Selasa, 03 Juli 2012

Bukan Sekedar Halusinasi



Itu hanya halusinasimu, Tin!
Kalimat itu lagi, yahh kalimat itu lagi yang muncul berkali-kali, setiap kali aku menceritakan kejadian aneh di kosanku. Tak ada satu pun yang percaya dengan ceritaku ini. Setiap kali aku menceritakan kejadian aneh itu, setiap itulah mereka akan menjawab ‘itu hanya halusinasi’. Aku sudah sudah bosan mendengar jawaban itu. Aku yakin ini bukan sekedar halusinasi tapi ini kenyataan. Kenyataan aneh yang selalu kudapatkan semenjak aku menginjak kaki di kosanku ini.
Kamu tahu? Aku mengalami masa-masa yang tak biasa selama tinggal di kosan menyeramkan ini. Kejadian pertama kali adalah ketika aku tertidur. Tepat jam 12 malam aku terbangun tiba-tiba. Aku pun merasa takut sendiri setelah bangun, padahal tidak ada apa-apa. Aku pun pindah ke sebelah kamar temanku. Dengan mengenggam tanda tanya besar, mencari tahu penyebab kenapa aku bangun dan merasakan takut secara tiba-tiba aku memutuskan untuk tidur sembari memikirkan jawabannya.
Kejadian aneh itu tak sampai disitu. Pernah, saat pulang dari rapat. Pada saat itu aku membeli makanan untuk berbuka. Disebabkan buah rambutan yang lagi murah-murahnya, aku pun membeli buah-buahan itu sebagai pencuci mulut. Sesuai dengan anjuran Rasul, berbukalah dengan yang manis-manis! Saat sampai kamar aku melepaskan kedua benda yang terbungkus plastik itu. Satu plastik berisi nasi bungkus dan jus alpukat, satunya lagi buah rambutan. Rasanya, tidak enak juga berbuka sendirian. Biasanya, selalu berbuka dengan keluarga. Tak ada dayaku untuk mewujudkan hal itu karena rasa lapar yang berkecamuk di diriku, aku pun melahap semua makananku. Setelah makan aku membuka laptop. Melanjutkan tulisanku yang akhir-akhir ini terbengkalai. Merasa risih dengan badanku diakibatkan belum mandi aku pun memutuskan untuk mandi. Saat mandi aku baru menyadari bahwa aku sempat membeli rambutan dan belum sempat kumakan. Aku berniat untuk memakannya usai mandi. Namun, kamu tahu apa yang terjadi? Rambutan itu tak ada sama sekali. Aku mencari di setiap sudut kamarku, mencari di tempat sampah, dan mencari-cari ke tempat yang memungkinkan keberadaan benda itu, hasilnya nihil. Rasa sakit itu muncul saat aku menceritakan kejadian itu dan hanya dijawab ‘itu hanya halusinasi’.
Well, well kejadian selanjutnya, aku sendiri juga masih bingung antara halusinasi atau nyata, atau itu hanya mimpi belaka. Menurut tanggapan orang-orang yang kuceritakan ‘itu hanya sekedar halusinasi’ tapi percayalah ceritaku ini tidak mengada-ada. Kejadian itu adalah pada saat sedang tertidur. Tiba-tiba aku bangun dengan sendirinya, tanpa satu pun orang yang membangunkanku. Yahh aku memang bangun dengan sendirinya, kejadian yang berulang kali terjadi saat aku sedang tertidur. Saat aku bangun. Aku melihat gumpalan awan biru di hadapanku. Tubuhku masih terasa lemas namun aku berusaha meraih gumpalan biru itu. Gumpalan biru itu semakin lama semakin terpecah menjadi lebih kecil dan semakin menjauh hingga jendela kamarku. Kejadian kedua juga seperti demikian namun gumpalannya kali ini berwarna kuning. Tetap seperti biasa saat aku menggapainya, gumpalan itu terpecah dan menjauh. Well, mungkin itu adalah halusinasiku, itu adalah bagian dari efek setelah bangun tidur.
Episode selanjutnya, kejadian aneh itu terulang kembali. Kali ini bahkan mampu merugikanku karena uangku yang menjadi sasarannya. Saat itu aku meletakkan 2 lembar 50 ribu dan beberapa lembar uang receh di atas kasur. Setelah itu, aku membersihkan kamarku. Menggantung handuk setengah basah ke penjemuran. Merapikan meja yang sudah berserakan oleh buku-buku. Anehnya, dalam genggamanku ada selembar uang 50 ribu. Padahal kuyakin aku sama sekali belum pernah menyentuh barang yang terletak di atas kasur itu. Aku kemudian mengembalikan benda tersebut ke asalnya. Hal tak terduga terjadi, sisa uang di atas kasur itu tinggal beberapa lembar uang receh. Uang 50 ribuaan itu kemana? Aku tersentak kaget dan mencari uang itu. Lagi-lagi hasilnya nihil. Okelah kali ini aku bisa ikhlaskan karena aku juga baru menyadari bahwa aku jarang bersedekah. Insiden kehilangan uang tak sampai disitu saja. Kali ini beberapa lembar 10 ribu raib. Padahal aku masih ingat terakhir kali aku meletakannya di atas rak buku. Anehnya, waktu ketidaan uang itu aku masih stay di kamar, tak sedikit pun beranjak dari ruangan itu. Kini aku mengeluh kepada teman-teman kosku dan menyatakan bahwa di kosan itu ada tuyul. Sebagian dari mereka tak percaya karena itu hal yang mustahil dan menyatakan ‘yang mengambilnya bukan tuyul melainkan orang’. Oke kali ini aku bisa terima. Cukup logis juga, pernyataan-pernyataan dari mulut temanku.
Aku menjalani aktivitasku seperti biasanya. berangkat kuliah dengan buru-buru bersama kawanku. Sebelum berangkat, aku memeriksa barang bawaan yang sekiranya wajib dibawa. Buku, hape, dompet, sudah komplit. Aku mengambil beberapa permen yang tergeletak di atas meja, permen ampuh yang mampu menghalangi kantuk. Saat aku sedang memasukkan permen ke saku celanaku. Rasanya aku menemukan sesuatu yang mengganjal di dalamnya. Aku mengeluarkan benda-benda itu. Tadaaa.. ternyata isinya adalah lembaran uang 10 ribu yang kukira diambil oleh tuyul itu. Aku langsung teriak sumringah karena duitku tak jadi hilang. Akibatnya, pada saat itu teman-temanku tak mempercayai cerita aneh yang kualami. Menyebalkan! Kini aku menyerah. Aku tak mau lagi menceritakan hal aneh kepada mereka lagi. Itu akan menjadi hal yang sia-sia bahkan mereka akan terus mengejekku.
2 weeks later
Aku dengan langkah buru-buru keluar dari kos-kosan. Aku sudah terlambat 30 menit, teman-teman pasti sudah menungguku disana. Waduhhh, ini semua gara-gara temenku yang memintaku untuk menemaninya belanja. Aku terus menggerutu sembari memperlebar langkahku keluar ruangan. Saat aku menutup pintu kosan. Pintu itu seakan berat untuk ditarik. Aku menariknya kembali namun pintu itu ditarik kembali dari belakang. Aku mencoba untuk menarik dengan kedua tanganku, tarikan dari belakang tak berhasil aku kalahkan. Pintu itu tetap tak bisa tertutup. Aku mengedarkan pandanganku ke dalam ruangan. Tak ada siapa-siapa. Disana hanya ada beberapa motor yang terparkir. Lalu siapa yang menariknya? Aku menutup kembali pintu itu namun sia-sia pintu itu tetap ditarik dari belakang. Akhirnya aku menyerah, aku tak punya waktu lagi untuk bermain dengan mahluk lain itu. Aku mengendarai motorku dengan amat kencang. Saat aku sampai di sekre. Aku menceritakan kejadian aneh tadi kepada rekan-rekanku. Kamu tahu jawaban mereka apa? ‘Itu hanya halusinasi, Tin’. Jawaban yang tidak ingin aku dengar dari mereka. Lalu siapakah yang bisa percaya denganku? Aku tidak menyuruh mereka apa-apa. Aku tak menyuruh mereka meruntuhkan dunia. Aku hanya ingin mereka percaya denganku. hanya itu yang kumau. Tapi kenapa mereka tak mau melakukan hal itu? Aku mengerang sendirian. Lelehan air mata siap terjun ke pipiku. Aku segera menghapus air mataku. Takut jika ada orang yang melihatnya.
            Aku melanjutkan tangisku di dalam kamar setelah pulang dari sekre. Satu-satunya orang yang dapat percaya dengan ceritaku adalah ayahku. Aku mengirim pesan kepadanya. Menceritakan kepadanya mengenai pengalaman aneh yang kulalui sampai aku tertidur lelap. Di dalam tidur aku bermimpi berada di kamar rumahku. Aku bangun sambil tersenyum puas. Merasakan kebahagian yang tak ternilai karena aku sudah sangat rindu dengan suasana rumah. Aku keluar dari kamarku. Menghampiri ibu yang sedang memotong-motong sayuran di depan teras. Aku menyapa ibuku dan siap untuk memeluknya.
“Ibu..” seruku mendekatinya.
Ibuku berdiri untuk menyambut pelukanku. Langkahku terhenti saat ibuku berubah menjadi sosok yang lain. Tiba-tiba angin dingin melintas di telingaku. tepat pada samping kamar mandi pandanganku terhenti. Aku terdiam, sosok ibu kini berubah menjadi sosok wanita asing yang tengah berdiri disana. Aku tak bisa berkutik lagi. Aku seolah sudah terhipnotis oleh rasa ketakutan. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Tubuhku terasa kaku untuk digerakkan. Jangankan untuk bergerak, untuk menarik nafas saja susah. Rasanya oksigen enggan untuk masuk ke rongga hidungku.
            Aku sekali lagi meyakinkan arah pandangku. Kucoba menekuk kaki sebelah kiri. Mengguncang-guncangkannya ke lantai. Kakiku bisa menyentuh lantai. Aku bisa merasakan dinginnya lantai itu. Aku memperkeras guncangan kakiku, kali ini aku merasakan kesakitan. Tidak!! Ini bukan mimpi, aku bisa merasakan kakiku sakit. Lalu jika ini bukan mimpi, dimanakah aku sekarang ini? Aku melebarkan pandanganku sekali lagi. Aku melihat tempat ini tidak asing. Aku sekarang berada di depan kamar mandi kosanku. Sosok wanita di depanku masih berdiri di hadapanku. Kali ini aku bisa melihatnya secara sempurna. Hal yang dari dulu kutakutkan terjadi juga. Sosok itu terlihat jelas. Sepasang mata hitam pekat yang sebagian tertutup oleh rambut using. Giginya memiliki taring yang tajam. Kuku-kuku jarinya sungguh runcing. Ia mengenakan baju putih yang sudah amat lusuh. Sepasang mata itu tetap menatapku tajam, seolah ingin menunjukkan bahwa dirinya ada.
            Tubuhku mendadak melemas. Aku ingin teriak. Namun, gimana caranya?? Aku sudah tak memiliki kekuatan lagi. Ingin berlari namun tubuhku seakan dipaku oleh rasa ketakutan. Sosok itu kini tengah menyipitkan kedua matanya. Ia menaikkan telunjuknya dan perlahan menempelkannya di depan bibirnya. Aku teringat sms ayahku terakhir kali sebelum aku tidur.
“Sosok itu tidak akan mengganggumu selama kamu tidak mengganggunya. Tetaplah tenang meskipun kamu takut. Toh nantinya, kamu akan terbiasa dengan kehadirannya.”
Sosok itu berarti memberikan isyarat agar aku tetap tenang. Aku mengangguk pelan tanda setuju dengan amanat yang diberikan. Setelah melihat anggukanku, dia tersenyum dan melintas pergi. Aku hanya mendesah lega. Dengan secepat kilat aku melesat ke kamar temanku.
Sejak insiden itu aku sudah membiasakan diri untuk tenang melihat mahluk lain itu. Yang jelas ia akan menunjukkan wujudkan setelah pukul 8 malam. Sosok itu akan menampakkan dirinya di samping kamar mandi. Bermain sendiri dengan kondisi kaki kirinya yang bengkak. Terkadang Ia berkunjug ke kamarku. Merangkak di langit-langit kamarku sembari membiarkan rambut panjangnya tergurai menyapu ruangan. Bermain dengan koper di sudut atas lemariku. Yahh. . aku sudah terbiasa dengan kehadirannya. Aku dapat memaklumi semua itu. Satu hal yang perlu digaris bawahi, aku mengalami semua ini dengan nyata bukan hanya sekedar halusinasi. Percayalah!!!
THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar