Minggu, 13 April 2014

It's Not You Part 2




Akhirnyaaa part 2 sudah ke publish... gimana yang part 1 nya seru gak. Jangan-jangan krik-krik hehee. mian-mian yang telah kecewa dengan ceritanya. haha apalagi pairingnya Donghae dan Chorong gak cocok ya(?) Tapi aku berharap dengan munculnya part 2 ini bisa memuaskan para readers...
Jangan lupa keep RCL ^_^ 

Author            : Dwi Tesna Andini
Tittle               : It’s Not You
Length            : Chaptered
Rating             : PG-15
Genre             : Romantic, Comedy, Angst
Cast                : Chorong, Donghae, Krystal

Bisakah Chorong memiliki kehidupan damai sejenak saja. Tak hanya di kampus yang membuat hatinya kalang kabut berkat semua tatapan sinisnya. Dunia juga diramaikan dengan keadaan di rumah. Ia memang tinggal dengan banyak manusia di sana. Paman Kim tinggal di rumah yang sederhana, ia memiliki 3 orang putra. Putra sulungnya Hoya bekerja sebagai wartawan, putra keduanya Myungsoo sedang wara wiri mencari pekerjaan tidak tetap sebagai potografer, sedangkan putra ketiganya, entah apa yang membuat bibi Kim ingin menambah anak lagi. Yang jelas sekarang ini bocah itulah yang menganggu kedamaian tidur Chorong. Kalau bukan karena ia telah berthutang terhadap paman Kim, dapat dipastikan Chorong telah menempelkan sandal ke muka anak yang sudah berhasil membuat amarahnya membludak.
Dengan perlahan Chorong menggeser tangan Woram ke udara. Ia segera merapikan buku-bukunya. Anak itu tiba-tiba menangis saat aktivitasnya diganggu. Sial!! Bukannya Chorong sudah berusaha selembut mungkin memindahkan tangan Woram agar tidak bereaksi yang aneh-aneh. Chorong segera mengangkat tubuh anak itu, jangan sampai bibi Kim tahu kalau saat ini anaknya menangis. Eitss tunggu dulu, kenapa celananya basah. Fiuh, bau pisang goreng. Bukan itu terlalu harum, ini bau. Astaga anak ini buang air besar di celana.
“Ya… bisakah aku tidak mendengar anak itu menangis hanya karena ulahmu.” Itu pasti suara bibi Kim, ternyata ia menyadari anaknya menangis. Selalu Chorong lah yang akan disalahkan jika anak itu sedang menangis. Keterlaluan! Memang kenyatannya Chorong hanya sebagai penumpang di rumah ini tapi bukan berarti ia disuruh menjadi baby sister anak dungu ini.
“Woram tadi menangis karena buang air di celana.” Kilah Chorong membela diri. Kalau tidak begitu maka, bibi Kim akan terus menceramahinya hingga 400 halaman jika dibukukan. 
* * *
Langkah kaki Chorong terlihat ragu seakan memasuki kelas. Sudah seminggu semenjak insiden itu ia tak berani banyak bicara. Ia tak sanggup lagi melihat tatapan ejekan dari teman kelasnya. Terlebih tatapan sadis Krystal. Bernarkah dia membenci Chorong? Sebenarnya Krystal hanya belum bisa percaya dengan perasaan Chorong. Pandai sekali ia menyimpan rasa itu, padahal mereka sudah berteman sejak semester pertama. Sebentar lagi mereka akan lulus. Lalu kenapa sekarang baru terbongkar? Krystal yakin, Donghae tidak mungkin melihat Chorong sebagai sosok wanita, ia memastikan Donghae hanya akan melihat dirinya.
“Sayang..” panggil Donghae sambil melambaikan tangannya tepat di wajah Krystal. Kekasihnya ini sedari tadi melamun. Hampir satu jam mereka duduk di kantin. Tapi belum ada perbincangan sedikit pun. Donghae sibuk mengotak-atik dokumen yang diserahkan oleh ibunya semalam. Sedangkan Krystal sibuk dengan dunianya sendiri.
Hening, suasana itulah yang patut digambarkan saat ini. Krystal sampai tidak sadar jika es krimnya sudah meleleh dari tadi. Pikirannya masih tertuju pada penawaran ayahnya semalam. Pesan ayahnya masih terngiang sampai saat ini. bagaimana jika Donghae tahu tentang pesan ayahnya. Marahkah dia? Krystal harus bisa menjelaskan semua ini kepadanya.
“Donghae…” panggil Krystal pelan. Jika tidak diperhatikan mungkin suaranya sudah dihapuskan oleh udara. Ia sampai lupa bagaimana memasukkan oksigen ke rongga hidungnya.
“Hemm,” jawab Donghae seadanya. Ternyata ia mendengar panggilan dari Krystal. Donghae tak merubah posisinya, ia tetap fokus terhadap berkas-berkas di atas meja. Melihat semua itu semakin membuat Krystal ragu untuk melanjutkan pengakuannya.
Karena penasaran Donghae beralih memandang Krystal. “Bukankah kau tadi memanggil aku?” tanya Donghae penasaran.
“Ak.. aku.. ahh tidak apa-apa lupakan,” bantah Krystal. Ia tak ingin pekerjaan Donghae terganggu olehnya. Lalu kapan waktu yang tetap untuk mengungkapkan ini semua.
“Aku tahu, kamu akan mengungkapkan sesuatu yang penting. Ungkapkanlah,” ucap Donghae bijak. Ia sepertinya bisa membaca apa yang dipikirkan oleh kekasihnya. Selama tiga tahun menjalin kasih bukanlah waktu yang singkat. Jadi Donghae sudah paham betul dengan wanita yang di depannya kini.
Merasa terpojok, Krystal mulai memikirkan kata-kata yang tepat untuk mengungkapkannya. “Sebenarnya aku hanya ingin memastikan apakah kamu memiliki rasa terhadap Chorong?” Akhirnya Krystal memiliki cara lain untuk mengalihkan topik. Ia rasa ini bukan waktu yang tepat untuk mengungkapkannya.
Donghae tertawa kecil mendengar pertanyaan kekasihnya. Pria itu kemudian melepas berkas yang ada di tangannya, dan fokus menatap kekasihnya. “Mana mungkin aku berpaling darimu sayang.”
“Lalu bagaimana dengan tulisan itu?” tanya Krystal sedikit memancing. Ia melanjutkan makan es krimnya yang sudah meleleh.
Donghae terkekeh lagi. “Dirimu tak mungkin tergeser dari hatiku, apalagi hanya gara-gara coretan bodoh itu,” tegasnya.
“Kamu yakin, bukannya dia juga gadis yang cukup menarik?” pancing Krystal lagi.
“Untuk sekarang ini tidak ada yang bisa mengusik dirimu di hatiku.”
“Bagaimana jika suatu saat nanti kamu tertarik dengannya.” Apa yang diinginkan Krystal. Apa ia sengaja ingin menguji cinta Donghae, apakah 3 tahun lamanya tidak cukup untuk membuktikan kasih sayang Donghae terhadap dirinya.
“Rahasia ilahi,” jawab Donghae sekedarnya. Ia mungkin gerah mendengar pertanyaan Krystal. Haruskah Donghae harus merangkai sebuah puisi agar Krystal tidak bertanya-tanya lagi dengan perasaannya.
“Jadi kamu mulai tertarik dengannya?” tanya Krystal sedih. Seharusnya ia tak menanyakan hal itu. Toh ujung-ujungnya dirinya juga yang akan tersakiti.
“Dengar ya sayang,” ungkap Donghae sambil memegang pipi Krystal dengan kedua tangannya. Membuat bibir Krystal mengerucut ke depan. “Kalau aku tertarik kepadanya. Kenapa tidak dari dulu aku mendekatinya? Mataku ini hanya melihatmu. Sejak pertama berstatus menjadi mahasiswa. kamulah orang pertama yang kulihat sampai kapan pun. Aku hanya menyukaimu Jung Chorong bukan Park Chorong.”
Deg jantung Krystal sudah tak bisa berdetak dengan normal. Ia merasa tubuhnya terbang ke udara. Seakan ia adalah penguasa dunia ini. blash on yang tadinya memudar kini mungkin akan terlihat lebih mencolok setelah mendengar ungkapan Donghae. “Ya jangan panggil aku dengan nama Korea. Geli sekali,” protes Krystal. Berusaha untuk menurunkan kadar pikiran dari khayalan konyolnya. Jujur Krystal memang tidak suka jika orang lain menyebut nama Koreanya. Ditambah lagi namanya mirip dengan orang yang ingin merebut kekasihnya. Bukan merebut tepatnya, hanya sekedar mencintai. Tak dapat dipungkiri bahwa Donghae adalah pria tampan jadi tak heran banyak gadis yang menaruh hati padanya.
“Sepertinya mulutmu kotor, akan kubersihkan,” ungkap Donghae yang kemudian menyapu bersih mulut Krystal dengan bibirnya.
* * *
Mungkin dengan teman sekelas Chorong. Tapi akan lebih berat lagi jika ia berhadapan dengan sosok yang di depannya kini. Chorong sudah berusaha sebisa mungkin menghindar dari sosok mengerikan ini. Chorongp harinya ia sengaja menjadi orang terakhir yang memasuki kelas dan menjadi orang pertama yang meninggalkan kelas. Hal itu sengaja untuk menghindari tatapan sinis teman-temannya dan juga menghindari sosok yang satu ini.
“Bukankah kita sudah biasa bertemu, tapi kenapa sekarang ini kamu begitu gugup,” ucap Donghae menahan Chorong untuk keluar kelas. Donghae sengaja menahan Chorong di ambang pintu agar dia tidak menghindar lagi. Ia ingin meluruskan kejanggalan yang terjadi akhir-akhir ini.
“Hmmm begitu,” tanggap Chorong dengan senyum yang dipaksakan. Jujur saat ini ia begitu gugup. Ia meremas tangan dinginnya untuk mengurangi rasa gugupnya.
“Bisakah kita bicara sebentar?” tawar Donghae.
Donghae mengajak Chorong berbicara. Apakah Chorong tidak salah dengar, ini bukan mimpi kan. Well, Donghae hanya mengajaknya ngobrol bukan kencan. Jadi berhentilah bermimpi. Bukannya malah menjawab tawaran Donghae, Chorong malah sibuk menyapu matanya ke dalam kelas. Setelah dipastikan yang dicari tidak ada, ia kemudian meninggikan badannya untuk melihat keluar kelas. Pencariannya nihil.
“Krystal hari ini tidak masuk kuliah. Katanya dia ada urusan dengan ayahnya. Jadi kamu tidak usah khawatir.” Cerdas!! Memang dari tadi yang dicari adalah sosok Krystal. Takutnya perang dunia ketiga akan dilanjutkan jika sampai ia melihat mereka berdua.
“Baiklah,” jawab Chorong. Ia hanya mengikuti Donghae dari belakang. Chorong memegangi detak jantungnya. Agak sedikit meletup-letup, dia berharap saat mereka nanti beradu mulut tak membuatnya gugup.
“Aku tidak akan mengintrogasi kamu macam-macam jadi santai sajalah,” ucap Donghae saat keduanya telah duduk di taman belakang kampus.
“Aku tidak senaif yang kamu kira Donghae,” balas Chorong kesal. Dia harus bisa bermuka tebal di hadapan orang. Jika tidak begitu, ia hanya menjadi gadis yang menyedihkan. Bukankah selama ini dia berpijak di atas keprihatinan. Jadi tidak ada salahnya bermuka tebal toh masalah yang di hadapi tak hanya ini.
“Oke-oke aku mungkin terlalu memperhatikan perasaanmu?” Apa Donghae berkata apa. Bisakah ia mengulanginya lagi, supaya Chorong bisa melebarkan lubang kupingnya.
“Sudahlah Donghae kamu tidak usah berliku-liku untuk menyampaikan sesuatu yang sebenarnya aku sudah lupakan.” Sudah dibilang Chorong itu bermuka tebal. Segugup-gugupnya dia, jika itu menyangkut harga diri maka ia sanggup buang jauh-jauh perasaan yang tidak menguntungkan itu.
“Kamu memang cerdas Chorong. Yahh aku kesini hanya ingin mengungkapkan itu. Anggap saja aku tidak pernah tahu tulisanmu.”
“Bahkan sebelum kamu ucapkan itu aku sudah melupakannya,” sela Chorong segera.
“Haha baguslah. Lalu kenapa kamu menghindar seakan aku mau memakanmu.”
“Aku hanya tidak ingin tubuhmu sebagai bahan amukan kekasihmu,” gertak Chorong.
“Kekasihku tidak akan sebodoh itu. Jung Chorong tak mungkin cemburu dengan Park Chorong,” tatap Donghae tajam.
“Aku harap begitu. Semoga dikemudian hari harapanmu bisa sama.” Kali ini Chorong memang berkata keterlaluan. Mampukah dia menyaingi pesona Krystal. Krystal tentu sudah maju puluhan langkah darinya dalam mendapatkan cinta Donghae. Ini mungkin efek kebanyakan nonton telenovela semata.
“Aku jamin itu,” jawab Donghae mantap.
“Jika suatu waktu kau malah jatuh kepadaku?” tatapan sinis itu makin terlihat dari mata Chorong. Inilah saatnya untuk mengangkat harga diri tinggi-tinggi. Meskipun ia tahu nantinya akan jatuh ke lubang yang lebih dalam.
“Kamu jangan terlalu banyak berkhayal. Krystal adalah gadis yang sempurna tak sepadan jika kau bermimpi dapat menyainginya.” Tujuan Donghae ke sini untuk mencairkan suasana, bukan untuk mengajak berperang. Perkataan Donghae memang keterlaluan namun perkataannya tak mungkin terlontar jika bukan perempuan ini yang memulainya.
“Lihat saja aku akan membuat kamu bertekuk lutut di hadapanku!” Ancam Chorong. Dasar wanita gila. Berkata asal saja tanpa menggunakan logika. Jadi ragu dengan nilai cemerlangnya selama kuliah.
“Haha apakah kamu sedang bercanda?” ejek Donghae. Ia masih tidak percaya dengan tingkat kepercayaan diri Chorong. Hampir 4 tahun menjadi teman sekelasnya ia baru menyadari sifat Chorong tidak senaif yang dibayangkan. Donghae jadi merasa menyesal telah mengajaknya ngobrol.
“Ingat ya Chorong. Sudah cukup kamu berkhayal. Memang apa yang bisa kamu andalkan untuk menaklukanku. Kamu bahkan tidak akan mungkin menginjakkan kaki ke sini tanpa bantuan orang lain. Bahkan kamu tidak menarik sama sekali. Kalau kamu ingin bermimpi, maka tidurlah dulu. Selamat bermimpi mancung!” Donghae mengangkat tubuhnya. Tanpa banyak berkata ia melangkahkan kakinya meninggalkan Chorong.
“Kamu tidak lupa kan dengan istilah roda pasti berputar,” teriak Chorong. Ia sengaja menghadang langkah Donghae. Perlu diketahui ia adalah mahluk berkepala batu yang akan pernah mau kalah dalam sebuah perdebatan.
“Mungkin kamu sekarang berada di atas awan. Percayalah suatu saat rodamu akan berputar ke bagian paling bawah.” Chorong memutar telunjuknya ke bawah. Tak lupa ia juga melemparkan tatapan merendahkannya.
“Sudah cukup pertemuan kita kali ini. aku mau melanjutkan tidurku, semoga kamu tidak menghantui mimpiku. Selamat tinggal!” pamit Chorong sambil mengoyangkan hidung Donghae dengan telunjuknya.
To Be Continued


Memotivasi dan Memipin Karyawan

Memotivasi dan Memimpin Karyawan by Dwi Tesna Andini

Proposal Pengembangan Usaha Rumah Makan

Proposal Rumah Makan by Dwi Tesna Andini

Proposal Budidaya Jamur Tiram

Proposal Jamur Tiram by Dwi Tesna Andini

Mengelola Sumber Daya Manusia dan Hubungan Tenaga Kerja

Mengelola Sumber Daya Manusia dan Hubungan Tenaga Kerja by Dwi Tesna Andini

Market Forces + Indo Translete

Market Forces + Indo Translete by Dwi Tesna Andini