustahil dan menyatakan ‘yang mengambilnya bukan hantu melainkan orang’. Oke kali ini aku bisa terima. Cukup logis juga, pernyataan-pernyataan dari mulut eonnie-eonniku.
Aku menjalani aktivitasku seperti biasanya. berangkat latihan dengan buru-buru bersama eonnie-eonnieku. Sebelum berangkat, aku memeriksa barang bawaan yang sekiranya wajib dibawa. Buku, hape, dompet, earphone sudah komplit. Aku mengambil beberapa vitamin yang tergeletak di atas meja, agar menjaga stamina. Saat aku sedang memasukkan vitamin ke dalam tas. Rasanya aku menemukan sesuatu yang mengganjal di dalamnya. Aku mengeluarkan benda-benda itu. Tadaaa.. ternyata isinya adalah lembaran uang 100 won yang ku kira diambil oleh hantu itu. Aku langsung teriak sumringah karena uangku tak jadi hilang. Akibatnya, pada saat itu eonnie-eonniku tak mempercayai cerita aneh yang kualami. Menyebalkan! Kini aku menyerah. Aku tak mau lagi menceritakan hal aneh kepada mereka lagi. Itu akan menjadi hal yang sia-sia bahkan mereka akan terus mengejekku.


2 weeks later
Aku dengan langkah buru-buru keluar dari dorm. Aku sudah terlambat 30 menit, eonni-eonniku pasti sudah menungguku di sana. Waduhhh, ini semua gara-gara IU yang memintaku untuk menemaninya belanja. Aku terus menggerutu sembari memperlebar langkahku keluar ruangan. Saat aku menutup pintu dorm. Pintu itu seakan berat untuk ditarik. Aku menariknya kembali namun pintu itu ditarik kembali dari belakang. Aku mencoba untuk menarik dengan kedua tanganku, tarikan dari belakang tak berhasil aku kalahkan. Pintu itu tetap tak bisa tertutup. Aku mengedarkan pandanganku ke dalam ruangan. Tak ada siapa-siapa. Di sana hanya ada tumpukan kardus yang belum sempat tertata. Lalu siapa yang menariknya? Aku menutup kembali pintu itu namun sia-sia pintu itu tetap ditarik dari belakang. Akhirnya aku menyerah, aku tak punya waktu lagi untuk bermain dengan mahluk lain itu. Aku mengendarai mobilku dengan amat kencang. Saat aku sampai di studio. Aku menceritakan kejadian aneh tadi kepada rekan-rekanku. Kamu tahu jawaban mereka apa? ‘Itu hanya halusinasi, Jiyeon-ah’. Jawaban yang tidak ingin aku dengar dari mereka. Lalu siapakah yang bisa percaya denganku? Aku tidak menyuruh mereka apa-apa. Aku tak menyuruh mereka meruntuhkan langit. Aku hanya ingin mereka percaya denganku. hanya itu yang ku mau. Tapi kenapa mereka tak mau melakukan hal itu? Aku mengerang sendirian. Lelehan air mata siap terjun ke pipiku. Aku segera menghapus air mataku. Takut jika ada orang yang melihatnya.
            Aku melanjutkan tangisku di dalam kamar setelah pulang dari studio. Satu-satunya orang yang dapat percaya dengan ceritaku adalah appa. Aku mengirim pesan kepadanya. Menceritakan kepadanya mengenai pengalaman aneh yang kulalui sampai aku tertidur lelap. Di dalam tidur aku bermimpi berada di kamar rumahku. Aku bangun sambil tersenyum puas. Merasakan kebahagian yang tak ternilai karena aku sudah sangat rindu dengan suasana rumah. Aku keluar dari kamarku. Menghampiri eomma yang sedang memotong-motong sayuran di depan dapur. Aku menyapa eomma dan siap untuk memeluknya.
“Eomma...” seruku mendekatinya.
Eomma-ku berdiri untuk menyambut pelukanku. Langkahku terhenti saat eomma berubah menjadi sosok yang lain. Tiba-tiba angin dingin melintas di telingaku. tepat pada samping kamar mandi pandanganku terhenti. Aku terdiam, sosok eomma kini berubah menjadi sosok wanita asing yang tengah berdiri di sana. Aku tak bisa berkutik lagi. Aku seolah sudah terhipnotis oleh rasa ketakutan. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Tubuhku terasa kaku untuk digerakkan. Jangankan untuk bergerak, untuk menarik nafas saja susah. Rasanya oksigen enggan untuk masuk ke rongga hidungku.
            Aku sekali lagi meyakinkan arah pandangku. Ku coba menekuk kaki sebelah kiri. Mengguncang-guncangkannya ke lantai. Kakiku bisa menyentuh lantai. Aku bisa merasakan dinginnya lantai itu. Aku memperkeras guncangan kakiku, kali ini aku merasakan kesakitan. Tidak!! Ini bukan mimpi, aku bisa merasakan kakiku sakit. Lalu jika ini bukan mimpi, di manakah aku sekarang ini? Aku melebarkan pandanganku sekali lagi. Aku melihat tempat ini tidak asing. Aku sekarang berada di depan kamar mandi dorm-ku. Sosok wanita di depanku masih berdiri di hadapanku. Kali ini aku bisa melihatnya secara sempurna. Hal yang dari dulu kutakutkan terjadi juga. Sosok itu terlihat jelas. Sepasang mata hitam pekat yang sebagian tertutup oleh rambut usang. Giginya memiliki taring yang tajam. Kuku-kuku jarinya sungguh runcing. Ia mengenakan baju putih yang sudah amat lusuh. Sepasang mata itu tetap menatapku tajam, seolah ingin menunjukkan bahwa dirinya ada.
            Tubuhku mendadak melemas. Aku ingin teriak. Namun, bagaimana caranya?? Aku sudah tak memiliki kekuatan lagi. Ingin berlari namun tubuhku seakan dipaku oleh rasa ketakutan. Sosok itu kini tengah menyipitkan kedua matanya. Ia menaikkan telunjuknya dan perlahan menempelkannya di depan bibirnya. Aku teringat SMS appa terakhir kali sebelum aku tidur.
“Sosok itu tidak akan mengganggumu selama kamu tidak mengganggunya. Tetaplah tenang meskipun kamu takut. Nantinya, kamu akan terbiasa dengan kehadirannya.”
Sosok itu berarti memberikan isyarat agar aku tetap tenang. Aku mengangguk pelan tanda setuju dengan amanat yang diberikan. Setelah melihat anggukanku, dia tersenyum dan melintas pergi. Aku hanya mendesah lega. Dengan secepat kilat aku melesat ke kamar Eunjung eonnie.
Sejak insiden itu aku sudah membiasakan diri untuk tenang melihat mahluk lain itu. Yang jelas ia akan menunjukkan wujudnya setelah pukul 8 malam. Sosok itu akan menampakkan dirinya di samping kamar mandi. Bermain sendiri dengan kondisi kaki kirinya yang bengkak. Terkadang ia berkunjung ke kamarku. Merangkak di langit-langit kamarku sembari membiarkan rambut panjangnya tergurai menyapu ruangan. Bermain dengan koper di sudut atas lemariku. Yahh. . aku sudah terbiasa dengan kehadirannya. Aku dapat memaklumi semua itu. Satu hal yang perlu digarisbawahi, aku mengalami semua ini dengan nyata bukan hanya sekedar halusinasi. Percayalah!!!
THE END

Gimana… serem gak serem gak?? Wah pasti gaje… hihi mian kalau belum bisa memuaskan readers… saya berharap cerita ini membuat takut para reader #plakkkk. Jangan lupa RCL :D

Selasa, 18 Maret 2014

Multikulturalisme dalam Film "Tanda Tanya"

Multikulturalisme Dalam Film Tanda Tanya by Dwi Tesna Andini

Makalah Kepemilikan Perusahaan

Kelompok Dua (Pengantar Bisnis) by Dwi Tesna Andini

Kepemilikan Perusahaan di Indonesia

Kepemilikan Perusahaan di Indonesia by Dwi Tesna Andini

It's Not You Part 1


It’s Not You




Author             : Dwi Tesna Andini
Tittle                : It's Not You
Lenght             : Chaptered
Rating             : PG-15
Genre              : Romantic, Comedy, Angst
Cast                : Chorong, Donghae, Krystal

Do Not Try to Take Out, Copy and Plagiat, jebal!!!!
Because I don't ever permit you
Please, respect me with keep RCL :D :D   
 
Park Chorong, mahasiswa tingkat atas di universitas ternama menancapkan kakinya di hamparan gedung mewah dan mengagumkan, berapa banyakkah uang yang dihabiskan untuk pembangunan ini. Bangga, perlu juga disandang oleh mahasiswa Seoul University. Tak sedikit pun mata luput dari universitas bergengsi itu. Gadis berambut panjang bewarna sedikit kepirangan itu sudah menduduki bangku di tengah. Matanya sekilas melihat ke samping dan bergumam ‘masih kosong’. Ia mengeluarkan buku dari tasnya dan terlarut dalam dunianya sendiri.
Ruangan yang tadinya sepi kini terlihat ramai akibat lalu lalang para mahasiswa yang akan meraup segudang ilmu, dengan penuh pengharapan dan cita-cita. Suara langkah kaki terdengar amat jelas memasuki ruangan yang serba putih itu. Dua pasang kekasih terengah-engah berlari memasuki ruang kelas, sembari keringat tak henti turun dari sekujur tubuhnya.
Mereka adalah pasangan sejoli yang amat serasi, mereka selalu menampilkan segala kelebihan mereka masing-masing. Banyak sekali orang yang iri melihat pasangan tersebut. Tak terkecuali Park Chorong, ia memang begitu kagum melihat sosok yang di samping tempat duduknya kini, namun laki-laki tersebut takkan mungkin menjadi miliknya karena kini ia telah menggandeng wanita yang begitu sempurna. Yachh,, dia telah menggandeng sosok yang bernama Jung Chorong. Memiliki dua nama yang sama di kelas yang sama dan mencintai orang yang sama pula, memang suatu hal yang sangat tidak mengenakkan. Namun, perbedaan di antara keduanya memang terlihat sangat jelas.
Jung Chorong atau lebih populer dipanggil Krystal, sangat begitu mempesona. penampilannya di mana pun dia berada selalu terlihat anggun, kulitnya terang, bermata agak belo, berhidung tajam, dengan bibir yang tak seorang lelaki sanggup melihat keindahan ukiran bibir itu. Ditambah lagi dengan otak encer yang dimilki sangat pantas memang ia menggandeng Donghae yang sama-sama memiliki kelebihan luar biasa. Namun Park Chorong yang satu ini berbeda, dari lahir orang kerap memanggilnya Chorong. Dari segi fisik Chorong memang berbeda dengan Krystal. Dia tidak secantik Krystal, penampilannya pun biasa saja, bisa dikategorikan berpenampilan seperti gadis tangguh. Hidungnya tak terlalu mancung akan tetapi karena tulang hidungnya yang kecil membuat bentuknya terasa pas. Matanya sipit seperti kebanyakan orang Korea, dan memiliki bibir tipis. Kalau dilihat secara jelas Chorong memang cantik, namun penampilannya yang membuat kecantikannya tertutup dalam. Chorong juga memiliki otak seencer Krystal, namun jaraknya sangat jauh jika dibandingkan dengan kesempurnaan yang dimiliki Krystal
“Apa kau sedang memperhatikan mereka,” suara itu berhasil mengembalikan tingkat kesadarannya Chorong. Bibirnya bergetar. Apa yang harus ia katakan kepada orang yang berada di dekatnya. Ia tidak boleh tahu jika dirinya menaruh hati kepada Donghae.
“Mmm,” hanya itu yang keluar dari mulutnya. Sial. Padahal ada banyak sekali tata bahasa yang bisa ditemukan dalam kamus besar bahasa Korea namun kenapa hanya itu yang sanggup dilontarkan untuk menyembunyikan situasi sebenarnya.
“Apa kau menyukai Donghae,” tiba-tiba ucapan yang tak diinginkannya terlontar juga dari mulut gadis itu.
“Naeun-ssi, aku sedang tidak ada nafsu untuk diajak bercanda.” Seolah tak terjadi apa-apa, Chorong menghadap lurus ke depan memperhatikan dosen yang sedang menyampaikan orasinya.
* * *
Hari yang sangat melelahkan untuk jiwa yang sepi, merasa sangat kesepian di tengah keramaian kota, akankah rasa sepi itu akan abadi bertahta di relung hatinya. Itulah yang dirasakan Chorong saat ini, ia begitu lelah menekan perasaannya karena harus memendam cinta terhadap teman sekelasnya, sampai sekarang tak ada seorang pun yang tahu perasaan itu, ia begitu pandai menutupi perasaannya. Dengan begitu tenangnya ia merebahkan kepalanya ke kasur, sambil bertanya-tanya apakah cinta yang dipendam pantas baginya. Ia memang sadar terhadap gadis yang digandeng Donghae sekarang. Akan sangat tidak mungkin jika ia bersaing dengan gadis sesempurna Krystal, mereka layaknya langit dengan bumi, api dengan air, kayu dengan abunya. Krystal yang dikenal pintar, berprestasi, cantik, kaya, memiliki sahabat yang begitu kompak, sosok itu semakin sempurna ketika ia bergandeng dengan pacar yang selevel dengannya. Sedangkan Chorong apa yang harus dibanggakan dari dirinya. Ia masih sangat lugu, kalem, agak tertutup, lebih-lebih dengan penampilan serba asalnya.
”Huuufffhhhh… memang bener-bener hari yang melelahkan” desis Chorong. “Akankah aku terus seperti ini? Spend my time to an eternity of loneliness?” dengusnya lagi. 
Di kelas persaingan antara Chorong, Krystal, dan Donghae begitu keras. Selisih nilai mereka hanya berbanding sedikit. Banyak dosen kagum terhadap perjuangan yang sungguh sangat kompak itu. Sedangkan teman-teman kelasnya sendiri menganggap mereka adalah pemain drama, yang mempunyai kisah tanpa titik. 
* * *
Kini… di ruangan yang didominasi putih itu begitu terlihat tenang dikarenakan mahasiswa sibuk mengerjakan tugas statistik. Hampir seluruhnya bermuka semarwut, ada yang bermuka merah bak udang goreng, satu lagi memasang bibir layaknya bibir tweety, ada lagi yang sampai mencret-mencret saking ketidakmampuannya untuk mengerjakan soal yang tertera di kertas itu. Namun, di sudut selatan terlihat sosok wajah tetap kalem sambil melantunkan sebuah kalimat yang amat begitu dalam, bukan seperti teman-temannya yang pada sibuk ngukir hapus angka-angka. Chorong memang dikenal jagonya statistik, tak heran jika ia dengan berani mengukir kata-kata, karena dengan tangkas ia sudah menyelesaikan semua tugasnya. 
19 Oktober 2013 
Kugoreskan tinta hitam di atas kertas putih bersih dengan penuh khidmat sebagai bukti bahwa aku benar-benar sudah memendam cinta yang teramat lama terhadap Donghae. Inikah yang dikatakan cinta? Darahku selalu mengalir deras dua kali lebih cepat ketika aku dihadapannya, melihat senyumnya melebihi indahnya ukiran monalisa membuat aku selalu merasa dibawa terbang oleh sayap-sayap burung. Salahkah aku mencintainya? Ataukah mungkin Tuhan yang salah karena telah menciptakan hati di dalam tubuh seorang Park Chorong? Namun aku percaya akan ada saat yang tepat di mana cinta itu akan datang dengan sendirinya. Love is never failed!
Tanpa disadari dua jam telah berlalu menandakan mata kuliah statistik sudah selesai, Chorong segera menutup bukunya, sampai akhirnya seorang menepuk bahunya! 
”Chorong-ah, aku boleh pinjam buku catatan statistikmu?” Pinta Naeun sambil menunjuk buku catatan statistik Chorong.
“Mmm,” Gumam Chorong, dengan niatan untuk menguji 
“Ayolah… aku hanya pinjam sebentar saja. Bolehkan?” celoteh Naeun memelas, membuat Chorong hanya bisa tersenyum melihat kecentilan sosok di depannya. Wajah Naeun berubah sumringah ketika melihat anggukan Chorong tanda menyutujui permintaannya. 
Aku memang sengaja meminjam catatanmu, agar otakku sebanding dengan otak encermu!” ucap Naeun, sambil mengambil buku catatan Chorong. Lalu ia berlari meninggalkan Chorong, mengerubungi teman-temannya. Tertawa cekikikan, entah siapa yang mereka bicarakan sehingga tawa mereka begitu lepas. 
Perasaan Chorong dari tadi tidak tenang, meskipun sekarang ia tengah ikut diskusi bahasa Inggris. Ia kini tak konsen lagi mengikuti alur diskusi, dibolak-baliknya kamus bahasa Inggrisnya yang sudah lapuk untuk menghindari rasa risaunya. Sambil berpikir keras, ia perlahan-lahan menuruni tangga hendak ke kelas. Rasa penasaran muncul kian membuatnya tersiksa.
Badannya terlonjak saat menyadari sesuatu. “Buku yang dipinjam Naeun….”
Panik, kaget, takut, cemas jadi satu, ketika menyadari jika curhatan yang ditulis di kelas tadi, kini berada di tangan Naeun.
Ini tidak boleh terjadi.” Chorong segera berlari menuju kelasnya, ia takut seandainya kertas curhatannya itu dibaca oleh teman sekelasnya. Apa yang terjadi jika kertas itu sampai dibaca oleh mereka.
Arggghhhh,Gumamnya kesal.
Dalam waktu lima menit Chorong sudah sampai di lorong menuju kelasnya. Dengan nafas yang masih terengah-engah ia menghampiri teman sekelasnya. Namun apa yang terjadi, teman-temannya memandang Chorong begitu aneh, sebal, benci, kaget, dan tak menyangka bahwa ternyata.
Chorong-ssi maksudmu apa dengan semua ini?ujar Krystal dengan suara meninggi sambil menunjukkan kertas yang dipegangya. Rasa marah terlihat jelas di matanya setelah melihat isi kertas yang ditulis Chorong, ia tak menyangka ternyata Chorong menelannya dari belakang.Damn,” lanjut Krystal melempar kertas itu ke wajah Chorong.
Ku pikir kau baik, ternyata dugaanku meleset. Kau menikamku dari belakang. Kau tak seharusnya pura-pura lugu di hadapan semua orang. Orang-orang sekarang sudah tahu sikap aslimu.” ujar Krystal lagi, mukanya merah memanas, matanya berkaca saking emosinya. 
Chorong mengepalkan kedua tangannya, ia tak mampu mengucapkan sepatah kata pun, emosinya meluap. Semarah itukah Krystal terhadap dirinya?
“Kau seharusnya tak perlu bersikap kekanak-kanakan seperti. Ingat aku hanya mencintai Donghae tapi aku tak pernah mencoba merebut Donghae darimu.” Setelah berkata demikian Chorong segera meninggalkan kedua orang itu.
“Chorong-ah apa yang sebenarnya terjadi sekarang ini. katakan padaku bahwa ini hanya sebuah mimpi. Pukullah aku, agar aku bisa memastikan bahwa sekarang ini aku berada di alam lain,” Desis Chorong.
Terbuai dalam kehampaan
Terlena dalam kesendirian
Dan tercelup dalam kesedihan
Kakiku menjauh dari kebahagiaan
Terhempas dari kedamaian
Dan kini terlempar dari kenyamanan
Bersamamu tinggal kenangan
Menggapaimu tinggal impian
Dan menjadi milikmu hanya sebuah khayalan
* * *
Krystal menginjak kertas yang masih terlentang di lantai kemudian meninggalkan Donghae sendirian. Donghae tak dapat berbuat apa-apa, ia yakin Krystal saat ini tidak mdapat diganggu, akhirnya ia memutuskan untuk memungut kertas tersebut dan menari tempat untuk menyendiri sambil merenungi isi curhatn Chorong. Bingung mau berbuat apa, takut salah, jika ia membela Krystal memang wajar karena Chorong menyukai dirinya, padahal sudah jelas-jelas kini ia sudah menjadi miliknya Krystal, tapi jika menyalahkan Chorong juga tidak adil karena setiap individu berhak untuk mencintai.
“Atau aku yang salah?? Karena telah tercipta berwajah tampan!” ujar Donghae sambil tersenyum sembari berusaha untuk menenangkan hatinya di tengah kegundahaan. 
* * *
“Gadis bodoh, kenapa kamu begitu ceroboh… seharusnya kamu menyimpan baik-baik benda hina itu, yaaa,” teriak Chorong saat berada di taman belakang kampus. Dia memukul-mukul kepalanya, menyadari kebodohannya.
“Apa kepalamu tidak sakit dipukul seperti itu,” suara terang lelaki itu mengagetkan Chorong.
“Apa kamu melihat semuanya?” tanya Chorong terhadap laki-laki yang kini duduk di sebelahnya. Kacau, bagaimana bisa ada yang menangkap basah kebodohan Chorong saat ini.
“Hanya orang buta yang tidak bisa melihatnya nona,” ucap laki-laki itu santai. Tak mau banyak berdebat Chorong mengangkat badannya hendak pergi. Belum sempat ia melangkahkan kakinya, pria di belakang menahan kepergiannya.
Bukan berarti Chorong tidak mau berbincang dengan pria yang menurutnya terlihat menarik, hanya saja dia cukup malu jika mengingat kebodohannya tadi.
“Kau tidak perlu malu dengan kejadian tadi. Aku pastikan tidak akan mengingatnya lagi.” Pria di belakang ini ternyata mengetahui isi dalam otak Chorong. Cerdas!
“Lalu untuk apa kau menahan tanganku. Kita sudah tidak ada urusan lagi kan,” ucap Chorong tetap pada posisi semula, membelakangi lawan bicaranya.
“Baiklah aku menyerah nona jutek. Aku hanya ingin tahu siapa namamu.” ujar pria itu kemudian.
“Namaku Chorong.” balas Chorong akhirnya. “Sekarang boleh aku pergi?” tanyanya dengan tak sabaran.
“Silahkan…” ujar pria itu dengan suara melemah. Padahal dia ingin sekali ditemani ngobrol oleh perempuan yang membelakanginya. Mungkin hatinya sedang kacau sehingga tak memiliki nafsu. Selang beberapa lama pria itu mengernyitkan alisnya saat menyadari Chorong masih terdiam pada posisinya.
“Bagaimana bisa aku pergi kalau kau masih menggenggam tanganku,” bentak Chorong. Sejak tadi memang pria itu masih memegang tangan dingin itu. Pria itu dengan spontan melepaskan pegangannya. “Baiklah.. hati-hati di jalan, jangan teriak lagi..”
“Apa???” tanya Chorong tak kalah kaget. Bukankah dia sudah berjanji untuk tidak mengungkit kejadian bodoh itu. Kini tatapan Chorong bertambah geram.
“Baiklah.. baiklah aku menyerah. Kalau begitu aku pergi dulu.. selamat tinggal nona jutek,” ucap pria itu sambil melambaikan tangannya. Dengan segera ia memperlebar langkahnya menjauhi Chorong. Takut jika sewaktu-waktu gadis itu memakannya hidup-hidup. Chorong pun begitu, ia segera meninggalkan tempat sebelumnya dengan perasaan sebal. Pria itu menghentikan langkahnya sejenak.
“Hey… aku lupa namaku Hyunseung..” teriak pria yang ternyata bernama Hyunseung itu.
“Aku tidak peduli..” ucap Chorong yang masih bisa-bisanya meladeni teriakan orang asing itu. Tanpa disadari Chorong tersenyum kecil dan merekatkan kembali jaket merah yang ia kenakan. Ia sampai lupa bagaimana cara orang tersenyum semenjak insiden yang memalukan itu. Chorong mendesah pelan “Sudahlah..”
To Be Continued