Kamis, 20 September 2012

Love You as the Way You Are (Part 4) Kejadian yang Tak Terduga




Geun Suk yang melihat payung So Eun ketinggalan segera menyusul So Eun. Hujan mulai turun membuat hati Geun Suk semakin resah. Geun Suk membuka payung So Eun untuk melindungi tubuhnya dari hujan. Seketika itu juga ia melihat So Eun berdiri tegak di tengah hujan. Geun Suk melihat arah mata So Eun. Tatapan Geun Suk mengarah pada apa yang dilihat So Eun dimana Kim Bum dan Yuri berpelukan. Melihat hal itu itu Geun Suk menghampiri So Eun dan melindunginya dari hujan. Tubuh So Eun begitu lemas, ditopang kuat oleh Geun Suk. Rentetan air mata So Eun jatuh.
“Tenanglah, kalau hatimu sudah benar-benar melupakannya. Datanglah kepadaku, aku akan menunggumu,” ujar Geun Suk menyodorkan tissu kepada So Eun.
Menyadari perkataan Geun Suk, So Eun terdiam. Berpikir keras mengenai arah mana ia akan serahkan hatinya.
“Ahhh adegan ini tidak pantas dilakukan oleh seorang guru dengan muridnya,” ujar Yuri melepas pelukan Kim Bum.
“Mianhe, tapi aku sungguh senang melihat pertunjukanmu malam ini.
“Ne, tapi lain kali jangan mengulanginya lagi,” jawab Yuri.
Semenjak insiden tersebut hubungan Kim Bum dan Yuri semakin dekat. Kim Bum yang selalu mampir untuk melihat Yuri bermain piano. Setelah selesai Yuri akan menghampiri Kim Bum dan mengajaknya mengobrol. Perlakuan Yuri yang baik membuat Kim Bum menaruh harapan untuk menjadikan Yuri sebagai teman kencannya.
*****


Sudah 2 minggu lamanya semenjak So Eun melihat Yuri dan Kim Bum berpelukan. Hari-harinya begitu buram. So Eun tak memiliki semangat lagi.
Dicoret-coretnya buku pelajaran hingga terlihat kotor. Pikirannya menerawang memikirkan hatinya yang terus mencintai seseorang yang berada di samping perempuan lain. Kim Bum melihat So Eun sedang duduk manyun di tempat duduknya kemudian menghampirinya.
“Heyy So Eun, kenapa akhir-akhir ini kamu begitu aneh,” sapa Kim Bum melihat tingkah laku So Eun tidak seperti biasanya.
So Eun tidak bereaksi mendengar sapaan Kim Bum.
“Sudah 2 minggu ini kau tidak menjahiliku bahkan tak pernah memaksaku memakan bekalmu,” ujar Kim Bum kembali setelah melihat reaksi So Eun yang berdiam saja.
“Aku tidak akan melakukannya lagi,”
Gleekkk hati Kim Bum serasa mau loncat mendengar pernyataan So Eun. Rasanya ada yang aneh dengan perasaannya ketika  dicuekin So Eun.
“Waeyo,” tanya Kim Bum
“Anni, tidak ada apa-apa,”
“Bukankah aku ini pria idamanmu. Kamu akan melakukan apa saja untuk menaklukan hatiku. Bukankah begitu So Eun-ssi.”
“Sekarang sudah tidak lagi,” jawab So Eun cuek dan kemudian mengangkat tubuhnya untuk meninggalkan ruangan.
“Heyy, kau mau pergi ke mana?” tanya Kim Bum melihat kepergian So Eun.
So Eun yang hendak keluar menghentikan langkahnya. Kini pandangan matanya beralih ke arah Kim Bum tanpa berucap sepatah kata.
“Kenapa kau memandangku seperti itu?” heran Kim Bum.
So Eun seperti biasa tak menjawab pertanyaan Kim Bum.
“Perlu kau tahu, sekarang aku tak lagi menyimpan cabe di gigiku. Lihat saja ni,” sambung Kim Bum sambil membuka mulut hendak menunjukkan giginya.
Lagi-lagi tak ada respon dari So Eun. Tanpa mempedulikan aksi lucu Kim Bum ia pun meninggalkan Kim Bum sendiri.
“Ya ya ya…. Aishhh dasar wanita aneh. Bukan, bukan aneh tapi unik,” gerutu Kim Bum.
So Eun sedang asyik mengendarai motornya sehabis membelikan barang belanjaan buat ibunya. Dia sengaja mengambil jalan pintas agar tidak terjebak oleh macet. So Eun melihat ada perkelahian di sekitarnya. Ia segera turun dari sepeda motornya. Dilihatnya seorang pemuda yang dirasa familiar. Pemuda itu berusaha menghindar dari segerombolan laki-laki berbadan tegap.
 “Sepertinya dia mau diculik,” batin So Eun.
Dengan bekal bela diri yang dipelajarinya saat masih SMP. Ia telah menancapkan jalur perang kepada para penculik. Dilemparnya helm di belakangnya menjurus ke kepala botak si penculik. Kemudian So Eun menyerang mereka menggunakan helm. Jurus bela diri memang mempan terbukti dalam hitungan menit, para penculik sudah terkapar. Dihampirinya seorang pemuda yang sedang ketakutan.
“Gwencanayo?” Tanya So Eun. Ketiak ia melihat pemuda itu, saat itulah kaget setengah mateng karena orang itu tak lain dan tak bukan adalah.
“Kau” ucap So Eun.
Melihat wajah Kim Bum yang berseri setelah melihat dirinya. So Eun kembali terbengong terhipnotis oleh ketampanannya. Tak sadar bahwa ternyata seorang penculik hendak memukul kepala So Eun.
”Awas” ujar Kim Bum menangkis pukulannya dengan helm milik So Eun.
Menyadari hal tersebut So Eun segera bangkit.
“Ayo kita kabur, sebelum penculik itu mengejar kita,” ajak So Eun sembari melemparkan helmnya kepada Kim Bum.
“Pakailah” pinta So Eun.

Dengan tergesa-gesa mereka berdua kabur menggunakan motor So Eun. Kim Bum yang tak terbiasa naik motor merasa ketakutan dibonceng So Eun. Begitu pula dengan So Eun ia merasa ada yang salah dengan Kim Bum
“So Eun aku tak biasa naik motor,” ujar Kim Bum jujur.
“Kalau kau merasa takut naik motor, kau peluklah aku,” jawab So Eun.



Suara tawa keluar dari mulut mereka berdua.
“Kau itu satu-satunya pewaris perusahaan Ayahmu, jadi lain kali kau harus hati-hati terhadap para penculik. Sewaktu-waktu bisa menculikmu untuk meminta uang tebusan.” Nasehat So Eun.
Ia merasa senang karena bisa dipeluk Kim Bum. hatinya bercenat-cenut kembali.
“Ne, gomawo So Eun-ssi. Tapi aku heran denganmu? Disaat situasi genting seperti tadi, kau sempat-sempatnya bengong melihatku. Apakah aku begitu tampannya,” ujar Kim Bum dengan kenarsisan tingkat dewa.  
“Rumahmu di mana, aku akan mengantarmu,” tanya So Eun
“Lurus aja, nanti perempatan lampu merah belok kanan,” papar Kim Bum
“Berhenti di sini ujar Kim Bum,” saat sampai ke tempat yang dituju.
“Mwo??” So Eun kaget dengan tempat yang dituju bukan rumah Kim Bum namun ia mengajaknya ke bukit bintang.
“Hahh kyeopta” jingkrak-jingkrak So Eun senang.
“Kau senang bukan?” Tanya Kim Bum.
So Eun mengangguk kegirangan. “Aku belum pernah ke sini sebelumnya. Tempat ini indah sekali.”

“Ya, ini memang tempat rahasiaku. Aku selalu ke sini untuk menyendiri,” jawab Kim Bum.
Hati So Eun senang mendengar jawaban dari Kim Bum. So Eun tak menyangka, Kim Bum akan mengajaknya ke tempat seindah itu, lebih-lebih tempat itu adalah tempat di mana Kim Bum menyendiri.
Batin So Eun berkata, “Apakah dengan begitu Kim Bum sekarang telah menaruh hati padaku?”
So Eun menatap wajah Kim Bum lekat. Kim Bum menyadari dirinya diperhatikan oleh So Eun.
“Kenapa kau memandangku seperti itu? Kau mau bilang kalau ada cabe di gigiku,” ucap Kim Bum sambil menunjuk gigi pepsodentnya.
“Aniyo, kali ini aku yang bertanya. Apakah ada aku di hatimu?” Tanya So Eun kembali melekatkan pandangannya pada Kim Bum.
Mendengar perkataan So Eun, Kim Bum termenung.
“Tentu saja kamu ada di hatiku, mustahil jika tidak ada. Karena kau adalah wanita pemaksa, kasar, jahil.” Ejek Kim Bum.
Sebenarnya ia tahu arah pembicaraan So Eun namun ia tak mau melukai hati So Eun. Hatinya masih tetap sama seperti dulu, menyukai Yuri. So Eun kesal dengan jawaban Kim Bum. Ia memonyogkan bibirnya hingga 5 cm.
“Keluarkan HP mu,” pinta So Eun
“Buat apa?
“Udah keluarin aja,” paksa So Eun.
Kim Bum kemudian mengeluarkan HP dari sakunya. So Eun segera mengambil HP Kim Bum dan menjepret wajahnya.
“Suatu saat nanti kau akan menyesal jika tidak mengabadikan wajahku yang super imut ini,” ujar So Eun terkena virus narsisnya Kim Bum
“Cihh, curang. . . foto sendirian. Ayo foto bareng.” ajak Kim Bum melekatkan dirinya ke tubuh So Eun. Mereka pun tertawa.

Tak terasa sudah hampir 2 jam So Eun mengitari pusat pembelanjaan di Myeongdong. Ia terlalu pemilih dalam hal pakaian. Pakaian dan aksesoris yang dibelinya adalah untuk persiapan ulang tahun Jessica besok. Sedikit demi sedikit So Eun makin hari makin bisa memperhatikan penampilannya. Mungkin secara tak langsung itu akibat dari Kim Bum sendiri, meskipun tak ada seoarang pun yang memaksa So Eun untuk berubah. Namun, Ia merasakan kenyamanan saat melihat dirinya terlihat cantik di depan cermin. So Eun mengecek detak jantungnya. Dag dig dug derrr *Daia* detakan jantungnya masih speedy. Kejadian 2 hari yang lalu saat ia berada di bukit bintang bersama Kim Bum masih dapat ia rasakan. Semakin ia mengenangnya semakin banyak pula tumbuh benih-benih cinta.
So Eun melihat ada Yuri yang baru keluar dari butik. Ia hendak ingin menyapanya namun langkahnya terhenti saat melihat seorang lelaki dewasa menghampiri Yuri. Lelaki dewasa itu menyerahkan bunga untuk Yuri kemudian menciumnya. So Eun yang melihatnya, mengucek-ngucek matanya. Memastikan apakah kejadian yang dilihatnya benar. Yang menjadi tanda tanya besar adalah lelaki itu bukan Kim Bum. lalu siapakah lelaki yang bersama Yuri itu. So Eun menerka-nerka jawabannya sendiri.
“Pasti akan terjadi sesuatu yang tidak beres,” batinnya.
*****
“Yeobseyo,” sapa Kim Bum menelpon So Eun.
So Eun dan Kim Bum kini terlihat semakin akrab semenjak Kim Bum diselamatkan oleh So Eun dari insiden penculikan.
“Wae?” Tanya So Eun
“Besok pas acara ulang tahun Jessica, kau datang tidak?”
“Hmm, ne” jawab So Eun
“Kalau begitu bareng aku ya, nanti aku jemput” ajak Kim Bum
Jiahhh So Eun jingkrak-jingkrak kegirangan. Tapi. . .
“Mianhe, besok aku sudah janji mau berangkat sama Hong Ki dan Ji Yeon,” ujar So Eun menyesal.
“Tapi, nanti aku tunggu kau di gerbang ya. Kita ke sana sama-sama” ajak So Eun. Tak mau melepaskan kesempatan emasnya.
“Terserah kamulah,” Jawab Kim Bum menutup teleponnya.
Untuk pertama kali So Eun merasakan kebahagiaan.
“Apakah Kim Bum sudah mulai menyukaiku, ahh aku tidak sabar menunggu hari esok.”
Ji Yeon membantu So Eun untuk berdandan. Dalam hal kewanitaan Ji Yeon memang ahlinya.
“Kau harus terlihat cantik di depan Kim Bum, sepertinya dia sudah mulai menyukaimu,” ujar Ji Yeon sambil menaruh lipstik di bibir So Eun.
Kini mereka sudah sampai di kediaman Jessica.
“Kalian masuk aja dulu, aku mau nunggu pangeran Jepang,” pinta So Eun.
“Wahh So Eun, untuk pertama kali. Aku menyadari bahwa kau benar-benar cantik,” puji Hong Ki.
“Jaga ucapanmu, nanti orang di sebelahmu cemburu,” sindir So Eun.
Ia sudah menyadari bahwa hubungan Hong Ki dan Ji Yeon layaknya sepasang kekasih. Ji Yeon yang merasa disindir segera bergegas meninggalkan So Eun dengan tampang seperti pantat ayam. Disadarinya perkataan So Eun tadi, Ji Yeon mengecek detak jantungnya. “Apakah hatiku sedang bercenat-cenut,” ujarnya dalam hati.
Kim Bum datang dengan membawa mawar merah di tangannya. Senyum So Eun merekah saat melihat Kim Bum membawa bunga.
“Apakah ia akan menyatakan cintanya kepadaku,” batin So Eun.
“Hey pangeran Jepang, kok kamu lama sekali,” sapa So Eun.
“Mian, tadi aku ke toko bunga dulu,” jawab Kim Bum.
So Eun melirik bunga yang dipegang Kim Bum.
“Chaaa” ujar Kim Bum mempersembahkan bunganya kepada So Eun.
“Yogi. .” ujar So Eun dengan suara melemah. Ia tak memilki kosa kata lagi, untuk mengungkapkan rasa bahagianya.
“Ini, , untuk Miss Yuri. Hari ini aku akan menyatakan cinta melalui bunga ini. Kau pegang dulu ya.”
Sontak ucapan Kim Bum membuat hati So Eun tersayat. Ditahannya air matanya agar tidak menangis. Gumpalan rasa sakit berkumpul di dalam hatinya. Ia mungkin tidak menangis air matanya tidak keluar namun hatinya yang menangis. Dicobanya untuk senyum menahan tangisnya.
“Oke, aku akan membantumu. Aja. . aja. . hwaiting,” ujar So Eun meraih bunga dari tangan Kim Bum.
Ia kemudian tersenyum ke arah Kim Bum. Senyum yang amat berat untuk ia lakukan saat itu.
Kim Bum terpesona melihat senyum So Eun yang begitu indah. ia hanya dapat menelan ludah karena baru menyadari bahwa So Eun memiliki wajah yang indah saat tersenyum.
“Hey kau, jangan tersenyum seperti itu. Aku tak mau jatuh cinta kepadamu” ujar Kim Bum. 
Ditepisnya perasaan kagum itu. Ia tak mungkin suka sama So Eun.
“Bukankah selama ini aku mengincar Yuri, dan hari ini aku mau menyatakan cinta kepadanya,” batin Kim Bum.
“Mworago?” Tanya So Eun tak percaya dengan apa yang diucapkan Kim Bum.
“Aniyo,” Kim Bum menyangkalnya.
“Kaja. . .” ajak Kim Bum.
“Gadis yang aku incar selama beberapa bulan ini, kini ada dihadapanku. Begitu indahnya ukiran bibirmu saat tersenyum. Tahukah kamu betapa aku mengagumi sosok sepertimu? Selangkah lagi, yahh selangkah lagi. Aku akan menggapaimu,” batin Kim Bum.
Ia melangkahkan kakinya ke arah Yuri. So Eun mengikuti arah Kim Bum sambil menunduk. Tak kuat melihat mereka berdua.
“Miss Yuri ada hal penting yang aku ingin ungkapkan kepadamu. Selama beberapa bulan ini aku telah memendam perasaan. . .”
“Jakaman,” ujar Yuri memotong pembicaraan Kim Bum. seorang pria dewasa mendekati Yuri.
“Ne, ini Jaejoong tunanganku. Ia baru saja pulang dari London.” Sontak baik Kim Bum maupun So Eun kaget atas kalimat yang dilontar Yuri.



“Kami berpacaran semenjak kuliah dan kali ini ia datang ke Korea untuk melamarku. Aku senang sekali. Setelah sekian lama dengan rasa sakit aku menunggunya akhirnya ia menepati janjinya. Untukmu Kim Bum terima kasih kau telah berhasil menghiburku selama ini. Kau telah menambahkan cat ke dalam kehidupanku sehingga hidupku lebih berwarna. Kau sudah kuanggap sebagai adikku sendiri. Mulai sekarang kalau di luar sekolah kamu panggil aku noona ya,” ujar Yuri panjang lebar.
Dada Kim Bum mulai sesak, emosinya sudah berada di ujung.
“Oh ya, tadi kamu mau bilang apa,” Tanya Yuri setelah sadar bahwa Kim Bum akan memberitahukan sesuatu kepadanya.
Tanpa pikir panjang panjang Kim Bum Menjawab.
“Sebenarnya aku sudah memiliki pacar baru,”
Kim Bum segera menarik tangan So Eun. Kemudian mencium bibirnya.



To be continued. . . . . 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar