Selasa, 05 Maret 2013

7 Years Passed By




Hawa dingin mulai menyerang seluruh tubuhku. Ku ambil sebuah syal pemberian Oemma sebelum berangkat ke Amerika, benda tersebut cukup hangat menghangati leherku. Namun entah mengapa di malam yang sedingin itu hatiku masih terasa terbakar oleh api amarah atas takdir yang kujalani. Ternyata Amerika yang selalu kubanggakan semasa aku duduk di bangku sekolahan tidak sesuai dengan kenyataan. Dengan jerih payahku akhirnya aku berhasil mendapatkan beasiswa untuk sekedar menyicip keindahan Negara adi kuasa ini. Sungguh keras hidup di sini, mereka sama sekali tidak punya keprimanusiaan yang dipikirkan hanya profit, profit dan profit sampai masuk kuburan pun mereka akan membahas profit. Ya sudahlah aku tak mau membahas kekejaman dunia bisa bikin aku mati konyol kalau mikirin atakana. Tiba-tiba saja aku kepikiran sosok Oemma gimana yah kabar beliau sekarang apakah sehatkah, apakah uban di kepalanya makin banyak. Kalau Oemma tau aku masih berkeliaran di luar sendirian di kegelapan malam pasti beliau bakal nyuruh aku pulang sambil ngomel-ngomel.
Ku coba mendongak ke atas melihat jutaan bintang di langit, terlihat banyak bintang yang begitu terang di langit namun di tengah bintang-bintang bersinar ada satu bintang yang begitu redup seakan hilang ditelan awan, mungkin itulah diriku, aku yang senyumku akan selalu redup digerogoti oleh laki-laki biadab itu. Ponsel ku berbunyi ternyata dia panjang umur juga, aku ankgat dengan suara angkuh dan membuka percakapan.
“Ada apa?” Tanya ku dengan suara malas-malasan,
“Tida,k aku hanya ingin bilang kalau aku mau menikah minggu depan mohon doa restunya? Aku berharap kamu bisa memaafkan semua kesalahanku,” jawabnya entah itu nada bahagia atau tidak aku tidak tahu yang jelas dalam pikiranku dia memang orang yang benar-benar sangat bejat.
Aku mengingat kembali masa 8 tahun yang lalu saat aku dan lelaki biadab yang bernama Yong Hwa pertama kali bertemu, dulu kami masih berada di bangku kelas satu SMA. Disitu kami sudah mulai menjalin hubungan atakan. Begitu manis memang bahkan sampai kami menjadi mahasiswa kami tetap langgeng. Sudah 7 tahun kami berpacaran kami sudah mengetahui kekurangan satu sama lain bahkan keluarga juga sudah ataka lampu hijau buat kami.
Dia orangnya sangat baik dan atakana dia akan memiliki banyak cara untuk menghiburku ketika aku sedang suntuk dan dia juga memiliki seribu cara supaya tidak bosan untuk mendengar curhatanku yang panjang dan membosankan. Dia tipikal orang yang atakana ketika kami berantem hebat, malam harinya dia akan mengirim bunga sebagai tanda permintaan maaf meskipun terkadang dia tidak salah. Satu hal yang tak pernah aku lupakan adalah ketika dia membuat komik foto yang berkisah tentang perjalanan cinta kami berdua. Komik itu diberikan saat kami telah lulus SMA. Sayang sekali kami harus terpisah karena aku harus melanjutkan studiku di Seoul sedangkan kedua orang tua Yong Hwa menyuruhnya untuk tetap kuliah di Busan.
Hmmm sedih rasanya harus berpisah dengannya sampai-sampai dua bulan berada di luar kota aku tak menikmati kenikmatan sebagai anak kuliahan jauh dari keluarga, jauh dari pacar. Jarak kami memang jauh namun itu tak membuat cinta kami pupus kami tetap saling berhubungan. Adanya HP merupakan salah satu atakanave untuk melepas rasa rindu terlebih lagi sekarang adanya internet kami bakal bela-belain ke warnet hanya sekedar untuk bertegur sapa.
Liburan kuliah memang hari yang kutunggu-tunggu karena pada hari itulah aku akan berjumpa kembali dengan sang pujaan hati. Seminggu sebelum pulang rasanya lamaaaa sekali. Sudah tak sabar pengen cepat-cepat enyah dari peradaban. Untungnya saja aku memiliki pacar yang super duper perhatian, jadi terkadang dia bela-belain untuk datang ke tempatku. Alasannya sih untuk mengecek apakah aku baik-baik saja padahal sebenernya dia pasti lagi rindu.
Lulus kuliah aku langsung pulang ke Busan, hari itu memang hari yang sangat dinanti-nanti setelah menuggu selama 4 tahun. Aku dan Yong Hwa memutuskan untuk mengikat hubungan kami dengan bertunangan. Momen itu memang saat yang sungguh membahagiakan soalnya Yong Hwa dengan bijaknya berjanji kepada seluruh keluarganya serta keluargaku untuk selalu menjagaku dan tetap mencintaiku. Dia memang laki-laki yang patut untuk menjadi pemimpin.
Awalnya kami ingin langsung menikah namun Yong Hwa belum mendapatkan pekerjaan dan aku juga harus melanjutkan studiku ke luar negeri untuk itu kami terpaksa menunda momen yang membahagiakan itu.
Aku kembali ke Seoul untuk mengurus beasiswaku, selama menunggu hasil pengumumannya sementara itu aku menghabiskan tenaga ku untuk terus bekerja. Pagi harinya aku bekerja sebagai atakana di kampus ku yang dulu, malam harinya aku menyempatkan diri sebagai penjaga warnet dan penyiar radio. Waktuku tersita banyak untuk bekerja terkadang bahkan aku tak sempat untuk mengangkat telepon dari Yong Hwa. Untung saja dia sangat pengertian, dia selalu paham akan keadaanku sekarang. Dia akan terus menasehati ku agar jangan terlalu capek dan tetap selalu merindukan dia. Aduhh aku merasa sangat bersalah namun inilah pilihan hidup. Kadang kita tidak tahu apa sebenarnya yang dikatakan hidup, itu semua masih misteri yang harus kita jalani.
Lima bulan sudah aku menunggu takdirku akhirnya paper yang kubuat telah di acc dan sekarang aku berhak mendapat beasiswa ke Amerika. Air mata bergelingan saking bahagianya, aku buru-buru menelpon Oemma. Aku yakin dari nada suara beliau aku sudah bisa menebak kalau beliau bangga terhadapku namun kata bangga tak kan pernah terlontar untukku. Aku memperingatkan Oemma agar beliau tidak memberitahukan ini kepada Yong Hwa maupun keluarganya. Aku sengaja tidak memberitahukan kabar gembira ini karena aku ingin memberikan kejutan kepadanya.
Dua minggu lagi dia ulang tahun aku ingin pada momen itulah aku akan memberitahunya, hmmm pasti dia bakal bahagia dan bangga memiliki calon istri sepertiku. 2 hari sebelum ulang tahunnya aku pulang ke Busan tanpa sepengetahuannya. Aku sudah memiliki rencana yang matang untuk merayakan ulang tahunnya.
Hari ulang tahun itu pun tiba, aku bukanlah orang pertama yang mengucapkan selamat untuknya karena itu merupakan bagian atakana yang kubuat. Malam harinya tepat pukul jam 11 malam  aku, Oemma, beserta teman-teman SMA ku tiba di apartemen Yong Hwa. Seluruh ruang kamar terlihat sudah padam hanya ada beberapa orang yang masih berbincang di depan kamarnya. Untung saja Yong Hwa sudah tidur, mungkin terlalu lelah sehabis merayakan ulang tahun dengan teman-temannya. Aku kemudian membuka pintu Yong Hwa dengan kode kamarnya. Kode itu adalah tanggal di mana kami resmi menjadi sepasang kekasih. Dan dia berjanji tidak akan merubah kode tersebut. Hanya kami berdua yang tahu kode rahasia itu, bahkan orangtuanya sekali pun tidak ia beritahukan. Dia sengaja memberitahukan kode tersebut agar sewaktu-waktu aku dapat main ke tempatnya.
Hatiku tidak karuan dan agak gemetaran, aku mendengar beberapa teman-temanku cekikikan melihat tingkahku. Kami pun masuk ke kamarnya, ruangan itu gelap tanpa cahaya. Kami serentak mengucapkan
“happy birthday to you”
sembari menyalakan lampunya. Saat itu juga mulutku terkunci tak ada suara, seluruh ragaku tak sanggup bergerak mataku tetap atak pada apa yang kulihat di depanku. Aku tak bisa percaya terhadap apa yang kulihat saat ini. Melihat dua sosok berlainan jenis setengah telanjang dan melakukan sesuatu yang sungguh tidak etis.
“Mereka manusia yang tak berotak mereka sama-sama biadab,” kata-kata itu tak bisa ku keluarkan. Jangankan untuk berbicara hanya sekedar mengeluarkan amarah dengan menggigit gigiku saja tak bisa kulakukan. Aku hanya terkulai lemas tak berdaya aku tak menyangka tega-teganya ia menghianati cintaku selama tujuh tahun ini, kami berhubungan bukan setahun ataupun dua tahun. Cinta yang tulus yang pernah kami bina selama 7 tahun kini lenyap dengan sekejap.
Aku masih tak percaya terhadap apa yang ada di hadapanku. Aku kembali memperhatikan sosok di depanku, tak mungkin salah lagi dia memang laki-laki yang kucintai selama tujuh tahun itu. Ragaku tak mampu bergerak namun jiwaku masih normal aku mampu mendengar kata-kata yang terlontar namun aku tak bisa mencerna apa yang mereka atakana aku tak berdaya.
*****
Aku mulai sadar saat Oemma menyuruhku meneguk segelas air. Rasa sedih masih terasa sesak di dada. Oemma segera mengantarkanku ke kamar mataku memang kering tanpa air mata tapi mengapa hatiku yang menangis. Itulah yang membuatku sesak Oemma dengan bijaknya menyuruhku untuk menangis namun itu tak bisa kulakukan, aku hanya tetap duduk mematung. Oemma pun pergi meninggalkanku. Oemma pasti menangis melihat keadaanku, aku sebenarnya kasihan sama Oemma dan Appa mereka pasti geram terhadap Yong Hwa semoga ini air mata terakhir untuk laki-laki yang biadab itu aku memutuskan untuk menangis.
“Sudah berapa lama kamu berhubungan dengan wanita itu,” ujarku saat Yong Hwa memelas permintaan maaf dariku.
Kuacuhkan semua permintaan maafnya, yang terpikirkan di otakku untuk sosok yang kini berada di hadapanku adalah lelaki biadab. Ia perlahan mencoba menggenggam tanganku namun aku menolak dengan kasar.
“Lepaskan aku, jangan coba-coba menyentuh aku. Sekarang aku bukan Shin Hye yang seenaknya kau jadikan boneka. Jawab pertanyaanku sudah berapa lama kau berhubungan dengan wanita itu?”
Amarahku semakin membeludak namun di samping itu air mataku tak kunjung kering bahkan terus mengalir dengan derasnya.
“Biarkan aku jelaskan semua ini. Aku sungguh menyesal dengan kekhilafanku,” ujarnya sembari membungkukan tubuhnya. Semakin ku melihatnya semakin jijik pula aku terhadapnya.
“Sebegitu beratkah kau menjawab pertanyaanku, berapa lama kau berhubungan dengan wanita itu?”
“6 bulan yang lalu, tapi biar aku jelaskan mengapa aku menjadi seperti demikian”
Degggg jantungku berdetak 3 kali lebih cepat, darahku mengalir deras bak air sungai mengalir. Otakku tak bisa berpikir sehat, hatiku terasa hancur remuk mendengar jawaban darinya. Sudah 6 bulan ia berhubungan dengan perempuan itu. Apakah aku begitu hinanya sehingga ia sampai hati menghianati cinta suci yang telah kami bina selama 7 tahun dan bahkan status kami sekarang sudah bertunangan. Aku hanya bisa diam, semakin aku meluapkan emosiku semakin pula air mataku tak bisa dibendung. Aku tak mau melihat ia tertawa melihat penderitaanku, dasar laki-laki bajingan.
“Aku mohon aku akan menjelaskan semuanya, so please biarkan aku bicara” lanjutnya kembali.
“Jangan kau melanjutkan kata-katamu lagi aku sudah tahu apa yang kau pikirkan, I know what are you saying so please stop explaining about anything it can hurts me, please don’t be like this. Aku sudah muak dengan kamu sudahlah akhiri saja semuanya, sekarang kita sudah berada di dunia yang berbeda. Kamu hidup-hiduplah dengan wanita yang kau tiduri semalam dan aku akan pergi jauh, sejauh mungkin agar kamu puas tidak diganggu lagi olehku.”
Aku berhenti sejenak mengambil nafas perlahan, air liur terasa pahit namun aku tidak boleh lemah aku harus menjadi wanita tegar.
“Dua hari lagi aku akan melanjutkan studiku ke Amerika jadi jangan pernah kamu muncul di hadapanku, jangan khawatirkan aku percayalah aku akan baik-baik saja.”
Aku pun menjabat tangannya, kini tangan itu begitu asing bagiku. Ia berusaha menarik tubuhku ke pangkuannya namun aku berhasil menopang tubuhku yang mungil ini.
“Cepat enyah dari hadapanku. Aku akan terus berdo’a semoga orang yang aku cintai bisa hidup dengan orang yang dicintainya, pergilah. . .”
Aku mengusir dia dengan paksa entah dari mana tenagaku sehingga aku mampu mendorong badannya yang tegap. Aku segera menutup pintu dengan keras. Kuabaikan semua teriakannya aku sudah tidak peduli lagi dengannya. Cukup sudah aku dihianati orang, aku sudah capek, aku ingin memulai hidup baru yang di mana aku bisa bernafas dengan lega tanpa ada bayangan Yong Hwa. Kakiku lunglai untuk berjalan, mataku seakan terhipnotis oleh air mata, aku tak bisa berbuat apa-apa lagi.
Aku tersadar saat Oemma membangunkanku, ternyata aku tertidur di depan pintu. Kutengok keluar jendela ternyata Yong Hwa masih tetap berdiri tegak di hadapan pintu. Aku rasa perbuatannya sia-sia. Perbuatannya itu tidak akan bisa meluluhkan hatiku untuk sekarang ini. Aku biarkan Yong Hwa tetap mematung di depan pintu, tak akan ada rasa kasihan untuk lelaki sebejat itu.
Aku tak pernah melihat sosok Yong Hwa lagi semenjak saat itu sampai saat di mana aku duduk menderita di depan patung liberty.
“Yong Hwa-ah perlu kamu tahu aku tu masih sayang sama kamu, aku masih berada di jalan yang sama di mana hati ini akan selamanya mencintaimu. Kamu tahu sudah berapa liter air mata jatuh hanya karenamu, tahukah kamu betapa sakit hati ini melihat kamu dengan perempuan lain. Kuakui ini memang kesalahanku karena kau tidak bisa mencintaiku secara utuh. ini semua memang kesalahanku karena terlalu mencintaimu lebih dari cintamu kepadaku. Aku tidak bisa membuatmu mencintaku seperti yang aku inginkan. Aku memang wanita bodoh yang masih mengharapkan cinta darimu. menunggu kedatangan cintamu, menyesal karena telah membiarkanmu bersama perempuan lain. Maafkan aku karena aku tak bisa berhenti mencintaimu.”
Semua penat kulontarkan sambil sesenggukan, aku sudah tak bisa bicara lagi nafasku terasa pendek, namun aku tetap berusaha melanjutkan perkataanku. Aku sudah tidak peduli lagi dengan orang disekitarku
“Aku bosan dengan hidup ini, aku sudah muak dengan jalan hidup ini, aku tak mau terbelenggu oleh cinta, aku bosan hidup” teriakku.
Aku mendegar suara teguran dari samping ku namun aku tak peduli aku menampik semua sapaannya.
“Aku bosan hidup,” teriakku dengan suara melemah namun berulang kali terucap.
Aku berhenti sampai seseorang menepuk bahuku. Ku menoreh ke samping ternyata ada seorang pria yang sedari tadi memperthatikan tingkahku yang konyol. Pria itu tidak selayaknya seperti orang bule kebanyakan. Memiliki badan yang proporsional dan tegap, memiliki hidung runcing, rambut hitam, dan kulit putih. Sepertinya ada campuran darah Asia di dirinya.
“Ada apa denganmu nona, apakah ada masalah,” tanya dia dengan nada keheranan
“Aku tidak apa-apa tuan,” jawabku sambil berjalan menuju tempat penjualan es krim
“Es krim memang cocok untuk Anda saat ini, paling tidak bisa mengurangi stress,” ujarnya sambil terus mengikutiku
“Kenapa Tuan mengikuti saya,” ujarku ketika hendak berjalan menuju patung liberty.
Melihat orang asing di Negara asing memberi kesan mengerikan bagiku, namun aku berusaha untuk berpikir terbuka dan tidak semua orang asing berkelakuan bejat. Aku merasa tidak takut dengan orang yang berada di belakangku. Kurasa dia orang baik-baik, yahh setidaknya tingkahnya lebih baik dari pada Yong Hwa.
“Hey Nona buat apa Anda di sana?” tanyanya saat melihatku berdiri mematung di depan patung liberty.
“Tuan. . . bisakah Anda mengambil foto saya di depan patung ini. Tampilannya seluruh badan agar posenya persis seperti patung di belakang saya?” perintahku terhadap Mr. Asing itu.
Aku berpose layaknya seperti patung liberty yang sedang memegang es krim. Mr. Asing itu mengambil gambarku sampai 5 kali, hal itu membuatku cukup puas dengan hasil fotonya.
Di saat kesenanganku melihat hasil foto-foto itu. Aku kembali mengingat masa-masa silam, saat Yong Hwa memberikan foto komik tentang perjalan cinta kami. Bayangan Yong Hwa hinggap dipikiranku, membuat hatiku remuk kembali. Tetesan air mata terus mengalir di pipiku.
“Aku sudah bosan dengan hidup ini, aku muak hidup di tengah bayangan laki-laki busuk itu, AKU BOSAN HIDUP”
“Nona maksudmu apa saya tidak mengerti apa yang Anda bicarakan dari tadi?” Tanyanya heran.
Yahhh dia memang tidak mengerti karena kulontarkan dengan bahasaku sendiri. Aku melangkahkan kaki menuju tempat duduk di sekitar taman, aku tak menggubris pertanyaan Mr. Asing itu. Aku hanya diam sambil menyeka air mataku. Sapu tangan berwarna biru polkadot disodorkan olehnya. Tanpa basi-basi aku segera meraih sapu tangan bewarna biru dan menyeka air mataku.
“Mungkin untuk saat ini Anda tidak ingin mencurahkan perasaan Anda, terlebih saya adalah orang asing bagi nona,” ujarnya ingin membuka percakapan kembali.
Bagaimana pun ia memang orang baik tapi saat ini aku tidak punya nafsu sedikit pun untuk bercakap dengan orang lain. 30 menit lamanya kami terdiam tanpa kata, sadar dengan keadaanku sekarang aku pun pamit pulang. Perasaanku datar sampai aku terlelap di tempat tidur untuk mempersiapkan hidup lebih berat lagi pada hari esok.
Aku mengambil posisi duduk di dalam ruang siaran. Pagi ini memang adalah jadwalku untuk siaran sehingga tak ada waktu untuk sekedar mengecat kuku. Seperti biasa dengan ditemani oleh secangkir kopi pekat dan sepotong kue kering aku siap untuk mengiring para pendengar radio pagi ini.
“Selamat pagi para pendengar bagaimana kabar Anda pagi hari ini, pagi-pagi harus tetap semangat ya,” kataku menyambut para pendengar setia East Vilage Radio.
Meskipun di apartemen aku hanya bisa terkapar lunglai namun jika sudah siaran semangat itu langsung muncul berapi-api. Aku memandu playlist yang bertemakan sharing your love. Playlist ini adalah salah satu playlist yang banyak diminati oleh para pendengar, tak heran jika siaran ini diputar dua kali dalam sehari.
“Surat pertama yang akan saya bacakan hari ini adalah surat dari salah satu pendengar kita yang bernama Geun Suk.”
“Kenapa harus Geun Suk, bukankah nama itu adalah nama orang Korea. Ternyata dunia ini memang sempit ya,” batinku saat melihat nama yang tertera di kertas itu.
Kemudian aku membaca surat tersebut dengan pelan dan dibumbui oleh kalimat kiasan agar para pendengar terhipnotis oleh surat yang kubacakan.
“Nama saya Geun Suk. Mungkin banyak yang bertanya, kenapa nama saya seperti bukan orang barat. Saya memang memiliki darah Asia, tepatnya Korea Selatan. Oemma saya orang Korea sedangkan Appa dari Amerika. Tetapi sejak kecil saya tidak pernah bertemu Oemma, mereka telah bercerai sejak lama. Sehingga aku tidak memiliki pengetahuan sedikit pun tentang Oemma. Itu sekilas tentang saya. Saatnya saya ceritakan tentang pengalaman konyol saya.
 Ini adalah hari kesekian kalinya saya mencari udara segar sendirian di taman, Seperti biasa dengan ditemani oleh sebungkus rokok dan sebotol bir, saya berjalan mengelilingi patung besar itu. Setelah puas berkeliling saya akan istirahat di kursi panjang sambil menikmati keindahan malam. Rutinitas itu memang sudah biasa kulakukan, namun untuk kali ini berbeda dari biasanya. Untuk pertama kalinya saya memperhatikan tingkah laku orang yang ada di samping saya. Pada saat itu saya bertemu dengan gadis Asia yang sangat cantik, saya akan senang jika menyebutkan ciri-cirinya. Gadis cantik itu memiliki tubuh yang sangat mungil, berambut hitam nan tebal, mata lebar bulat dan terkesan juling, hidung yang sangat lancip, dan ditambah lagi bibirnya yang kemerah-merahan. Dia sungguh sangat cantik, sayangnya kecantikannya tertutupi oleh air matanya. Dia terlihat seperti memiliki beban yang sangat berat dalam hidupnya. Saya mencoba untuk berinteraksi dengannya namun ia mengacuhkan saya. Saya tidak berhenti sampai di situ. Saya mencoba untuk mengikutinya dan untungnya dia menyuruh saya untuk mengambil gambarnya tepat di depan patung liberty. Awalnya dia sangat senang melihat hasil foto saya namun beberapa menit kemudian ia menangis dan menggeretu sendirian. Saya sama sekali tidak mengerti apa yang dia katakan. Tapi ada satu kalimat yang dia sebut berulang-ulang sampai saya bisa menghafal kata-kata itu. Dia mengatakan “aku bosan hidup” sampai ratusan kali. Ia menyebut kata-kata itu sambil mengeluarkan air mata. Melihat itu saya pun menyodorkan sebuah sapu tangan untuknya, tanpa pikir panjang ia meraih sapu tangan tersebut. Kami hanya duduk diam tanpa suara selama hampir 1 jam dan ia memutuskan pulang tanpa berkata sepatah kata pun kepada saya. Yahhh gadis yang mampu membuat saya sungguh penasaran meskipun ia pelit berbicara. Pesan saya untuk gadis cantik yang mengatakan ‘aku bosan hidup’ tolong kembalikan sapu tangan saya,”
“Waoo ceritanya berhenti sampai disitu,” sapaku terhadap para pendengar
“Tuan Geun Suk Anda membuat kami semua penasaran, apakah benar Anda hanya ingin sapu tangan Anda dikembalikan, atau Anda tertarik sama gadis Asia itu? Semoga Anda kembali lagi menceritakan kisah Anda setelah Anda bertemu gadis itu! Saya yakin gadis itu akan kembali dan mengucap terima kasih kepada Anda,”
Aku berpikir sejenak mendengar kalimat “aku bosan hidup” bukankah itu bahasaku, mengapa aku tidak menjelaskan maknanya tadi, ya sudahlah lain kali aja.
*****
Aku kembali mengiringi para pendengar untuk menceritakan pengalaman cinta mereka, dengan sapaan hangat aku mampu membuktikan kecakapanku sebagai penyiar radio.
“Halo pendengar setia, bagaimanakah kabar Anda pagi hari?” Seperti biasa aku melanjutkan membaca surat dari pembaca.
“Surat selanjutnya adalah dari tuan Geun Suk, wahh bagaimana kelanjutan cerita Anda mengenai gadis Asia itu, apakah Anda sudah bertemu dengannya?” Ujarku setelah melihat nama Geun Suk kembali menulis surat yang membuat para pendengar berdecak penasaran. Aku kemudian membaca surat tersebut.
“Saya sangat penasaran dengan gadis Asia itu, maka saya selama 3 hari ini pergi ke taman liberty namun gadis yang ingin saya temui tidak ada. Rasa amat kecewa memenuhi perasaan saya, mengapa gadis itu sama sekali tidak mengingat saya? Paling tidak dia mengingat sapu tangan yang telah saya berikan. Mungkin si gadis jelita itu bingung mau mencari saya ke mana, karena di antara kami berdua tidak ada pengenalan identitas sama sekali. Saya hanya tahu dia berucap ‘aku bosan hidup’ berulang kali. Saya berharap semoga gadis itu mendengarkan surat saya ini, semoga!”
Surat itu aku bacakan dengan nada lemah seakan terhanyut oleh kisah sang penulis. Satu hal yang membuat aku tertarik adalah sepotongan kata yang diungkapkan oleh gadis itu. Potongan kata itu juga tidak asing bagiku, yahh itu memang bahasaku dan gadis yang diceritakan oleh sang penulis itu pasti orang Korea. Itu tidak mungkin aku karena ku yakin gadis Korea yang tinggal di sini jumlahnya lumayan banyak.
*****
Merebahkan tubuh ini adalah hal terbaik untuk sekarang ini. Tubuhku serasa ambruk setelah menjalani aktivitas seharian. Malam ini aku putuskan untuk berisitirahat di apartemen saja untuk menebus rasa penat yang sudah berkepanjangan. Rasa kurang nyaman menggerogoti tubuhku disebabkan oleh peluh yang masih menempel di raga. Aku memaksakan diriku untuk tidur sebelum mandi. Alhasil aku merasa kurang nyaman dengan kondisi seperti ini. Tubuhku kini mulai melemas, mataku sudah redup.
You leave me breathless
You’re everything good in my life
You leave me breathless
I still can’t believe that you’re mine
You just walked out of one of my dreams
So beautiful you’re leaving me

Breathless

Sayup-sayup lagu Shayne Ward berdentang keras menyapu ruangan, Bunyi apa lagi itu?  Aku meraih bantal dan menutup kepalaku, berharap bunyi itu segera berhenti. Tapi ternyata bunyi itu sanggup menembus bantal dan sampai di telingaku. Aku melempar bantal ke samping, menendang selimut dan mengerang kesal.
“Ya ampun, bisakah sejenak saja berikan aku kedamaian, aku hanya butuh istirahat. Tak bisakah,” gerutuku.
Aku menjulurkan tangan ke meja di samping tempat tidur. meraba-raba, tetapi tidak ada apa-apa di sana. Walaupun masih setengah sadar, aku teringat barang-barang yang tadinya ada di meja kini tergeletak di lantai. Aku bersusah payah membuka mata yang seakan direkat dengan lem super lengket dan mencondongkan tubuh ke tepi tempat tidur, berusaha meraih ponsel yang berbunyi nyaring. Aku masih tidak sudi bangun dari tempat tidur, karenanya aku agak kesulitan menggapai ponselnya. Akhirnya setelah memanjang-manjangkan badan dan tangan, aku berhasil menggapai benda berisik itu.
Dengan mata yang masih setengah sadar aku menjawab ponselku dengan enggan.
“Shin Hye-ah. . .”
Deggg. . . kantukku langsung hilang saat mendengar orang yang berbicara di seberang telepon. Aku mengangkat tubuh lemasku.
“Mau apa kamu menelponku,” amarah mulai menguasai diriku.
“Bisakah kamu memaafkan aku,”
“Cihhh…. Kalau kamu cuma telpon buat meminta permohonan maafku, lebih baik kita akhiri saja percakapan ini,” ungkapku. Jari tengahku sudah meraih tombol merah di ponselku.
“Aku akan melangsungkan pernikahan hari ini,” ungkap Yong Hwa.
Nafasku tercekat. Darahku seakan berhenti mengalir. Aku menghapus aliran air mata yang jatuh ke pipi.
“Tanpa aku, hidupmu akan indah, bukan?”
Aku langsung menutup ponselku, mengambil sim cardku dan membuangnya ke aquarium. Ini adalah akhir, seakhir-akhirnya berhubungan dengannya. Yahh kusadari tanpa aku, hidupnya akan tetap bahagia. Lalu bagaimanakah denganku, pernahkan ia memikirkan perasaanku.
Aku tak sanggup merasakan sakit hati ini. Semalaman aku menangis merasakan sakit ini. Aku tak bisa menahan air mataku yang terus keluar. Aku duduk di depan kaca, melihat diriku dengan bercucuran air mata yang tak kunjung henti. Apapun yang kulakukan luka ini tak kunjung terobati. Tuhan…. izinkan aku mengatur mesin waktu agar ku bisa mengulang kembali kesalahan yang kuperbuat masa lalu. Memaafkanmu, membiarkanmu kembali kepelukanku. Jika aku bisa melakukannya aku takkan minta apapun lagi. Aku hanya ingin bersamamu, di pelukanmu, mencium keningku, menghapus duri di hatiku. Berikan aku kesempatan untuk terus bersamamu, kumohon.
Satu kesalahan yang kamu perbuat menyebabkan satu penyesalan yang abadi. Seharusnya aku bisa memaafkan kesalahanmu. Membiarkanmu menjelaskan apa yang terjadi. Aku sungguh tak sanggup menodai janji suci yang telah kita buat terdahulu. Aku tak memiliki kekuatan untuk menodai percintaan kita selama 7 tahun ini. Bantulah aku Yong Hwa, bantu aku bangkit dari keterpurukan ini. Tidak adanya kehadiranmu membuatku tak sanggup lagi menopang beban ini. Aku sungguh menyesal dengan perbuatan bodohku. Kenapa aku tak bisa mempertahankan pertunangan ini sebelumnya.
Aku membuka laci lemari, mengambil cincin pertunanganku. Namun, jariku beralih ke benda yang tergeletak di sampingnya. Sapu tangan polkadot biru. Aku langsung menutup mulutku saat menyadari sapu tangan itu diberikan oleh orang asing di taman liberty. Orang asing itu adalah Jinwoon. Orang yang selalu menulis curhatan tentang gadis yang ditemuinya di taman. Yahh aku tidak salah lagi orang asing itu adalah Jinwoon dan orang yang dicarinya adalah aku. Wanita Asia yang berulang kali mengucapkan ‘aku bosan hidup’.
*****
“Selamat siang, para pendengar. Bagaimana kabar Anda semua hari ini?”
Aku menyapa pendengar dengan sangat ceria. Aku melirik jam tanganku, yahh ini adalah jadwalku untuk memandu playlist. Aku berharap orang asing itu menulis surat pagi ini, aku sungguh rindu dengannya. Aku melirik tumpukan surat untuk hari ini. Membaca satu persatu pengirimnya. Surat yang kunanti-nantikan kini berada digenggamanku. Aku mendesah lega…
“Surat pertama yang akan saya bacakan hari ini adalah surat dari salah seorang pendengar kita yang mencari seorang gadis Asia. Para pendengar setia tentunya sudah tahu kan, bahwa penulisnya adalah Geun Suk. Bagaimana kelanjutan kisahnya, apakah ia berhasil menemukan gadis Asia itu beserta sapu tangannya. Mari kita simak sama-sama.”
“Mungkin bagi sebagian dari para pendengar yang telah mengikuti pengalaman saya sebelumnya, sekarang ini tengah penasaran dengan pencarian jejak saya terhadap gadis Asia itu. Namun, saya tak mempunyai daya. Saya bukan Tuhan yang bisa mengatur takdir. Saya benar-benar tidak ditakdirkan bertemu dengannya lagi. Saya sudah menjalani rutinitas, berjalan-jalan di taman berharap ia akan muncul di hadapan saya. Saya rasa itu adalah perbuatan irasional, mengharapkan sesuatu hal yang tidak mungkin. Saat ini mungkin saya bisa dikategorikan telah menyerah. Saya sudah yakin gadis Asia itu tak dapat saya jumpai lagi. Saya tidak akan berharap lagi gadis itu akan menemui saya, namun saya tetap akan melanjutkan aktivitas saya. Menyusuri taman liberty tanpa bayang-bayang gadis itu lagi. Saya mohon maaf jika pendengar kecewa dengan kisah saya ini. Mungkin ini adalah surat terakhir saya, terima kasih.”
Aku mengakhiri surat itu dengan wajah lunglai. Sepertinya lelaki itu sudah cukup lama mencariku. Sungguh bodoh!!
“Tuan Geun Suk saya sangat terharu dengan kisah Anda. Perjuangan yang Anda lakukan untuk gadis Asia itu sangat keras. Hmmm, apakah Anda percaya dengan sebuah keajaiban??? Kalau memang benar Anda percaya, maka temuilah gadis Asia itu di taman malam ini. Saya yakin ia akan berada di sana untuk menemui Anda. Percayalah pada saya,” ujarku.
Mengungkapkan harapan yang mungkin bisa dikatakan palsu. Namun, percayalah seseorang akan menungguimu di sana.
*****

Aku melirik jam tanganku, sudah hampir dua jam aku duduk menyendiri di taman. Aku menyapu pandanganku, memerhatikan orang-orang yang berlalu lalang. Aku mengambil beberapa gambar orang-orang yang melakukan aktivitasnya di taman. Lucu sekali, tak sedikit aku melihat sepasang kekasih sedang melakukan ciuman mesra. Arghhh sudah lama aku tak melakukan hal itu. Semenjak ketiadaan Yong Hwa di sisiku. Ya sudahlah ini memang takdir, aku harus bisa hidup tanpanya. Ada tidak adanya dirinya aku masih berusaha untuk tetap tersenyum. Berjuanglah Shin Hye!
Tapi kenapa Geun Suk lama sekali aku bosan berada di sini sendirian. Saat ini aku tak mau sendiri lagi, aku ingin hidup normal. Berbaur dengan orang lain tanpa perlu menunjukkan bebanku. Aku mengambil posisi duduk, kuraih syalku sebagai penghalang angin malam yang terus merajang leherku. Sayang sekali aku tak meminta nomor teleponnya kemarin. Kalau tidak, aku bisa menelpon Tuan itu dan bertanya apakah ia benar-benar akan datang. Baiklah, aku akan menunggu sebentar lagi. Kalau sampai ia tak muncul dalam waktu 30 menit, maka aku akan pulang.
Aku menajamkan mataku saat melihat orang yang tengah berjalan ke arahku. Aku masih ingat jelas wajah Tuan asing itu. Kini ia mendekat ke arahku. Aku melambaikan tanganku, memastikan apakah ia mengingatku.
“Apakah Anda menunggu saya, nona?” tanyanya.
Ia kini mengambil posisi duduk berdekatan denganku.
“Yah, saya sengaja ke sini untuk menunggumu, Tuan!”
“Awalnya saya sudah menyerah untuk mencari Anda. Namun, seorang penyiar radio menyarankan saya untuk datang ke sini berharap akan adanya Anda. Awalnya, saya tidak berniat untuk datang ke sini karena saya yakin Anda tidak akan pernah ada. Setelah saya berusaha memerangi rasa ego saya. Saya memutuskan untuk datang kesini lagi, mencari Anda untuk terakhir kalinya. Ternayata apayang dikatakan oleh penyiar radio itu benar. Ini sebuah keajaiban. Apakah mungkin ia adalah seorang peramal…” Jelasnya panjang lebar
“Dia bukan peramal, dia adalah orang yang sekarang berada di samping Anda.”
Aku tersenyum lebar, sambil sedikit berani mengarah menatap matanya, sama sekali ia tidak menyadari suasana hatiku sekarang ini.
Alis Geun Suk sedikit terangkat. Memutar otaknya, mencari tahu maksud dari pernyataanku. Oke, aku berhasil membuat dia penasaran.
“Apakah Anda percaya akan takdir tuan Geun Suk,” ucapku kembali.
Kembali menggoreskan rasa penasaran bagi laki-laki itu. Aku mengambil sapu tangan dari saku bajuku dan kutunjukkan tepat di hadapannya.
“Apakah Anda masih meragukan saya,” ucapku sembari melukiskan senyum hangat.
Ia membalas senyumanku kemudian berkata, “Anda adalah DJ Shin Hye di East Vilage Radio?”
Aku membalas pertanyaannya dengan anggukan kecil.
“Oh my god, lalu kenapa selama ini Anda menyembunyikan identitas Anda. Anda tahu, saya sudah merasa gila karena terus-terusan mencari Anda,” ungkapnya.
“Maafkan saya Tuan,” selaku.
Aku menarik nafas panjang. Mungkin ini saat yang tepat untuk menceritakan masa laluku kepada orang lain.
“Saya tidak bermaksud membuat Anda seperti itu. Saya sungguh lupa atas kejadian kemarin.”
“Apakah Anda memiliki penyakit amnesia,” tanyanya polos. Aku hanya tertawa kecil menanggapi pertanyaan konyolnya.
“Suasana hati saya saat itu sedang kacau, saya merasa sudah menjadi pribadi yang tidak berguna. ‘aku bosan hidup’ seperti yang Anda dengar sebelumnya adalah ungkapan betapa saya sudah tidak betah lagi di dunia ini. Saya tidak memiliki gairah lagi untuk hidup,” aku menjelaskan bahasaku dengan kemampuan berbahasa Inggris. Tak ada yang kusembunyikan lagi. Kurasa beban ini terlalu berat jika ditopang sendirian.
“Saya memiliki masa lalu yang amat curam,” aku menghentikan perkataanku.
Aku takut jika ia bosan jika mendengar ceritaku. Kalau sudah cerita, maka akan membutuhkan waktu yang amat lama. Ini memang sudah kebiasaanku dari dulu sewaktu bersama Yong Hwa. Tak heran jika terkadang Yong Hwa menguap sampai berulang kali.
Aku melihat ke arahnya, mencoba membaca raut wajahnya.
“Saya akan senang jika Anda menceritakan pengalaman Anda,” ujarnya.
Aku tersenyum melihat respon cerianya. Mungkin awal-awal dia akan senang mendengar ceritaku, tapi tunggu saja nanti. Aku yakin dia juga akan jenuh mendengar ceritaku yang panjang lebar dan bahkan diulang-ulang sampai 5 kali.
“Saya dulu sewaktu SMA memiliki teman kencan, dia sangat romantis dan saya sangat sayang kepadanya. Kami selalu menghabiskan waktu bersama, tidak bertemu dengannya saja menyisakkan kehampaan yang berkepanjangan. Kami terpaksa berpisah saat kuliah, saya kuliah di luar kota. Meskipun begitu hubungan kami tetap baik-baik saja. Kami saling mempercayai itulah sebabnya hubungan kami awet. Setelah lulus kuliah, kami memutuskan untuk mengikrarkan janji suci kepada kedua orang tua kami. Kami telah resmi bertunangan, cincin ini adalah bukti cinta tulus kami selama 7 tahun.”
Aku menunjukkan cincin yang ada di jari manisku. Kilatan cincin itu menyilaukan pemandanganku.
“Yahh, saat itu saya merasa bagaikan wanita satu-satunya yang paling bahagia. Bahagia karena bisa hidup bersama seseorang yang benar-benar saya cintai. Namun…..” sungguh berat melanjutkan kata-kata pahit itu.
“Namun, sesuatu hal tak terduga terjadi.”
Aku menunduk, menyembunyikan wajahku. Bayang-bayang masa lalu kembali melekat di memoriku. Mengingat masa-masa silam yang begitu curam membuatku tak mampu membendung air mataku.
“Pada saat saya kembali mengurus beasiswa luar negeri. Saya menjadi seseorang yang sangat sibuk. Saya berniat akan membuat kejutan pada pacar saya yang bernama Yong Hwa pada saat hari ulang tahunnya. Sekaligus menebus kesalahan karena beberapa bulan lamanya hubungan kami tidak terlalu intim. Rencana saya memang berjalan mulus, saya mengajak orang tua saya bersama teman-teman SMA saya berkunjung ke apartemen Yong Hwa secara diam-diam. Pada saat kami menyalakkan lampunya. Anda tahu??? Dia sedang melakukan hubungan intim dengan perempuan lain. Mungkin sebagian orang dapat merasakan bagaimana rasanya dihianti oleh seorang yang telah dicintainya selama 7 tahun lamanya. Yahhh, 7 tahun bukanlah waktu yang singkat dalam menjalin suatu hubungan. saya melarikan diri seorang diri ke Negara ini, semakin saya menjauh semakin hati ini merasa sakit. Saya berpikir jika saya bertemu dengannya saya akan merasa lebih sakit. Rindu??? Merindukannya adalah hal yang wajar namun semakin saya merindukannya saya merasa ada ribuan panah yang siap menghantam hati saya.”
Aku menghentikan pembicaraanku, sepertinya ceritaku sudah terlalu panjang. Anehnya, Geun Suk sama sekali tidak bosan ia sama tak menunjukkan sinyal-sinyal kebosanan. Air hangat terus menetes di pipiku, aku mengusap pipiku dengan sapu tangan di tanganku.
“Hari-hari terasa menjenuhkan, saya merasa bodoh karena harus dibayangi-bayangi oleh masa lalu yang membuat saya begitu amat rapuh. Saya sadar perbuatan saya ini adalah hal yang sangat merugikan bagi hidup saya. Entah kenapa baru kali inilah saya merasakan kenyamanan saat Anda berada di samping saya. Tanpa saya sadari Anda telah membuat saya tersenyum. Hal yang tak pernah saya lakukan.”
Aku mengusap air mataku kembali, kini aku tersenyum dan memberanikan diri menatap wajahnya.
“Hahhhh, ini adalah saatnya saya bangkit dari keterpurukan. Saya sudah berjanji tidak akan menangisi mantan pacar saya. Shin Hye fighting!!!” Ungkapku penuh semangat.
“Apakah Anda yakin,” tanyanya masih dalam kondisi setengah percaya.
Aku meraih tangan kirinya dan menyerahkan sapu tangan miliknya.
“Atas kembalinya sapu tangan ini, berarti itu adalah ikrar saya untuk tidak akan menangis lagi. Jika saya menangis lagi, saya akan segera menghubungi Anda untuk meminjamkan sapu tangan ini, agar saya bisa menghapus air mata saya,” candaku.
“Berikan saya kesempatan untuk membantu Anda menghapus air mata itu,” ungkapnya.
Aku tersenyum kembali mendengar kalimatnya. Waoww suatu kalimat yang telah lama tak kudengar dari seorang laki-laki.
*****
”Halooo para pendengar!!! Geun Suk kembali lagi. Saya ingin berbagi kebahagiaan kepada Anda semua. Apakah kalian masih percaya dengan adanya suatu keajaiban?? Semalam saya menemukan suatu keajaiban! Awalnya saya sudah putus asa atas pencarian saya namun, karena atas saran dari seseorang yang menurut saya dia adalah seorang yang spesial, saya memantapkan diri saya untuk kembali mencari gadis Asia itu.”
Aku bergetar saat membaca surat dari Geun Suk, apa yang ia mau tuliskan kembali. Bukankah ia sudah bertemu denganku, lalu kisah apa yang akan ia ceritakan. Jangan sampai ia mempermalukan aku.
“Saya sama sekali tidak percaya bahwa ternyata dia adalah seseorang yang sangat saya kenal, dan mungkin bagi para pendengar juga akan mengenal gadis Asia itu,”
Mataku melebar saat melanjutkan ceritanya.
“Bodohnya, dia sama sekali tidak menyadari pencarian saya selama ini. Namun, sudahlah… yang penting bertemu dengannya itu sudah cukup bagi saya. Saya menanyakan kepada dia kenapa ia sampai tega membiarkan saya terus mencari dirinya. Dengan polosnya ia mengakui bahwa ia tidak ingat dengan pertemuan kami terdahulu akibat luka dari pengalaman masa lalu. Ia juga menjelaskan saya tentang makna ‘aku bosan hidup’ ternyata ungkapan itu adalah suatu makna dari kisah dia di masa lalu. Ia memilki masa-masa suram di mana mantan kekasihnya mengianatinya tepat di hadapannya. Padahal mereka telah menjalani masa pacaran selama 7 tahun. Kurun waktu yang cukup lama bagi saya. Bahkan mereka telah bertunangan, namun sayang mantan kekasihnya tidak setia, tega menghianatinya. Itulah sekilas kisah dari gadis Asia itu. Waktu pertama kali saya bertemu dengannya wajah cantiknya tertutupi oleh air mata. Saya melihat rasanya ia tidak memiliki gairah untuk hidup. Namun, setelah pertemuan yang kedua tanpa sadar saya telah membuat ia tersenyum. Bahkan, ia tersenyum berkali-kali, senyuman yang membuat ia terlihat sempurna.”
Membaca kisahnya membuatku tak berhenti tersenyum.
“Saya rasa saya telah jatuh cinta kepadanya. Saya bersusah payah mencari tahu alasan kenapa saya memiliki perasaan seperti itu, jatuh cinta terhadap seseorang yang baru saya kenal. Namun, saya tidak menemukan alasan kenapa saya jatuh cinta kepadanya. Mencintainya tanpa alasan. Aku sungguh mencintainya. Sekian dulu kisah dari saya, semoga Anda terhibur!”
*****
            Ini adalah hari ketiga pertemuan kami, di tempat yang sama, tentunya. Kali ini aku sengaja datang terlambat. Ini balasan atas perbuatannya kemarin. Oke, sudah satu jam lamanya dia menungguku. Saatnya Shin Hye menyambutmu tuan Geun Suk. Sepertinya dia terlihat amat bosan, terbukti dari raut wajahnya yang sudah kusut. Tangan menopang dagu, tatapan kosong, dan memasang bibir yang amat teramat manyun.
“Sudah lama menunggu,” sapaku saat menghampirinya.
“Tidak juga, saya juga tadi datang terlambat,” ini pasti suatu kebohongan. Mana ada orang barat yang menggunakan jam karet.
“Owhh begitu,” ucapku dengan nada kecewa.
“Anda terlihat sempurna hari ini,” orang luar memang tidak bisa menyembunyikan perasaan hatinya.
“Bukankah Anda selalu berkata begitu, bahkan saat saya menangis pun Anda tetap mengatakan saya sempurna.”
“Kali ini Anda melebihi dari kata sempurna,” ujarnya tak mau kalah.
Aku hanya membalasnya dengan menaikkan alis kiriku.
“Saya senang melihat Anda tersenyum,” ungkapnya kembali.
“oh yaaa,”
“Saat pertama kali bertemu Anda, saya sudah menebak bahwa Anda adalah orang yang pelit tersenyum.”
“Itu dulu…”
“Saya suka dengan senyum Anda sekarang ini, senyum Anda menyempurnakan kecantikan wajah Anda,” lagi-lagi dia menggodaku
“Harus berapa kali Anda membuat saya merasa menjadi seorang wanita sempurna,” aku mencoba meredam rasa menggelikan di hati.
“Tapi…,” Aku melanjutkan
“Saya kecewa dengan Anda, kenapa Anda hanya berani mengungkapkan bahwa Anda menyukai saya di atas kertas. Anda sama sekali tak memiliki keberanian di hadapan saya,” Ujarku.
Dari  tadi rasanya bosan sekali mendengar godaannya. Bukankah orang luar mengungkapkan rasa cintanya tanpa ba bi bu, kenapa dia tidak. Aku berjalan ke arah penjualan es krim. Meninggalkan dia sendirian.
“Es krim sangat baik untuk Anda sekarang ini, paling tidak bisa mengurangi stress,” ungkapnya saat menghampiriku.
“Saya sudah tahu Tuan. Kalimat itu bahkan Anda ulang sampai dua kali,” sergahku. Aku menikmati memakan es krimku tanpa menawarinya untuk memakannya.
“Apa yang salah dengan saya, rasanya Anda enggan untuk berbicara dengan saya,” sepertinya
ia kecewa dengan sikap cuekku.
“You are NG.”
“NG,” tanyanya sembari memasang raut wajah bingung.
“No Good person,” jawabku. Aku berpaling melihat ke arah patung liberty.
“Why,” tanyanya tidak percaya.
“Anda memang pengecut. Apakah sampai ini keberanian Anda, hanya bisa mengungkapkan perasaan di atas kertas. Lalu Anda akan menyuruh saya membaca perasaan Anda agar saya tahu dan seluruh penduduk New York juga tahu. Begitu maksud Anda? Saya tidak habis pikir mental Anda hanya sampai di situ. Sama sekali tak ada kata yang Anda ucapkan saat kita bertemu sekarang ini,” kataku tanpa melihat ke arahnya.
“Jadi Anda perlu bukti nyata,” ujarnya. Kini ia mensejajarkan pandangannya ke wajahku. Mata kami beradu.
“You are NG,” ujarku cuek. Aku kembali memakan es krim.
“Fine….” Ujarnya.
Kini ia membuang es krim yang sedang ku makan. Aku terkejut saat melihat perlakuannya. Ia membersihkan sisa es krim di mulutku dengan bibirnya. Dia menciumku!!!! Wajahku saat ini telah dikuasai oleh warna tomat *blush*.
“Apakah Anda perlu tambahan bukti,” ujarnya.
Aku tak bisa mengeluarkan kata-kata lagi. Bibirku gemetaran. Ia meraih daguku, dalam sekejap ia menyentuh lembut bibirku kemudian melumat bibir atasku. Aku segera mengerjapkan mata dan membalas ciumannya dengan penuh kasih.
THE END