Senin, 04 Februari 2013

Alwi & Awaliyah Part 2 (The 2nd Sequel of Nuansa's Family)


“Hey… Alwi!!!” teriak Awaliyah saat ia melihat Alwi mengayuh sepedanya saat berbelok di depan air mancur.
Alwi menoleh kepalanya keasa suara tersebut. Ia tersenyum lalu melambaikan tangannya pada Awalilyah.
“Ayo kita balapan,” tantang Alwi sambil terus mengguncangkan sepedanya. Awaliyah mengangguk dan mengayuh sepedanya dengan kencang. Awalnya Alwi ingin memenangkan kompetisi itu, tetapi dia baru menyadari ada yang berbeda dari penampilan Awaliyah. Cewek itu kini menggunakan kaca mata. Benar, ini pertama kalinya ia melihat Awaliyah memakai kaca mata itu.
Sebelum berangkat Awaliyah memang menggantungkan kaca matanya. Dia merasa terlihat lebih manis jika menggunakan kaca mata itu. Bukankah Alwi juga memakai atribut yang sama. Jadi wajar saja dia memakainya. Meskipun Alwi kelihatan seperti lansia saat memakainya, namun dia di samping itu juga dia terlihat begitu bijaksana. Tutur katanya yang pelan dan lembut membuatnya begitu sejuk saat dilihat. 
“Hahaha kau kalah,” ucap Awaliyah sambil menjulurkan lidahnya ke arah Alwi lalu mengencangkan laju sepedahnya sebelum Alwi berhasil mensejajarinya.
Karena terlalu sibuk melamun, Alwi tidak menyadari bahwa Awaliyah telah berada jauh di hadapannya.
“Heiii tunggu…”
“Tidak akan bisa…”
“Yee…. Aku menang,” teriak Awaliyah kegirangan saat sampai di parkirn SC. Sambil berjingkrak-jingkrak kegirangan Awaliyah menuju ke sekre. Alwi menyusul langkah kaki Awaliyah.
“Aku hebat bukan. Goncanganku kuat bukan?”
“Bisa dibilang begitu.”
Merasa kegirangan mendengar jawaban Alwi. Untuk bisa berbagi kesenangannya, Awaliyah dengan refleks memegang tas Alwi. Alwi yang terkejut melihat perlakuan Awaliyah, bergerak mundur. Ceritanya doi kalau terlalu dekat dengan cewek, maka akan salting terus. Jika doi sudah begitu, maka doi akan segera menarik-narik bawah bajunya. Padahal bajunya biasa aja lo, bukan tipikal baju yang kekecilan seperti pakaian para kaum pagan.
Awaliyah membuka gagang pintu sekre.
“Hahaha…” tawanya meledak begitu saja, sampai Alwi melihat kejanggalan. Awaliyah kinimenutup mulutya dan pura-pura tidak terjadi apa-apa. Sungguh!! Awaliyah tidak bisa menyembunyikan tawanya!
“Hahaha senganya.” Tawanya lagi.
Alwi melihat ke arah Awaliyah.
“Ketawamu kurang besar,” ucapnya dengan nada mengejek.
“Coba tunjukkan yang lebih besar lagi,” ucap Awaliyah padanya.
“Hahahaha!!!” Alwi tertawa dengan volume yang sangat besar membuat mata Said menuju kearahnya. Alwi menutup mulutnya lalu bertingkah biasa saja. Ia menatap Awaliyah yang saat itu memandangnya gugup, lalu mereka menunduk.
Said memicingkan matanya, dan lagi-lagi. Owh silau mamen, pancaran cahaya di gigi putih itu membuat kaum yang melihatnya harus melindungi sinar terang itu. Bikin insyaf.
Said menunjuk keduanya, sambil menggoyang-goyangkan telunjuknya.
“Ini nih… ini ni something wrong-nya. Jika sedang berdua terlihat akrab. Jika sedang bersama yang lain, kalian bagaikan anjing dan kuncing, bagaikan langit dan bumi, air dengan api, bagai venus dan mars. Oopss kepanjangan ya…”
Kena lagi deh bully-an Said. Haduhh… kenapa saat kesenangan itu datang, kesialan itu juga turut menyertainya. Jika sudah kena bully-an, maka mereka akan terdiam terbisu. Seolah mereka tidak saling kenal. Alat indra yang akan menhubungkan kedua insan ini saat situasi seperti itu adalah mata. Mata memang tidak bisa berbohong. Bibir adalah penampung kebohongan, telinga penampung kebebalan, namun mata penampung kebenaran.
Kesibukan Awaliyah menuntaskan aktivtasnya di FB, tak luput dari tatapan Alwi. Hari ini doi tengah memperhatikan penampilan baru Awaliyah yang terlihat lebih kece oleh kaca matanya. Kaca mata itu memiliki gagang yang tebal, warnanya hitam, dan kacanya lebar. Tidak seperti dirinya yang mengenakan kaca mata kecil. Diperhatikan letak kaca Awaliyah yang tidak tersusun dengan rapi. Kadang menyerong ke kiri, terkadang pula ke kanan. Sampai-sampai kaca mata itu hampir menyentuh bibirnya. Mungkin itu disebabkan hidung cewek itu tidak tajam sehingga sulit untuk menampung benda di atasnya. Tetapi letak kaca itu akan tersusun kembali jika ujung jarinya sudah memainkan perannya.
Meskipun tidak melihat ke arah Alwi, Awaliyah tahu betul bahwa ia tengah diperhatikan oleh sepasang mata. Awalnya dia merasa risih jika diperhatikan seperti itu. Tetapi untuk tatapan kedua, ketiga, dan seterusnya justru dia justru nyaman dengan tatapan itu. Bahkan jika tidak ada tatapan itu, dia merasakan kehampaan. Sedangkan Alwi yang merasa Awaliyah tidak sadar dengan dengan tatapannya. Doi akan semakin senang untuk lama-lama menatap Awaliyah.
Pintu agar tergeser lebih lebar. Sosok jangkung itu datang dan menempati sisa karpet untuk duduk.
“Salam dulu dong mas…” sela Said saat melihat kedatangan Ahlul.
“Aku sudah mengucapkannya, tetapi kalian saja yang tidak mendengarnya.
“Kayaknya, memang gak ada yang salam tadi,” sela Awaliyah.
“Karena aku mengucapkannya dalam hati,” jawabnya sambil tidak lupa merapikan rambutnya.
“Mas… ada status selebriti terbaru lo.”
Lagi-lagi hawa pembullyan akan segera ada. Memang ye, kalau sudah berada dekat dengan raja bully. Bisa berabe semua urusan asmara.
“Alwi dan Awaliyah benar-benar kompak. Kooompak banget. Sekarang gak hanya di maya, maupun di belakang punggungku. Tetapi juga di balik tembok.”
“Aku tidak membutuhkan basa basimu. Cepat jelaskan alasannya,” ujar Ahlul tidak sabaran. Doi memang tidak suka waktunya dibuang banyak, jika yang dibincangkan hanya sekedar basa-basi.
“Oke mas aku jelaskan. Tadi aku menemukan mereka berdua tengah seperti sepasang kekasih lo. Dan baru kali ini aku melihat Alwi tertawa lepas seperti tadi. Apakah yang dibicarakan oleh dua insan yang dimabuk asmara ini? Entahlah yang jelas mereka tadi telah janjian akan berangkat bareng. Boncengan di satu sepeda gitu…”
“Sembarangan…..” protes Alwi dan Awaliyah serempak.
“Tuh kan, nyebutnya bareng. Sudah…. Akuin sajalah apa yang sebenarnya terjadi.”
Alwi dan Awaliyah diam. Mereka sudah tidak tahu lagi harus menyergah omongan si raja bully.
“Lain kali aku akan datang lebih telat lagi. Agar aku tidak disangka berangkat bareng dengannya,” ujar Alwi dalam hati. Ane lagi galau ni mamen.
*****
            Alwi menaiki sepedanya lalu megayuhnya menuju sekre. Ia memang sengaja pergi terlambat, alasannya? Karena ia tidak mau bertemu dengan Awaliyah saat di jalan. Ia malu bila harus ketahuan lagi berangkat bareng Awaliyah.
            Kayuhan Alwi semakin cepat saat berada di belokan air mancur. Tapi sepertinya usaha Alwi untuk datang telat sia-sia. Ternyata Awaliyah juga sengaja untuk berangkat telat agar tidak bertemu dengan Alwi. Dan sekarang, akhirnya mereka bertemu lagi.
“H..hai,” sapa Awaliyah saat ia dan Alwi sedang berjalan berdampingan. Alwi baru saja berbelok ke kanan.
“Hai,” sapa Alwi balik sembari tersenyum pada Awaliyah.
Alwi tertawa terbahak-bahak. Awaliyah melihat Alwi dengan tatapan bingung.
“Kenapa?” tanyanya.
“Hahaha… kamu pasti takut dibully sama raja bully… benarkan. Benar?”
“Kayak kamu tidak aja… weekk….”
“Hahaha bilang saja kalau kamu juga malu di depan aku. Karena aku adalah tipe idealmu,” sergah Alwi yang masih tertawa terbahak-bahak.
“Apa katamu?” teriak Awaliyah sambil menendang sepeda Alwi sehingga hampir saja terjatuh dari sepedanya.
“Ya.. kamu mau membunuhku?” bentak Alwi sembari menjalankan kembali sepeda miliknya. Kali ini Awaliyah yang tertawa terbahak-bahak.
“Hahaha… kalau bisa,” ucap Awaliyah sambil menjulurkan lidahnya ke arah Alwi lalu mengencangkan laju sepedanya sebelum Alwi menangkapnya.
“Ya… jangan kabur!!” teriak Alwi sambil mengencangkan laju sepedanya. Awaliyah mengayuh sepedanya dengan kencang lagi tak sadar bahwa ada polisi tidur di depannya. Dan sepeda itu oleng. Ia tidak bisa meraih keseimbangannya sehingga membuatnya terjatuh. Awaliyah jatuh terguling ke tanah. Sekujur tubuhnya terasa nyeri. Setelah berdiri ia ingin melanjutkan mengayuh sepedanya, tapi tangan dan kakinya lemas. Akhirnya dia memutuskan untuk terduduk lagi. Saat itu ia melihat Alwi datang menghampirinya.
Alwi mengangkat wajah Awaliyah. Wajah Awaliyah yang merah itu bengkak dan lubang hidungnya mengeluarkan darah. Alwi membelai kulit di atas bibir Awaliyah dan membersihkan darahnya. Ingat mamen prinsip 5 m.
Alwi tersentak kaget saat menyadari tingkahnya yang sungguh di luar logikanya.
“Apa itu? Kenapa tingkahmu seperti itu? Astaga! Itu bukan muhrim-mu. Buang-buang waktu saja.”
Awaliyah segera mengakkan tubuhnya, dan bergegas meraih sepedanya. Entah dari mana tenaga itu. Yang jelas dirinya kini sampai di sekre beserta Alwi yang di belakangnya. Meskipun anggota Nuansa sempat panik dengan keadaan Awaliyah, namun kasus pembullyan itu tak kunjung reda.
*****
“Masih OL?” tanya Alwi pada suatu malam.
“Masih,” jawab Awaliyah singkat.
“Kok belum tidur?”
“Entahlah..”
“Kamu pasti lagi merindukan aku?”
“Jika iya, terus kenapa?”
Awaliyah berhasil menggoda Alwi. Salting lagi, salting lagi… doi memang tidak bisa menyembunyikan perasaan itu. Untung saja mereka tidak ngobrol di dunia nyata. Alwi menepis perasaan itu dan mengeluarkan jurus terbaru. Berubah…… sambil mengangkat kedua tangannya, lurus, dibidik ke kanan.
“Jika kamu merindukan aku. Pandangilah langit malam ini.”
Awaliyah sontak kaget membaca tulisan yang tertera. Sial kok ane digoda balik. Dia segera mengangkat laptopnya menuju balkon dan melihat apa yang diperintahkan. Entah hal apa yang membimbing kaki itu menuju ke sana.
“Sudah kamu lakukan?”
“Sudah…”
“Apa yang kamu lihat?”
“Bintang…”
“Apakah kamu tidak melihat wajahku?”
Awaliyah menggelengkan kepalanya. “Tidak.”
“Jika belum cukup juga, cobalah hirup udara malam ini, nafasku ada di situ..”
Awaliyah menghirup dalam-dalam udara itu.
“Sudah kamu lakukan?” tanyanya lagi.
“Sudah.”
“Apakah kamu merasakan nafasku di situ?”
“Tidak hanya nafasmu saja yang kurasakan, tetapi aku juga merasakan perasaan itu. Apakah kamu merasakan perasaan yang sama?”
Alwi memundurkan kursi duduknya. Pernyataannya… pernyataannya yang tiba-tiba. Bagaimana ini? bagaimana ini mamen? Apa yang harus aku lakukan. Wajah Alwi menguratkan kebingungan. Apakah yang harus dilakukannya? Membalas pesannya? Membalas dengan bagaimana?
Merasa frustasi, Alwi menghempaskan tubuhnya ke kasur. Pikirannya tak tenang, di bolak-balik posisi tidurnya. Tak jua membuat efek ngantuk dari mata teduhnya. Pikirannya terus melayang oleh kata-kata yang terlontar oleh cewek itu. 2 jam berperang untuk menghadirkan rasa kantuk tak kunjung datang juga. Sia-sia memejamkan matanya, semakin ia pejamkan semakin bayangan cewek itu terus menari. Dengan sigap ia bangun dari tidurnya. Membasuh wajahnya, membasahi kedua pergelangan tangannya hingga di atas siku, hingga membasuh kedua telapak kakinya sampai mata kaki. Mungkin dengan sholat bisa menyelesaikan pikirannya yang bergejolak. Digelarnya sajadah yang dia beli 2 tahun yang lalu, saat pertama kali ia memutuskan untuk kuliah di UMY.
Usai sholat, tangannya mengadah ke atas dan memohon petunjuk untuk bagaimana ia bisa menata hatinya. Islam melarang orang pacaran, jika seseorang itu berpacaran, maka pada saat itu juga imannya telah runtuh. Namun bagaimana jika perasaan itu muncul. Munafikkah saat seseorang otaknya berpikir bahwa ia tak memiliki rasa itu tetapi hati sendiri berkata bahwa rasa itu ada, bisakkah dikategorikkan dengan munafik?
Alwi melipat kembali sajadahnya dan memutuskan untuk mengecek komputernya. Pesan itu belum juga ditutup olehnya. Sebelum dia menutup layar itu, ia mengambil kamera genggam yang warnanya telah termakan oleh waktu. Ia mendokumentasi pesan itu. Di bacanya berkali-kali pesan itu saat setelah di atas kasur, kadang ia tersenyum, kadang galau, dan kadang tersenyum lagi. Sampai akhirnya mata itu redup.
Awaliyah terbangun terlonjak bangun dari tidur singkatnya. Ia meraba-raba poselnya yang sepertinya semalam ia letakkan di meja. Matanya terbelalak saat melihat jam telah menunjukkan 10 pagi. Ia teringat bahwa semalam dia tidak bisa tidur. Menyesali kebodohannya karena terlalu ceroboh mengungkapkan kata-kata sensitif itu.
Lalu bagaimana dengan Alwi? Apakah dia bisa tertidur semalam. Awaliyah rasa jawabannya benar. Alwi mungkin akan merasakan hal biasa saja. Lalu kenapa Awaliyah tidak bisa biasa saja. Harga diri sebagai seorang cewek di mana? Malu pasti akan ada. Sambil ngedumel sendirian, Awaliyah mengguyur seluruh badannya dengan air.
*****
“Temui aku hari ini, tempat di mana kamu menemukan setengah matahari terbit, di puncak tertinggi bangunan di sekitarnya. Namanya bisa ditemukan di posisi kedua huruf abjad. Masanya pada saat sang penerang di antara dua tanduk setan, dan pada saat itu orang-orang kafir bersujud menyembahnya. Aku yang bernama Alwi akan menunggumu di sini.”
Pesan itu dibaca oleh Awaliyah. Ia terpaku tak mengerti. Menatap kembali layar ponselnya. Masak iya Alwi memintanya untuk bertemu. Jika ingin bertemu kenapa tidak di sekre saja. Lalu maksud pesan ini apa. Dengan guratan kebingunan ia mencari-cari tahu makna pesan itu.
Di tempat kamu menemukan setengah matahari terbit, jelas terletak di UMY, secara logonya memang setengah matahari terbit. Di puncak tertinggi. Di mana ya? Di sportorium, tidak mungkin, masjid? Atau gedung kembar? Kurasa yang dimaksud adalah gedung kembar. Namanya bisa ditemukan diposisi kedua huruf abjad. Alphabet ya A, B, C, D, hahhh iya tempatnya di AR Fachrudin B. Masanya pada saat sang penerang di antara dua tanduk setan, dan pada saat itu orang-orang kafir bersujud menyembahnya. Berarti sebelum matahari tenggelam, sejarah itulah yang membuat tidak ada perintah sholat sunnah Ba’da Ashar dan sholat sunnah Qobla Maghrib karena ditakutkan terjadi penyembahan itu. Oke aku akan menemuimu sebelum Maghrib.
Awaliyah mengecek arah jarum jam yang tertera di layar ponselnya.
“Tuhan…ini kan sudah jam 5.”
Awaliyah segera turun dari tangga unires, dan dengan sekejap meraih sepedanya. Saat sampai di depan gedung ia segera menuju ke lift dan menekan angka 6. Awaliyah berlari, tak peduli alas sepatu yang dia kenakan telah terinjak oleh kaki kanannya hingga terlepas. Ia sebenarnya tak yakin harus melangkahkan kaki ke mana saat lift itu terbuka, hingga sosok laki-laki berkemeja hitam menghentikn langkahnya. Matanya terarah ke bawah, melihat keindahan kampus anti rokok dari atas.
“Kamu…” ucap Awaliyah. Alwi menoleh sekilas kemudian tersenyum.
“Kok kamu bisa ada di sini?”
“Perasaan itu yang membawaku ke sini.”
“Jika aku menggunakan logikaku, maka aku takkan sampai membawamu ke sini. Akibat hijab yang terus menghalangi langkah. Hijab yang harus diterapkan saat berjumpa dengan orang yang bukan muhrimnya. Akan tetapi jika perasaan yang berkata, maka sudah seharusnya kita terbuka.”
“Lalu?”
“Aku memilih untuk tidak menyimpan cinta hanya di dalam hati. Aku juga tidak tahu apakah ini waktu yang tepat untuk menyatakan, karena bukankah selama ini aku tidak pernah menemukan waktu yang tepat? Tapi tahukah kamu bahwa kita ini adalah penentu takdir Tuhan.”
“Maksudmu, kamu ingin kamu ada di hatiku.”
“Bukan hanya ingin, tetapi niat.”
“Apa bedanya ingin sama niat? bukankah memiliki tujuan yang sama!”
Alwi menghembuskan nafasnya. Doi sedikit salting jadi bagian bawah bajunya ditarik. Heran, padahal baju doi tidak kekecilan lo, tapi kok doi merasa bajunya kekecilan sampai ditarik gitu. Mungkin untuk mengekspresikan salting-nya kali ya. Tangan kanannya kini menunjuk ke arah selatan. Tangan itu diikuti oleh tatapan Awaliyah.
“Bedanya niat sama ingin. Jika aku berjalan di tembok batas gedung ini dengan kaki berjinjit. Jika aku niat, aku akan memiliki tekad untuk selamat. Aku hanya akan menoleh ke arah kakiku dan tidak akan menoleh ke kiri maupun ke kanan, sekali pun ada orang yang memanggilku. Akan berbeda halnya dengan ingin, hanya ingin. Jika aku berjalan berjinjit di tepian ini, saat ada yang memanggil namaku, maka aku akan menoleh dan membuatku terjatuh ke tanah.”
Awaliyah yang mendengarkan paham betul akan pernyataan Alwi.
“Sekarang kita semester berapa?”
“Semester 4.”
“2 atau 3 tahun lagi, aku akan datang ke rumahmu untuk meminangmu. Sanggupkah?”
“Aku akan senang menunggu saat itu.”
“Maukah kamu menjadi pilihanku, pilihan terakhir dalam hidupmu?”
“Aku tidak hanya mau tapi juga niat,” senyum manis terukir dari bibirnya.
“Baguslah… sekarang jika ingin episode Alwi dan Awaliyah berlanjut, maka simpanlah baik-baik kisah kita ini. bisakah?”
“Sekali lagi aku berniat untuk menyimpannya.”
“Bagus… jika kita tidak ingin dibully masal, maka simpanlah baik-baik perjalan kisah cinta kita ini.”
Dan bahkan penulis pun tidak boleh membeberkan kisah cinta mereka berdua. I promise…..#Layar kaca ditutup.
THE END

Fakta-fakta MULIA (Mujib-Lia) Couple
-          Memiliki kemipiran
·         Sama-sama memiliki mata panda
·         Mempunyai berkulit susu putih
·         Bibir yang ranum
·         Tubuh yang ramping
·         Selain itu, Lia sangat mirip dengan Ibu Pecel Lele di depan SD. Sedangkan Mujib memiliki kemiripan sifat yang ke bapak-pecelelan.
-          Sama-sama menggunakan kaca mata
-          Memiliki hobi yang sama. Hobi bermain di FB
-          Jika Mujib update status, maka di bawahnya ada komen Lia. Atau sebaliknya. Minimal jika tidak, maka setidaknya mereka main like-like an.
-          Jika ada orang yang update status dan Lia mengomentari status itu. Dengan segera Mujib akan membalas komen Lia, dengan mengabaikan komen2 temannya yang lain.
-          Jika Lia digoda seputar asmara dengan Mujib, maka dia akan lebih mengataskan lagi bibir atasnya sambil bergumam “Hehhh”. Sedangkan Mujib hanya bisa tersenyum tipis dengan mata berbinar.

5 komentar:

  1. karna tidak ada komen, biar saya yang komen!!!!
    setan jakartanya (loe-gue) kenapa cuma yang baik aja, akan lebih bagus ada setan yang jahatnya juga... biar balance>>> (Part 1)

    endingnya so sweet>>> (part 2)

    BalasHapus
    Balasan
    1. @Usul yang bagus, nanti dipertimbangkan........ semoga endingnya bisa terjadi di dunia nyata. hahay

      Hapus
  2. gue mau comment.. !!!
    SIDQI minggir kau.. hahahhaa


    Part 1 : emang gue pesekk....? trus kenapaaa? masalah mbak? kwkwkwk..

    hmm. #tutup hidung~ngumpetin hidung


    BalasHapus
    Balasan
    1. akhirnya, pelaku utamanya bersuara juga. wkwkwk mamen, bukankah kamu yang mengikrarkan bahwa kamu berhidung pesek.... #hayooo sembunyiin aib (red: hidung) masing-masing....:D

      Hapus
  3. emangg...
    So???

    yahh emang dari sononya mbaaaaaaaaakk :P
    disyukuri------- > Save Liya

    BalasHapus