Hawa dingin
mulai menyerang seluruh tubuhku. Ku ambil sebuah syal pemberian Oemma sebelum
berangkat ke Amerika, benda tersebut cukup hangat menghangati leherku. Namun
entah mengapa di malam yang sedingin itu hatiku masih terasa terbakar oleh api
amarah atas takdir yang kujalani. Ternyata Amerika yang selalu kubanggakan
semasa aku duduk di bangku sekolahan tidak sesuai dengan kenyataan. Dengan
jerih payahku akhirnya aku berhasil mendapatkan beasiswa untuk sekedar menyicip
keindahan Negara adi kuasa ini. Sungguh keras hidup di sini, mereka sama sekali
tidak punya keprimanusiaan yang dipikirkan hanya profit, profit dan profit
sampai masuk kuburan pun mereka akan membahas profit. Ya sudahlah aku tak mau
membahas kekejaman dunia bisa bikin aku mati konyol kalau mikirin atakana.
Tiba-tiba saja aku kepikiran sosok Oemma gimana yah kabar beliau sekarang
apakah sehatkah, apakah uban di kepalanya makin banyak. Kalau Oemma tau aku
masih berkeliaran di luar sendirian di kegelapan malam pasti beliau bakal
nyuruh aku pulang sambil ngomel-ngomel.
Ku coba
mendongak ke atas melihat jutaan bintang di langit, terlihat banyak bintang
yang begitu terang di langit namun di tengah bintang-bintang bersinar ada satu
bintang yang begitu redup seakan hilang ditelan awan, mungkin itulah diriku,
aku yang senyumku akan selalu redup digerogoti oleh laki-laki biadab itu.
Ponsel ku berbunyi ternyata dia panjang umur juga, aku ankgat dengan suara
angkuh dan membuka percakapan.
“Ada apa?” Tanya ku dengan suara
malas-malasan,
“Tida,k aku hanya ingin bilang kalau aku mau
menikah minggu depan mohon doa restunya? Aku berharap kamu bisa memaafkan semua
kesalahanku,” jawabnya entah itu nada bahagia atau tidak aku tidak tahu yang
jelas dalam pikiranku dia memang orang yang benar-benar sangat bejat.
Aku mengingat
kembali masa 8 tahun yang lalu saat aku dan lelaki biadab yang bernama Yong Hwa
pertama kali bertemu, dulu kami masih berada di bangku kelas satu SMA. Disitu
kami sudah mulai menjalin hubungan atakan. Begitu manis memang bahkan sampai
kami menjadi mahasiswa kami tetap langgeng. Sudah 7 tahun kami berpacaran kami
sudah mengetahui kekurangan satu sama lain bahkan keluarga juga sudah
ataka lampu hijau buat kami.
Dia orangnya sangat baik dan atakana dia akan
memiliki banyak cara untuk menghiburku ketika aku sedang suntuk dan dia juga
memiliki seribu cara supaya tidak bosan untuk mendengar curhatanku yang panjang
dan membosankan. Dia tipikal orang yang atakana ketika kami berantem hebat,
malam harinya dia akan mengirim bunga sebagai tanda permintaan maaf meskipun
terkadang dia tidak salah. Satu hal yang tak pernah aku lupakan adalah ketika
dia membuat komik foto yang berkisah tentang perjalanan cinta kami berdua.
Komik itu diberikan saat kami telah lulus SMA. Sayang sekali kami harus
terpisah karena aku harus melanjutkan studiku di Seoul sedangkan kedua orang
tua Yong Hwa menyuruhnya untuk tetap kuliah di Busan.
Hmmm sedih rasanya harus berpisah dengannya
sampai-sampai dua bulan berada di luar kota aku tak menikmati kenikmatan
sebagai anak kuliahan jauh dari keluarga, jauh dari pacar. Jarak kami memang
jauh namun itu tak membuat cinta kami pupus kami tetap saling berhubungan.
Adanya HP merupakan salah satu atakanave untuk melepas rasa rindu terlebih lagi
sekarang adanya internet kami bakal bela-belain ke warnet hanya sekedar untuk
bertegur sapa.
Liburan kuliah memang hari yang
kutunggu-tunggu karena pada hari itulah aku akan berjumpa kembali dengan sang
pujaan hati. Seminggu sebelum pulang rasanya lamaaaa sekali. Sudah tak sabar
pengen cepat-cepat enyah dari peradaban. Untungnya saja aku memiliki pacar yang
super duper perhatian, jadi terkadang dia bela-belain untuk datang ke tempatku.
Alasannya sih untuk mengecek apakah aku baik-baik saja padahal sebenernya dia
pasti lagi rindu.
Lulus kuliah aku langsung pulang ke Busan,
hari itu memang hari yang sangat dinanti-nanti setelah menuggu selama 4 tahun.
Aku dan Yong Hwa memutuskan untuk mengikat hubungan kami dengan bertunangan.
Momen itu memang saat yang sungguh membahagiakan soalnya Yong Hwa dengan
bijaknya berjanji kepada seluruh keluarganya serta keluargaku untuk selalu
menjagaku dan tetap mencintaiku. Dia memang laki-laki yang patut untuk menjadi
pemimpin.
Awalnya kami ingin langsung menikah namun Yong
Hwa belum mendapatkan pekerjaan dan aku juga harus melanjutkan studiku ke luar
negeri untuk itu kami terpaksa menunda momen yang membahagiakan itu.
Aku kembali ke Seoul untuk mengurus
beasiswaku, selama menunggu hasil pengumumannya sementara itu aku menghabiskan
tenaga ku untuk terus bekerja. Pagi harinya aku bekerja sebagai atakana di
kampus ku yang dulu, malam harinya aku menyempatkan diri sebagai penjaga warnet
dan penyiar radio. Waktuku tersita banyak untuk bekerja terkadang bahkan aku
tak sempat untuk mengangkat telepon dari Yong Hwa. Untung saja dia sangat
pengertian, dia selalu paham akan keadaanku sekarang. Dia akan terus menasehati
ku agar jangan terlalu capek dan tetap selalu merindukan dia. Aduhh aku merasa
sangat bersalah namun inilah pilihan hidup. Kadang kita tidak tahu apa
sebenarnya yang dikatakan hidup, itu semua masih misteri yang harus kita
jalani.
Lima bulan sudah aku menunggu takdirku
akhirnya paper yang kubuat telah di acc dan sekarang aku berhak mendapat
beasiswa ke Amerika. Air mata bergelingan saking bahagianya, aku buru-buru
menelpon Oemma. Aku yakin dari nada suara beliau aku sudah bisa menebak kalau
beliau bangga terhadapku namun kata bangga tak kan pernah terlontar untukku.
Aku memperingatkan Oemma agar beliau tidak memberitahukan ini kepada Yong Hwa
maupun keluarganya. Aku sengaja tidak memberitahukan kabar gembira ini karena
aku ingin memberikan kejutan kepadanya.
Dua minggu lagi dia ulang tahun aku ingin
pada momen itulah aku akan memberitahunya, hmmm pasti dia bakal bahagia dan
bangga memiliki calon istri sepertiku. 2 hari sebelum ulang tahunnya aku pulang
ke Busan tanpa sepengetahuannya. Aku sudah memiliki rencana yang matang untuk
merayakan ulang tahunnya.
Hari ulang tahun itu pun tiba, aku
bukanlah orang pertama yang mengucapkan selamat untuknya karena itu
merupakan bagian atakana yang kubuat. Malam harinya tepat pukul jam 11
malam aku, Oemma, beserta teman-teman SMA ku tiba di apartemen Yong
Hwa. Seluruh ruang kamar terlihat sudah padam hanya ada beberapa orang yang
masih berbincang di depan kamarnya. Untung saja Yong Hwa sudah tidur, mungkin
terlalu lelah sehabis merayakan ulang tahun dengan teman-temannya. Aku kemudian
membuka pintu Yong Hwa dengan kode kamarnya. Kode itu adalah tanggal di mana
kami resmi menjadi sepasang kekasih. Dan dia berjanji tidak akan merubah kode
tersebut. Hanya kami berdua yang tahu kode rahasia itu, bahkan orangtuanya
sekali pun tidak ia beritahukan. Dia sengaja memberitahukan kode tersebut agar
sewaktu-waktu aku dapat main ke tempatnya.
Hatiku tidak karuan dan agak gemetaran, aku
mendengar beberapa teman-temanku cekikikan melihat tingkahku. Kami pun masuk ke
kamarnya, ruangan itu gelap tanpa cahaya. Kami serentak mengucapkan
“happy
birthday to you”
sembari menyalakan lampunya. Saat itu juga
mulutku terkunci tak ada suara, seluruh ragaku tak sanggup bergerak mataku
tetap atak pada apa yang kulihat di depanku. Aku tak bisa percaya terhadap apa
yang kulihat saat ini. Melihat dua sosok berlainan jenis setengah telanjang dan
melakukan sesuatu yang sungguh tidak etis.
“Mereka manusia yang tak berotak mereka sama-sama
biadab,” kata-kata itu tak bisa ku keluarkan. Jangankan untuk berbicara hanya
sekedar mengeluarkan amarah dengan menggigit gigiku saja tak bisa kulakukan.
Aku hanya terkulai lemas tak berdaya aku tak menyangka tega-teganya ia
menghianati cintaku selama tujuh tahun ini, kami berhubungan bukan setahun
ataupun dua tahun. Cinta yang tulus yang pernah kami bina selama 7
tahun kini lenyap dengan sekejap.
Aku masih tak percaya terhadap apa yang ada
di hadapanku. Aku kembali memperhatikan sosok di depanku, tak mungkin salah
lagi dia memang laki-laki yang kucintai selama tujuh tahun itu. Ragaku tak
mampu bergerak namun jiwaku masih normal aku mampu mendengar kata-kata yang
terlontar namun aku tak bisa mencerna apa yang mereka atakana aku tak berdaya.
*****
Aku mulai
sadar saat Oemma menyuruhku meneguk segelas air. Rasa sedih masih terasa sesak
di dada. Oemma segera mengantarkanku ke kamar mataku memang kering tanpa air
mata tapi mengapa hatiku yang menangis. Itulah yang membuatku sesak Oemma
dengan bijaknya menyuruhku untuk menangis namun itu tak bisa kulakukan, aku
hanya tetap duduk mematung. Oemma pun pergi meninggalkanku. Oemma pasti
menangis melihat keadaanku, aku sebenarnya kasihan sama Oemma dan Appa mereka
pasti geram terhadap Yong Hwa semoga ini air mata terakhir untuk laki-laki yang
biadab itu aku memutuskan untuk menangis.
“Sudah berapa lama kamu berhubungan dengan
wanita itu,” ujarku saat Yong Hwa memelas permintaan maaf dariku.
Kuacuhkan
semua permintaan maafnya, yang terpikirkan di otakku untuk sosok yang kini
berada di hadapanku adalah lelaki biadab. Ia perlahan mencoba menggenggam
tanganku namun aku menolak dengan kasar.
“Lepaskan aku, jangan coba-coba menyentuh
aku. Sekarang aku bukan Shin Hye yang seenaknya kau jadikan boneka. Jawab
pertanyaanku sudah berapa lama kau berhubungan dengan wanita itu?”
Amarahku semakin membeludak namun di samping
itu air mataku tak kunjung kering bahkan terus mengalir dengan derasnya.
“Biarkan aku jelaskan semua ini. Aku sungguh
menyesal dengan kekhilafanku,” ujarnya sembari membungkukan tubuhnya. Semakin
ku melihatnya semakin jijik pula aku terhadapnya.
“Sebegitu beratkah kau menjawab pertanyaanku,
berapa lama kau berhubungan dengan wanita itu?”
“6 bulan yang lalu, tapi biar aku jelaskan
mengapa aku menjadi seperti demikian”
Degggg jantungku
berdetak 3 kali lebih cepat, darahku mengalir deras bak air sungai mengalir.
Otakku tak bisa berpikir sehat, hatiku terasa hancur remuk mendengar jawaban
darinya. Sudah 6 bulan ia berhubungan dengan perempuan itu. Apakah aku begitu
hinanya sehingga ia sampai hati menghianati cinta suci yang telah kami bina
selama 7 tahun dan bahkan status kami sekarang sudah bertunangan. Aku hanya
bisa diam, semakin aku meluapkan emosiku semakin pula air mataku tak bisa
dibendung. Aku tak mau melihat ia tertawa melihat penderitaanku, dasar
laki-laki bajingan.
“Aku mohon aku akan menjelaskan semuanya, so
please biarkan aku bicara” lanjutnya kembali.
“Jangan kau melanjutkan kata-katamu lagi aku
sudah tahu apa yang kau pikirkan, I know what are you saying so please stop
explaining about anything it can hurts me, please don’t be like this. Aku sudah
muak dengan kamu sudahlah akhiri saja semuanya, sekarang kita sudah berada di
dunia yang berbeda. Kamu hidup-hiduplah dengan wanita yang kau tiduri semalam dan
aku akan pergi jauh, sejauh mungkin agar kamu puas tidak diganggu lagi olehku.”
Aku berhenti
sejenak mengambil nafas perlahan, air liur terasa pahit namun aku tidak boleh
lemah aku harus menjadi wanita tegar.
“Dua hari lagi aku akan melanjutkan studiku ke
Amerika jadi jangan pernah kamu muncul di hadapanku, jangan khawatirkan aku
percayalah aku akan baik-baik saja.”
Aku pun
menjabat tangannya, kini tangan itu begitu asing bagiku. Ia berusaha menarik
tubuhku ke pangkuannya namun aku berhasil menopang tubuhku yang mungil ini.
“Cepat enyah dari hadapanku. Aku akan terus
berdo’a semoga orang yang aku cintai bisa hidup dengan orang yang dicintainya,
pergilah. . .”
Aku mengusir
dia dengan paksa entah dari mana tenagaku sehingga aku mampu mendorong badannya
yang tegap. Aku segera menutup pintu dengan keras. Kuabaikan semua teriakannya
aku sudah tidak peduli lagi dengannya. Cukup sudah aku dihianati orang, aku
sudah capek, aku ingin memulai hidup baru yang di mana aku bisa bernafas dengan
lega tanpa ada bayangan Yong Hwa. Kakiku lunglai untuk berjalan, mataku seakan
terhipnotis oleh air mata, aku tak bisa berbuat apa-apa lagi.
Aku tersadar
saat Oemma membangunkanku, ternyata aku tertidur di depan pintu. Kutengok
keluar jendela ternyata Yong Hwa masih tetap berdiri tegak di hadapan pintu.
Aku rasa perbuatannya sia-sia. Perbuatannya itu tidak akan bisa meluluhkan
hatiku untuk sekarang ini. Aku biarkan Yong Hwa tetap mematung di depan pintu,
tak akan ada rasa kasihan untuk lelaki sebejat itu.
Aku tak pernah
melihat sosok Yong Hwa lagi semenjak saat itu sampai saat di mana aku duduk
menderita di depan patung liberty.
“Yong Hwa-ah perlu kamu tahu aku tu masih
sayang sama kamu, aku masih berada di jalan yang sama di mana hati ini akan
selamanya mencintaimu. Kamu tahu sudah berapa liter air mata jatuh hanya
karenamu, tahukah kamu betapa sakit hati ini melihat kamu dengan perempuan
lain. Kuakui ini memang kesalahanku karena kau tidak bisa mencintaiku secara
utuh. ini semua memang kesalahanku karena terlalu mencintaimu lebih dari
cintamu kepadaku. Aku tidak bisa membuatmu mencintaku seperti yang aku
inginkan. Aku memang wanita bodoh yang masih mengharapkan cinta darimu.
menunggu kedatangan cintamu, menyesal karena telah membiarkanmu bersama
perempuan lain. Maafkan aku karena aku tak bisa berhenti mencintaimu.”
Semua penat
kulontarkan sambil sesenggukan, aku sudah tak bisa bicara lagi nafasku terasa
pendek, namun aku tetap berusaha melanjutkan perkataanku. Aku sudah tidak
peduli lagi dengan orang disekitarku
“Aku bosan dengan hidup ini, aku sudah muak
dengan jalan hidup ini, aku tak mau terbelenggu oleh cinta, aku bosan hidup”
teriakku.
Aku mendegar suara teguran dari samping ku
namun aku tak peduli aku menampik semua sapaannya.
“Aku bosan hidup,” teriakku dengan suara
melemah namun berulang kali terucap.
Aku berhenti
sampai seseorang menepuk bahuku. Ku menoreh ke samping ternyata ada seorang
pria yang sedari tadi memperthatikan tingkahku yang konyol. Pria itu tidak
selayaknya seperti orang bule kebanyakan. Memiliki badan yang proporsional dan
tegap, memiliki hidung runcing, rambut hitam, dan kulit putih. Sepertinya ada
campuran darah Asia di dirinya.
“Ada apa denganmu nona, apakah ada masalah,”
tanya dia dengan nada keheranan
“Aku tidak apa-apa tuan,” jawabku sambil
berjalan menuju tempat penjualan es krim
“Es krim memang cocok untuk Anda saat ini,
paling tidak bisa mengurangi stress,” ujarnya sambil terus mengikutiku
“Kenapa Tuan mengikuti saya,” ujarku ketika
hendak berjalan menuju patung liberty.
Melihat orang
asing di Negara asing memberi kesan mengerikan bagiku, namun aku berusaha untuk
berpikir terbuka dan tidak semua orang asing berkelakuan bejat. Aku merasa
tidak takut dengan orang yang berada di belakangku. Kurasa dia orang baik-baik,
yahh setidaknya tingkahnya lebih baik dari pada Yong Hwa.
“Hey Nona buat apa Anda di sana?” tanyanya
saat melihatku berdiri mematung di depan patung liberty.
“Tuan. . . bisakah Anda mengambil foto saya
di depan patung ini. Tampilannya seluruh badan agar posenya persis seperti
patung di belakang saya?” perintahku terhadap Mr. Asing itu.
Aku berpose
layaknya seperti patung liberty yang sedang memegang es krim. Mr. Asing itu
mengambil gambarku sampai 5 kali, hal itu membuatku cukup puas dengan hasil
fotonya.
Di saat
kesenanganku melihat hasil foto-foto itu. Aku kembali mengingat masa-masa
silam, saat Yong Hwa memberikan foto komik tentang perjalan cinta kami.
Bayangan Yong Hwa hinggap dipikiranku, membuat hatiku remuk kembali. Tetesan
air mata terus mengalir di pipiku.
“Aku sudah bosan dengan hidup ini, aku muak
hidup di tengah bayangan laki-laki busuk itu, AKU BOSAN HIDUP”
“Nona maksudmu apa saya tidak mengerti apa
yang Anda bicarakan dari tadi?” Tanyanya heran.
Yahhh dia
memang tidak mengerti karena kulontarkan dengan bahasaku sendiri. Aku
melangkahkan kaki menuju tempat duduk di sekitar taman, aku tak menggubris
pertanyaan Mr. Asing itu. Aku hanya diam sambil menyeka air mataku. Sapu tangan
berwarna biru polkadot disodorkan olehnya. Tanpa basi-basi aku segera meraih
sapu tangan bewarna biru dan menyeka air mataku.
“Mungkin untuk saat ini Anda tidak ingin
mencurahkan perasaan Anda, terlebih saya adalah orang asing bagi nona,” ujarnya
ingin membuka percakapan kembali.
Bagaimana pun
ia memang orang baik tapi saat ini aku tidak punya nafsu sedikit pun untuk
bercakap dengan orang lain. 30 menit lamanya kami terdiam tanpa kata, sadar
dengan keadaanku sekarang aku pun pamit pulang. Perasaanku datar sampai aku
terlelap di tempat tidur untuk mempersiapkan hidup lebih berat lagi pada hari
esok.
Aku mengambil
posisi duduk di dalam ruang siaran. Pagi ini memang adalah jadwalku untuk
siaran sehingga tak ada waktu untuk sekedar mengecat kuku. Seperti biasa dengan
ditemani oleh secangkir kopi pekat dan sepotong kue kering aku siap untuk
mengiring para pendengar radio pagi ini.
“Selamat pagi para pendengar bagaimana kabar
Anda pagi hari ini, pagi-pagi harus tetap semangat ya,” kataku menyambut para
pendengar setia East Vilage Radio.
Meskipun di
apartemen aku hanya bisa terkapar lunglai namun jika sudah siaran semangat itu
langsung muncul berapi-api. Aku memandu playlist yang bertemakan sharing
your love. Playlist ini adalah salah satu playlist yang
banyak diminati oleh para pendengar, tak heran jika siaran ini diputar dua kali
dalam sehari.
“Surat pertama yang akan saya bacakan hari
ini adalah surat dari salah satu pendengar kita yang bernama Geun Suk.”
“Kenapa harus Geun Suk, bukankah nama itu
adalah nama orang Korea. Ternyata dunia ini memang sempit ya,” batinku saat
melihat nama yang tertera di kertas itu.
Kemudian aku membaca surat tersebut dengan
pelan dan dibumbui oleh kalimat kiasan agar para pendengar terhipnotis oleh
surat yang kubacakan.
“Nama saya Geun
Suk. Mungkin banyak yang bertanya, kenapa nama saya seperti bukan orang barat.
Saya memang memiliki darah Asia, tepatnya Korea Selatan. Oemma saya orang Korea
sedangkan Appa dari Amerika. Tetapi sejak kecil saya tidak pernah bertemu
Oemma, mereka telah bercerai sejak lama. Sehingga aku tidak memiliki
pengetahuan sedikit pun tentang Oemma. Itu sekilas tentang saya. Saatnya saya
ceritakan tentang pengalaman konyol saya.
Ini
adalah hari kesekian kalinya saya mencari udara segar sendirian di taman,
Seperti biasa dengan ditemani oleh sebungkus rokok dan sebotol bir, saya
berjalan mengelilingi patung besar itu. Setelah puas berkeliling saya akan
istirahat di kursi panjang sambil menikmati keindahan malam. Rutinitas itu
memang sudah biasa kulakukan, namun untuk kali ini berbeda dari biasanya. Untuk
pertama kalinya saya memperhatikan tingkah laku orang yang ada di samping saya.
Pada saat itu saya bertemu dengan gadis Asia yang sangat cantik, saya akan
senang jika menyebutkan ciri-cirinya. Gadis cantik itu memiliki tubuh yang
sangat mungil, berambut hitam nan tebal, mata lebar bulat dan terkesan juling,
hidung yang sangat lancip, dan ditambah lagi bibirnya yang kemerah-merahan. Dia
sungguh sangat cantik, sayangnya kecantikannya tertutupi oleh air matanya. Dia
terlihat seperti memiliki beban yang sangat berat dalam hidupnya. Saya mencoba
untuk berinteraksi dengannya namun ia
mengacuhkan saya. Saya tidak berhenti sampai di situ. Saya mencoba untuk
mengikutinya dan untungnya dia menyuruh saya untuk mengambil gambarnya tepat di
depan patung liberty. Awalnya dia sangat senang melihat hasil foto saya namun
beberapa menit kemudian ia menangis dan menggeretu sendirian. Saya sama
sekali tidak mengerti apa yang dia katakan. Tapi ada satu kalimat yang dia
sebut berulang-ulang sampai saya bisa menghafal kata-kata itu. Dia mengatakan
“aku bosan hidup” sampai ratusan kali. Ia
menyebut kata-kata itu sambil mengeluarkan air mata. Melihat itu saya pun
menyodorkan sebuah sapu tangan untuknya, tanpa pikir panjang ia
meraih sapu tangan tersebut. Kami hanya duduk diam tanpa suara selama hampir 1
jam dan ia memutuskan pulang tanpa berkata sepatah kata
pun kepada saya. Yahhh gadis yang mampu membuat saya sungguh penasaran meskipun
ia pelit berbicara. Pesan saya untuk gadis cantik yang mengatakan ‘aku bosan
hidup’ tolong kembalikan sapu tangan saya,”
“Waoo ceritanya berhenti sampai disitu,”
sapaku terhadap para pendengar
“Tuan Geun Suk Anda membuat kami semua
penasaran, apakah benar Anda hanya ingin sapu tangan Anda dikembalikan, atau
Anda tertarik sama gadis Asia itu? Semoga Anda kembali lagi menceritakan kisah
Anda setelah Anda bertemu gadis itu! Saya yakin gadis itu akan kembali dan
mengucap terima kasih kepada Anda,”
Aku berpikir
sejenak mendengar kalimat “aku bosan hidup” bukankah itu bahasaku, mengapa aku
tidak menjelaskan maknanya tadi, ya sudahlah lain kali aja.
*****
Aku kembali mengiringi para pendengar untuk menceritakan
pengalaman cinta mereka, dengan sapaan hangat aku mampu membuktikan kecakapanku
sebagai penyiar radio.
“Halo pendengar setia, bagaimanakah kabar Anda pagi
hari?” Seperti biasa aku melanjutkan membaca surat dari pembaca.
“Surat selanjutnya adalah dari tuan Geun Suk, wahh
bagaimana kelanjutan cerita Anda mengenai gadis Asia itu, apakah Anda sudah
bertemu dengannya?” Ujarku setelah melihat nama Geun Suk kembali menulis surat
yang membuat para pendengar berdecak penasaran. Aku kemudian membaca surat
tersebut.
“Saya sangat penasaran dengan gadis Asia itu, maka saya selama 3 hari ini pergi ke taman liberty namun gadis yang
ingin saya temui tidak ada. Rasa amat kecewa memenuhi perasaan saya, mengapa
gadis itu sama sekali tidak mengingat saya? Paling tidak dia mengingat sapu
tangan yang telah saya berikan. Mungkin si gadis jelita itu bingung mau mencari
saya ke mana, karena di antara kami berdua tidak ada pengenalan identitas sama
sekali. Saya hanya tahu dia berucap ‘aku bosan hidup’ berulang kali. Saya
berharap semoga gadis itu mendengarkan surat saya ini, semoga!”
Surat itu aku bacakan dengan nada lemah seakan terhanyut
oleh kisah sang penulis. Satu hal yang membuat aku tertarik adalah sepotongan
kata yang diungkapkan oleh gadis itu. Potongan kata itu juga tidak asing
bagiku, yahh itu memang bahasaku dan gadis yang diceritakan oleh sang penulis
itu pasti orang Korea. Itu tidak mungkin aku karena ku yakin gadis Korea yang
tinggal di sini jumlahnya lumayan banyak.
*****
Merebahkan tubuh ini adalah hal terbaik untuk sekarang
ini. Tubuhku serasa ambruk setelah menjalani aktivitas seharian. Malam ini aku
putuskan untuk berisitirahat di apartemen saja untuk menebus rasa penat yang
sudah berkepanjangan. Rasa kurang nyaman menggerogoti tubuhku disebabkan oleh
peluh yang masih menempel di raga. Aku memaksakan diriku untuk tidur sebelum
mandi. Alhasil aku merasa kurang nyaman dengan kondisi seperti ini. Tubuhku
kini mulai melemas, mataku sudah redup.
You leave me breathless
You’re everything good in my life
You leave me breathless
I still can’t believe that you’re mine
You just walked out of one of my dreams
So beautiful you’re leaving me
Breathless
Sayup-sayup lagu Shayne Ward berdentang keras menyapu ruangan,
Bunyi apa lagi itu? Aku meraih bantal dan menutup kepalaku, berharap
bunyi itu segera berhenti. Tapi ternyata bunyi itu sanggup menembus bantal dan
sampai di telingaku. Aku melempar bantal ke samping, menendang selimut dan
mengerang kesal.
“Ya ampun, bisakah sejenak saja berikan aku kedamaian,
aku hanya butuh istirahat. Tak bisakah,” gerutuku.
Aku menjulurkan tangan ke meja di samping tempat tidur.
meraba-raba, tetapi tidak ada apa-apa di sana. Walaupun masih setengah sadar,
aku teringat barang-barang yang tadinya ada di meja kini tergeletak di lantai.
Aku bersusah payah membuka mata yang seakan direkat dengan lem super lengket
dan mencondongkan tubuh ke tepi tempat tidur, berusaha meraih ponsel yang
berbunyi nyaring. Aku masih tidak sudi bangun dari tempat tidur, karenanya aku
agak kesulitan menggapai ponselnya. Akhirnya setelah memanjang-manjangkan badan
dan tangan, aku berhasil menggapai benda berisik itu.
Dengan mata yang masih setengah sadar aku menjawab
ponselku dengan enggan.
“Shin Hye-ah. . .”
Deggg. . . kantukku langsung hilang saat mendengar orang
yang berbicara di seberang telepon. Aku mengangkat tubuh lemasku.
“Mau apa kamu menelponku,” amarah mulai menguasai diriku.
“Bisakah kamu memaafkan aku,”
“Cihhh…. Kalau kamu cuma telpon buat meminta permohonan
maafku, lebih baik kita akhiri saja percakapan ini,” ungkapku. Jari tengahku
sudah meraih tombol merah di ponselku.
“Aku akan melangsungkan pernikahan hari ini,” ungkap Yong
Hwa.
Nafasku tercekat. Darahku seakan berhenti mengalir. Aku
menghapus aliran air mata yang jatuh ke pipi.
“Tanpa aku, hidupmu akan indah, bukan?”
Aku langsung menutup ponselku, mengambil sim cardku dan
membuangnya ke aquarium. Ini adalah akhir, seakhir-akhirnya berhubungan
dengannya. Yahh kusadari tanpa aku, hidupnya akan tetap bahagia. Lalu
bagaimanakah denganku, pernahkan ia memikirkan perasaanku.
Aku tak sanggup merasakan sakit hati ini. Semalaman aku
menangis merasakan sakit ini. Aku tak bisa menahan air mataku yang terus
keluar. Aku duduk di depan kaca, melihat diriku dengan bercucuran air mata yang
tak kunjung henti. Apapun yang kulakukan luka ini tak kunjung terobati. Tuhan….
izinkan aku mengatur mesin waktu agar ku bisa mengulang kembali kesalahan yang
kuperbuat masa lalu. Memaafkanmu, membiarkanmu kembali kepelukanku. Jika aku
bisa melakukannya aku takkan minta apapun lagi. Aku hanya ingin bersamamu, di
pelukanmu, mencium keningku, menghapus duri di hatiku. Berikan aku kesempatan
untuk terus bersamamu, kumohon.
Satu kesalahan yang kamu perbuat menyebabkan satu penyesalan
yang abadi. Seharusnya aku bisa memaafkan kesalahanmu. Membiarkanmu menjelaskan
apa yang terjadi. Aku sungguh tak sanggup menodai janji suci yang telah kita
buat terdahulu. Aku tak memiliki kekuatan untuk menodai percintaan kita selama
7 tahun ini. Bantulah aku Yong Hwa, bantu aku bangkit dari keterpurukan ini.
Tidak adanya kehadiranmu membuatku tak sanggup lagi menopang beban ini. Aku
sungguh menyesal dengan perbuatan bodohku. Kenapa aku tak bisa mempertahankan
pertunangan ini sebelumnya.
Aku membuka laci lemari, mengambil cincin pertunanganku.
Namun, jariku beralih ke benda yang tergeletak di sampingnya. Sapu tangan
polkadot biru. Aku langsung menutup mulutku saat menyadari sapu tangan itu
diberikan oleh orang asing di taman liberty. Orang asing itu adalah Jinwoon.
Orang yang selalu menulis curhatan tentang gadis yang ditemuinya di taman. Yahh
aku tidak salah lagi orang asing itu adalah Jinwoon dan orang yang dicarinya
adalah aku. Wanita Asia yang berulang kali mengucapkan ‘aku bosan hidup’.
*****
“Selamat siang, para pendengar. Bagaimana kabar Anda
semua hari ini?”
Aku menyapa pendengar dengan sangat ceria. Aku melirik
jam tanganku, yahh ini adalah jadwalku untuk memandu playlist. Aku berharap
orang asing itu menulis surat pagi ini, aku sungguh rindu dengannya. Aku
melirik tumpukan surat untuk hari ini. Membaca satu persatu pengirimnya. Surat
yang kunanti-nantikan kini berada digenggamanku. Aku mendesah lega…
“Surat pertama yang akan saya bacakan hari ini adalah
surat dari salah seorang pendengar kita yang mencari seorang gadis Asia. Para
pendengar setia tentunya sudah tahu kan, bahwa penulisnya adalah Geun Suk.
Bagaimana kelanjutan kisahnya, apakah ia berhasil menemukan gadis Asia itu
beserta sapu tangannya. Mari kita simak sama-sama.”
“Mungkin bagi sebagian dari
para pendengar yang telah mengikuti pengalaman saya sebelumnya, sekarang ini
tengah penasaran dengan pencarian jejak saya terhadap gadis Asia itu. Namun,
saya tak mempunyai daya. Saya bukan Tuhan yang bisa mengatur takdir. Saya
benar-benar tidak ditakdirkan bertemu dengannya lagi. Saya sudah menjalani
rutinitas, berjalan-jalan di taman berharap ia akan muncul di hadapan saya. Saya rasa itu adalah
perbuatan irasional, mengharapkan sesuatu hal yang tidak
mungkin. Saat ini mungkin saya bisa dikategorikan telah menyerah. Saya sudah
yakin gadis Asia itu tak dapat saya jumpai lagi. Saya tidak akan berharap lagi
gadis itu akan menemui saya, namun saya tetap akan melanjutkan aktivitas saya.
Menyusuri taman liberty tanpa bayang-bayang gadis itu lagi. Saya mohon maaf
jika pendengar kecewa dengan kisah saya ini. Mungkin ini adalah surat terakhir
saya, terima kasih.”
Aku mengakhiri surat itu dengan wajah lunglai. Sepertinya
lelaki itu sudah cukup lama mencariku. Sungguh bodoh!!
“Tuan Geun Suk saya sangat terharu dengan kisah Anda.
Perjuangan yang Anda lakukan untuk gadis Asia itu sangat keras. Hmmm, apakah
Anda percaya dengan sebuah keajaiban??? Kalau memang benar Anda percaya, maka
temuilah gadis Asia itu di taman malam ini. Saya yakin ia akan berada di sana
untuk menemui Anda. Percayalah pada saya,” ujarku.
Mengungkapkan harapan yang mungkin bisa dikatakan palsu.
Namun, percayalah seseorang akan menungguimu di sana.
*****
Aku melirik
jam tanganku, sudah hampir dua jam aku duduk menyendiri di taman. Aku menyapu
pandanganku, memerhatikan orang-orang yang berlalu lalang. Aku mengambil
beberapa gambar orang-orang yang melakukan aktivitasnya di taman. Lucu sekali,
tak sedikit aku melihat sepasang kekasih sedang melakukan ciuman mesra. Arghhh
sudah lama aku tak melakukan hal itu. Semenjak ketiadaan Yong Hwa di sisiku. Ya
sudahlah ini memang takdir, aku harus bisa hidup tanpanya. Ada tidak adanya
dirinya aku masih berusaha untuk tetap tersenyum. Berjuanglah Shin Hye!
Tapi kenapa Geun
Suk lama sekali aku bosan berada di sini sendirian. Saat ini aku tak mau
sendiri lagi, aku ingin hidup normal. Berbaur dengan orang lain tanpa perlu
menunjukkan bebanku. Aku mengambil posisi duduk, kuraih syalku sebagai
penghalang angin malam yang terus merajang leherku. Sayang sekali aku tak
meminta nomor teleponnya kemarin. Kalau tidak, aku bisa menelpon Tuan itu dan
bertanya apakah ia benar-benar akan datang. Baiklah, aku akan menunggu sebentar
lagi. Kalau sampai ia tak muncul dalam waktu 30 menit, maka aku akan pulang.
Aku menajamkan
mataku saat melihat orang yang tengah berjalan ke arahku. Aku masih ingat jelas
wajah Tuan asing itu. Kini ia mendekat ke arahku. Aku melambaikan tanganku,
memastikan apakah ia mengingatku.
“Apakah Anda menunggu saya, nona?” tanyanya.
Ia kini mengambil posisi duduk berdekatan
denganku.
“Yah, saya sengaja ke sini untuk menunggumu,
Tuan!”
“Awalnya saya sudah menyerah untuk mencari
Anda. Namun, seorang penyiar radio menyarankan saya untuk datang ke sini
berharap akan adanya Anda. Awalnya, saya tidak berniat untuk datang ke sini
karena saya yakin Anda tidak akan pernah ada. Setelah saya berusaha memerangi
rasa ego saya. Saya memutuskan untuk datang kesini lagi, mencari Anda untuk
terakhir kalinya. Ternayata apayang dikatakan oleh penyiar radio itu benar. Ini
sebuah keajaiban. Apakah mungkin ia adalah seorang peramal…” Jelasnya panjang
lebar
“Dia bukan peramal, dia adalah orang yang
sekarang berada di samping Anda.”
Aku tersenyum
lebar, sambil sedikit berani mengarah menatap matanya, sama sekali ia tidak
menyadari suasana hatiku sekarang ini.
Alis Geun Suk
sedikit terangkat. Memutar otaknya, mencari tahu maksud dari pernyataanku. Oke,
aku berhasil membuat dia penasaran.
“Apakah Anda percaya akan takdir tuan Geun
Suk,” ucapku kembali.
Kembali menggoreskan rasa penasaran bagi
laki-laki itu. Aku mengambil sapu tangan dari saku bajuku dan kutunjukkan tepat
di hadapannya.
“Apakah Anda masih meragukan saya,” ucapku
sembari melukiskan senyum hangat.
Ia membalas senyumanku kemudian berkata,
“Anda adalah DJ Shin Hye di East Vilage Radio?”
Aku membalas pertanyaannya dengan anggukan
kecil.
“Oh my god, lalu kenapa selama ini Anda
menyembunyikan identitas Anda. Anda tahu, saya sudah merasa gila karena
terus-terusan mencari Anda,” ungkapnya.
“Maafkan saya Tuan,” selaku.
Aku menarik nafas panjang. Mungkin ini saat
yang tepat untuk menceritakan masa laluku kepada orang lain.
“Saya tidak bermaksud membuat Anda seperti
itu. Saya sungguh lupa atas kejadian kemarin.”
“Apakah Anda memiliki penyakit amnesia,”
tanyanya polos. Aku hanya tertawa kecil menanggapi pertanyaan konyolnya.
“Suasana hati saya saat itu sedang kacau,
saya merasa sudah menjadi pribadi yang tidak berguna. ‘aku bosan hidup’ seperti
yang Anda dengar sebelumnya adalah ungkapan betapa saya sudah tidak betah lagi
di dunia ini. Saya tidak memiliki gairah lagi untuk hidup,” aku menjelaskan
bahasaku dengan kemampuan berbahasa Inggris. Tak ada yang kusembunyikan lagi.
Kurasa beban ini terlalu berat jika ditopang sendirian.
“Saya memiliki masa lalu yang amat curam,”
aku menghentikan perkataanku.
Aku takut jika
ia bosan jika mendengar ceritaku. Kalau sudah cerita, maka akan membutuhkan
waktu yang amat lama. Ini memang sudah kebiasaanku dari dulu sewaktu bersama Yong
Hwa. Tak heran jika terkadang Yong Hwa menguap sampai berulang kali.
Aku melihat ke arahnya, mencoba membaca raut
wajahnya.
“Saya akan senang jika Anda menceritakan
pengalaman Anda,” ujarnya.
Aku tersenyum
melihat respon cerianya. Mungkin awal-awal dia akan senang mendengar ceritaku,
tapi tunggu saja nanti. Aku yakin dia juga akan jenuh mendengar ceritaku yang
panjang lebar dan bahkan diulang-ulang sampai 5 kali.
“Saya dulu sewaktu SMA memiliki teman kencan,
dia sangat romantis dan saya sangat sayang kepadanya. Kami selalu menghabiskan
waktu bersama, tidak bertemu dengannya saja menyisakkan kehampaan yang
berkepanjangan. Kami terpaksa berpisah saat kuliah, saya kuliah di luar kota.
Meskipun begitu hubungan kami tetap baik-baik saja. Kami saling mempercayai
itulah sebabnya hubungan kami awet. Setelah lulus kuliah, kami memutuskan untuk
mengikrarkan janji suci kepada kedua orang tua kami. Kami telah resmi
bertunangan, cincin ini adalah bukti cinta tulus kami selama 7 tahun.”
Aku menunjukkan cincin yang ada di jari
manisku. Kilatan cincin itu menyilaukan pemandanganku.
“Yahh, saat itu saya merasa bagaikan wanita
satu-satunya yang paling bahagia. Bahagia karena bisa hidup bersama seseorang
yang benar-benar saya cintai. Namun…..” sungguh berat melanjutkan kata-kata
pahit itu.
“Namun, sesuatu hal tak terduga terjadi.”
Aku menunduk,
menyembunyikan wajahku. Bayang-bayang masa lalu kembali melekat di memoriku.
Mengingat masa-masa silam yang begitu curam membuatku tak mampu membendung air
mataku.
“Pada saat saya kembali mengurus beasiswa
luar negeri. Saya menjadi seseorang yang sangat sibuk. Saya berniat akan
membuat kejutan pada pacar saya yang bernama Yong Hwa pada saat hari ulang
tahunnya. Sekaligus menebus kesalahan karena beberapa bulan lamanya hubungan
kami tidak terlalu intim. Rencana saya memang berjalan mulus, saya mengajak
orang tua saya bersama teman-teman SMA saya berkunjung ke apartemen Yong Hwa
secara diam-diam. Pada saat kami menyalakkan lampunya. Anda tahu??? Dia sedang
melakukan hubungan intim dengan perempuan lain. Mungkin sebagian orang dapat
merasakan bagaimana rasanya dihianti oleh seorang yang telah dicintainya selama
7 tahun lamanya. Yahhh, 7 tahun bukanlah waktu yang singkat dalam menjalin
suatu hubungan. saya melarikan diri seorang diri ke Negara ini, semakin saya
menjauh semakin hati ini merasa sakit. Saya berpikir jika saya bertemu
dengannya saya akan merasa lebih sakit. Rindu??? Merindukannya adalah hal yang
wajar namun semakin saya merindukannya saya merasa ada ribuan panah yang siap
menghantam hati saya.”
Aku
menghentikan pembicaraanku, sepertinya ceritaku sudah terlalu panjang. Anehnya,
Geun Suk sama sekali tidak bosan ia sama tak menunjukkan sinyal-sinyal
kebosanan. Air hangat terus menetes di pipiku, aku mengusap pipiku dengan sapu
tangan di tanganku.
“Hari-hari terasa menjenuhkan, saya merasa
bodoh karena harus dibayangi-bayangi oleh masa lalu yang membuat saya begitu
amat rapuh. Saya sadar perbuatan saya ini adalah hal yang sangat merugikan bagi
hidup saya. Entah kenapa baru kali inilah saya merasakan kenyamanan saat Anda
berada di samping saya. Tanpa saya sadari Anda telah membuat saya tersenyum.
Hal yang tak pernah saya lakukan.”
Aku mengusap
air mataku kembali, kini aku tersenyum dan memberanikan diri menatap wajahnya.
“Hahhhh, ini adalah saatnya saya bangkit dari
keterpurukan. Saya sudah berjanji tidak akan menangisi mantan pacar saya. Shin
Hye fighting!!!” Ungkapku penuh semangat.
“Apakah Anda yakin,” tanyanya masih dalam
kondisi setengah percaya.
Aku meraih tangan kirinya dan menyerahkan
sapu tangan miliknya.
“Atas kembalinya sapu tangan ini, berarti itu
adalah ikrar saya untuk tidak akan menangis lagi. Jika saya menangis lagi, saya
akan segera menghubungi Anda untuk meminjamkan sapu tangan ini, agar saya bisa
menghapus air mata saya,” candaku.
“Berikan saya kesempatan untuk membantu Anda
menghapus air mata itu,” ungkapnya.
Aku tersenyum
kembali mendengar kalimatnya. Waoww suatu kalimat yang telah lama tak kudengar
dari seorang laki-laki.
*****
”Halooo para
pendengar!!! Geun Suk kembali lagi. Saya ingin berbagi kebahagiaan kepada Anda
semua. Apakah kalian masih percaya dengan adanya suatu keajaiban?? Semalam saya
menemukan suatu keajaiban! Awalnya saya sudah putus asa atas pencarian saya
namun, karena atas saran dari seseorang yang menurut saya dia adalah seorang
yang spesial, saya memantapkan diri saya untuk kembali mencari gadis Asia itu.”
Aku bergetar saat membaca surat dari Geun Suk,
apa yang ia mau tuliskan kembali. Bukankah ia sudah bertemu denganku, lalu
kisah apa yang akan ia ceritakan. Jangan sampai ia mempermalukan aku.
“Saya sama
sekali tidak percaya bahwa ternyata dia adalah seseorang yang sangat saya
kenal, dan mungkin bagi para pendengar juga akan mengenal gadis Asia itu,”
Mataku melebar saat melanjutkan ceritanya.
“Bodohnya, dia
sama sekali tidak menyadari pencarian saya selama ini. Namun, sudahlah… yang
penting bertemu dengannya itu sudah cukup bagi saya. Saya menanyakan kepada dia
kenapa ia sampai tega membiarkan saya terus mencari dirinya. Dengan polosnya ia
mengakui bahwa ia tidak ingat dengan pertemuan kami terdahulu akibat luka dari
pengalaman masa lalu. Ia juga menjelaskan saya tentang makna ‘aku bosan hidup’
ternyata ungkapan itu adalah suatu makna dari kisah dia di masa lalu. Ia
memilki masa-masa suram di mana mantan kekasihnya mengianatinya tepat di
hadapannya. Padahal mereka telah menjalani masa pacaran selama 7 tahun. Kurun
waktu yang cukup lama bagi saya. Bahkan mereka telah bertunangan, namun sayang
mantan kekasihnya tidak setia, tega menghianatinya. Itulah sekilas kisah dari
gadis Asia itu. Waktu pertama kali saya bertemu dengannya wajah cantiknya
tertutupi oleh air mata. Saya melihat rasanya ia tidak memiliki gairah untuk
hidup. Namun, setelah pertemuan yang kedua tanpa sadar saya telah membuat ia
tersenyum. Bahkan, ia tersenyum berkali-kali, senyuman yang membuat ia terlihat
sempurna.”
Membaca kisahnya membuatku tak berhenti
tersenyum.
“Saya rasa
saya telah jatuh cinta kepadanya. Saya bersusah payah mencari tahu alasan
kenapa saya memiliki perasaan seperti itu, jatuh cinta terhadap seseorang yang
baru saya kenal. Namun, saya tidak menemukan alasan kenapa saya jatuh cinta
kepadanya. Mencintainya tanpa alasan. Aku sungguh mencintainya. Sekian dulu
kisah dari saya, semoga Anda terhibur!”
*****
Ini adalah hari ketiga pertemuan kami, di tempat yang sama, tentunya. Kali ini
aku sengaja datang terlambat. Ini balasan atas perbuatannya kemarin. Oke, sudah
satu jam lamanya dia menungguku. Saatnya Shin Hye menyambutmu tuan Geun Suk.
Sepertinya dia terlihat amat bosan, terbukti dari raut wajahnya yang sudah
kusut. Tangan menopang dagu, tatapan kosong, dan memasang bibir yang amat
teramat manyun.
“Sudah lama menunggu,” sapaku saat
menghampirinya.
“Tidak juga, saya juga tadi datang
terlambat,” ini pasti suatu kebohongan. Mana ada orang barat yang menggunakan
jam karet.
“Owhh begitu,” ucapku dengan nada kecewa.
“Anda terlihat sempurna hari ini,” orang luar
memang tidak bisa menyembunyikan perasaan hatinya.
“Bukankah Anda selalu berkata begitu, bahkan
saat saya menangis pun Anda tetap mengatakan saya sempurna.”
“Kali ini Anda melebihi dari kata sempurna,”
ujarnya tak mau kalah.
Aku hanya membalasnya dengan menaikkan alis
kiriku.
“Saya senang melihat Anda tersenyum,”
ungkapnya kembali.
“oh yaaa,”
“Saat pertama kali bertemu Anda, saya sudah
menebak bahwa Anda adalah orang yang pelit tersenyum.”
“Itu dulu…”
“Saya suka dengan senyum Anda sekarang ini,
senyum Anda menyempurnakan kecantikan wajah Anda,” lagi-lagi dia menggodaku
“Harus berapa kali Anda membuat saya merasa
menjadi seorang wanita sempurna,” aku mencoba meredam rasa menggelikan di hati.
“Tapi…,” Aku melanjutkan
“Saya kecewa dengan Anda, kenapa Anda hanya
berani mengungkapkan bahwa Anda menyukai saya di atas kertas. Anda sama sekali
tak memiliki keberanian di hadapan saya,” Ujarku.
Dari tadi rasanya bosan sekali
mendengar godaannya. Bukankah orang luar mengungkapkan rasa cintanya tanpa ba
bi bu, kenapa dia tidak. Aku berjalan ke arah penjualan es krim. Meninggalkan
dia sendirian.
“Es krim sangat baik untuk Anda sekarang ini,
paling tidak bisa mengurangi stress,” ungkapnya saat menghampiriku.
“Saya sudah tahu Tuan. Kalimat itu bahkan
Anda ulang sampai dua kali,” sergahku. Aku menikmati memakan es krimku tanpa
menawarinya untuk memakannya.
“Apa yang salah dengan saya, rasanya Anda
enggan untuk berbicara dengan saya,” sepertinya
ia kecewa dengan sikap cuekku.
“You are NG.”
“NG,” tanyanya sembari memasang raut wajah
bingung.
“No Good person,” jawabku. Aku berpaling
melihat ke arah patung liberty.
“Why,” tanyanya tidak percaya.
“Anda memang pengecut. Apakah sampai ini
keberanian Anda, hanya bisa mengungkapkan perasaan di atas kertas. Lalu Anda
akan menyuruh saya membaca perasaan Anda agar saya tahu dan seluruh penduduk
New York juga tahu. Begitu maksud Anda? Saya tidak habis pikir mental Anda
hanya sampai di situ. Sama sekali tak ada kata yang Anda ucapkan saat kita
bertemu sekarang ini,” kataku tanpa melihat ke arahnya.
“Jadi Anda perlu bukti nyata,” ujarnya. Kini
ia mensejajarkan pandangannya ke wajahku. Mata kami beradu.
“You are NG,” ujarku cuek. Aku kembali
memakan es krim.
“Fine….” Ujarnya.
Kini ia membuang es krim yang sedang ku
makan. Aku terkejut saat melihat perlakuannya. Ia membersihkan sisa es krim di
mulutku dengan bibirnya. Dia menciumku!!!! Wajahku saat ini telah dikuasai oleh
warna tomat *blush*.
“Apakah Anda perlu tambahan bukti,” ujarnya.
Aku tak bisa mengeluarkan kata-kata lagi.
Bibirku gemetaran. Ia meraih daguku, dalam sekejap ia menyentuh lembut bibirku
kemudian melumat bibir atasku. Aku segera mengerjapkan mata dan membalas
ciumannya dengan penuh kasih.
THE END