Selasa, 03 Juli 2012

Me, UMY, & Chulalongkorn



Maybe this moment will be the greatest experience in my life. I don’t know how to describe the happiness while I met with other students from Thailand. This story is about my experience when I joining in Workshop Tourism Branding.
I’m gonna tell you about Me, UMY, and Chulalongkorn. This story  will be explain in Bahasa coz I have no capability to translate in English :D.
Oke…  hari pertama menjalani aktivitas. Go go go cap cap cus ke kampus. Malam harinya sempat begadang untuk menonton bola. Alhasil pagi harinya fardu ain datang saat peserta sudah komplit memenuhi tempat duduk. Hmmm saat sedang mencari tempat duduk strategis sudah tidak ada lagi. Yahh mau gak mau harus pisah dengan sobat2 2009. Hoho ok, tidak masalah karena hal itulah yang membuatku bisa berkenalan dengan orang bening. 

Saya jelaskan terlebih dahulu mengenai agenda ini. Jadi mahasiswa dari Chulalongkorn Thailand berkunjung ke UMY untuk mengikuti Workshop Tourism Branding in Asean dengan tema “Problem and Challenges of Globalization”. Acara ini dihadiri oleh 20 mahasiswa Chula beserta beberapa professor dan 20 dari mahasiswa UMY beserta dosen komunikasi. Dalam acara ini juga turut hadir Asia PR bersama rekannya.
Hmmm sepanjang mendengarkan seminar sedikit tidaknya saya mendengarkan pak Silih menyatakan bahwa untuk membranding Parawisata di Indonesia kita sebenarnya tidak perlu menunggu andil dari pemerintah namun kita sebagai warga juga turut peduli dengan situasi dari pariwisata itu sendiri agar terbentuknya suatu kepercayaan, menjadikan pariwisata Indonesia lebih maju dan berkembang.
Selain itu pak Silih juga mengungkapkan dalam membangun branding parawisata di ASEAN, akan menemukan berbagai gejolak dikarenakan permasalahannya relatif kompleks karena tidak dapat dukungan dari pemerintah. Jika pemerintah ikut mendukung memajukan parawisata otomatis parawisata di ASEAN akan lebih baik lagi.
Di lain pihak Tri Hastuti selaku dosen komunikasi memaparkan bahwa di Indonesia pemerintah membuat tag line dikemas dengan sangat baik dan bisa dikatakan hampir sempurna namun implementasinya malah keluar dari esensi tag line. Pemerintah tidak memiliki strategi komunikasi pemasaran yang baik hal itulah yang membuat implementasinya tidak jalan. Seharusnya sebelum melakukan implementasi pemerintah terlebih dahulu melakukan sebuah penelitian. Memahami apa sih yang pokok permasalahannya, kemudian setelah mengetahui hal itu, baru merumuskan sebuah perencanaan. Cara menghadapi pesaing lalu mengkomunikasikannya dan terakhir melakukan evaluasi. Mengukur seberapa berhasilkah implementasi itu dijalankan. Yahhh kembali lagi dengan menggunakan teori yang ada dalam buku Cutlip dam Scott Jam.
Sementara itu professor dari Chula yaitu Parichary Schapitanonda branding parawisata bukan hanya sekedar logo yang dibuat dengan baik namun pengalaman orang terhadap parawisata itu sendiri sehingga membina kepercayaan dari individu.
Okeeeee itu aja deh sekilas yang saya dengar, itu pun saya menambahkan refrensinya dari blog UMY. Selain karena para pembicara menggunakan bahasa Inggris ada faktor kedua yang jauh lebih penting yaitu lebih tertarik berbincang dengan orang luar dibandingkan mendengar para pembicara.
Selama seminar aku menemukan dua orang gadis yang duduk di sampingku. Namanya Nat dan Net. Kalau di Indonesia namanya dibaca Nat = Net dan Net = Neet. Pokonya kalau Nat “e” itu dibaca satu harokat sedangkan Net “e” itu panjangnya dua harokat. Aku diajarkan banyak hal oleh kedua gadis tersebut terutama Nat. Mereka mengajarkanku budaya orang Thailand. Jadi begini, di Thailand saat kamu bertemu dengan orang maka tidak seperti di Indonesia yang langsung berjabat tangan melainkan di Thailand. Kedua telapak tangan menyatu diletakkan di dada kemudian kepala menunduk hingga dahinya menyentuh kedua jari telunjuk. Mereka juga mengajarkanku bahasa Thailand. Simak berikut ini
Nat Dictionary
Mai                              : Tidak
Chai                             : Iya
Shuay                          : Cantik
Lhor                            : Tampan
Sawadhika                  : Selamat datang
Kobkhunka/krab         : Terimakasih  
Lakorn                         : Selamat tinggal (kata ini diucapkan untuk hal-hal yang formal, jika kesehariannya cukup berujar bye bye)
Sabai di mai                : Apa kabar?
Sabai di                       : Kabar baik
Phom                           : Saya (L)
Chan                            : Saya (P)
Khun                           : Kamu (sopan)
Chue arai ka?              : Siapa namamu
Kor thod                     : Sorry
Auan                           : Gemuk
Mhu                             : Babi (julukan untuk orang gemuk)
Chang                          : Elephant (julukan untuk orang gemuk)
Narak                          : Cute – Narak a (very cute)
Yae jung                      : Kasian deh loo
Begitulah sedikit kamus dari Lovely Nat, sebenarnya masih banyak namun saya menghilangkan kertasnya. Hehee. Dia juga mengajarkan bahwa ketika menanyakan sesuatu kepada orang lain. jika bahasa untuk orang yang lebih tua atau bahasa sopan maka di akhir kalimat tanya dibumbui kata ‘ka’. Misalnya Ne gwe arai ‘ka’?
Nat adalah gadis penggosip berdasarkan ungkapan dari Por. Tau kenapa?? Soalnya dia mengejek Por dengan kata “How was your life when your house floading last year ago?” kata-kata itu saya ucapkan ke Por atas saran Nat dan Por langsung membantah hal itu. “My house never floading, I’m in right, don’t believe her. She’s just mean girl”. Haha sepertinya Por menyimpan sesuatu yang memalukan saat rumahnya banjir. Seperti penjelasan Nat bahwa 1 tahun yang lalu di Thailand pernah banjir termasuk rumah Nat juga kebanjiran.
 

            Hal itulah yang memicu saya untuk bertanya “apakah di Thailand pernah mengalami bencana alam?” Net dan Nat menjawab tidak pernah. Daerah mereka hanya mengalami kebakaran hutan bertahun-tahun yang lalu. Wahhh Negara mereka memang adem ayem yak. Salut dehh sama mereka.
            Akhir seminar ada sesi tanya jawab. Setelah itu dilanjutkan dengan makan siang. Hmm hmmm saya mencuri-curi waktu di sana untuk rapat jurnalis PIMNAS. Usai rapat saya menyegerakan diri untuk ke ruangan. Sungguh mengagetkan saat pembagian kelompok. Sangat jauh dari harapan di mana saya tidak satu kelompok dengan angkatan 2009, yae jung!! Jadi mau tidak mau saya lah yang harus bisa memimpin kelompok tersebut. Saya mendapat kelompok Prambanan dengan anggota Dini, Hania, Rara, Deny, Thari, Wi, Earth, Diyah, Por, and Jean. Huaaaa pokoknya beruntung deh bisa berkelompok dengan kriteria segokil mereka.
            Hal pertama yang dilakukan adalah mengemas tag line untuk Prambanan. Dengan dipandu oleh professor kami awalnya menciptakan Prambanan “Mystery history of Prambanan” tapi katanya professor kata misteri itu memiliki dua makna. Bisa positif dan bisa negatif. Akhirnya diganti dengan “The Legend of The Prambanan Temple” ada tapinya lagi, karena kata ‘Prambanan’ sudah sangat biasa. Cap cup cus akhirnya tag line menjadi Prambanan “The Legend of The Gods Temple”

            Setelah itu kita merumuskan mengenai sejarah Prambanan. Kami mengalami kesulitan saat mengkaitkan antara kisah Bandung Bondowoso dan Roro Jonggrang dengan 3 orang Dewa. Setelah mendapat pencerahan dari Deny, bahwa ternyata Bandung menciptakan patung tersebut sesuai dengan agamanya yaitu agama Hindu. Dari sejarah itulah yang membuat Prambanan beda dari tempat yang lain. dan saya baru tahu ternyata Prambanan adalah warisan UNESCO sekaligus mendapat predikat sebagai candi terbesar dan terindah di ASEAN. Waowwww
            Pak Silih juga menugaskan kami untuk menentukan DNA (people, place, n product). Masing-masing tugas akan dipresentasikan selama 5 menit. Selain itu kami juga ditugaskan untuk membranding pariwisata tersebut dengan membuat Strategi PR. Kami ditugaskan pada hari berikutnya untuk presentasi mengenai keseluruhan tugas yang sudah diberikan sebelumnya.
            Ada usulan dari Deny untuk membuat kelompok kami agak berbeda dari kelompok yang lain. jadi sebelum presentasi kami harus bisa membuat sesuatu yang menggambarkan tentang kelompok kami. Deny mengusulkan untuk membuat sebuah drama di mana saya sebagai reporter VOA dan Deny bersama Rara berpura-pura menjadi pengunjung.
            Okeee hari kedua. Hari itu diprediksikan akan menjadi hari yang lebih singkat dari hari pertama dikarenakan agendanya hanya presentasi, performance, dan ramah tamah. Hoho dengan gaya heroik saya dengan bangga tidak datang terlambat karena malamnya sengaja tidak begadang meskipun orang Thailand sudah berada di sana.
            Sebelum masuk ruangan ada sesi coffee break dulu. Kemudian mengambil posisi duduk agar bisa mengobrol dengan tim. Saat itu ada Por dan professor sedang mengobrol. Saya sengaja melebarkan lubang kuping saya agar bisa nimbrung dengan mereka. Saat itu Por bertanya mengenai apa yang tidak sopan di Indonesia. Lalu saya menjelaskan apa saja yang masih dianggap taboo di Negara yang berlimpah kekayaan alam tersebut. Seperti tidak sopan jika menunjuk pakai tangan kiri, menaikkan kaki di kursi, duduk di meja, dsb. Lucunya lagi Por menanyakan bahasa yang tidak sopan di Indonesia. Hahaaa okelah Por you have come to my way. Jadi seperti inilah kosakata yang kami tukarkan.
Por dictionary
E-hia    : Pelacur
I-kuay  : Brengsek/bajingan
E di awal kata digunakan untuk perempuan sedangkan I di awal kata digunakan untuk laki-laki. ‘E-I’ artinya ‘kamu’ untuk kosakata yang kasar. Ada banyak lagi sebenarnya yang diajarkan oleh dia namun kertasnya sudah hilang.
            Berdasarkan pernyataan dari Por ternyata orang Thailand memiliki 2 nama yang berbeda antara nama panggilan dengan nama lengkap mereka. Bisa dicek sendiri deh kawan-kawan. Untuk nama lengkap mereka, lazimnya mereka cukup 2 kata saja. Tidak seperti di Indo yang namanya terkadang 3 dan 4 kata. Dengan memegang tanda tanya saya juga bertanya kepada 2 teman saya makna dari nama mereka dan mereka malah gak tahu maknanya apa(?)

            Masih seputar obrolanku dengan Por. Ceritanya nihh saya lagi demen-demennya menonton horror di Thailand. hahaha… lalu saya menanyakan pada Por terkait judul filmnya dan dia malah bingung mengenai judul yang saya tanyakan. Usut demi usut ternyata judul filmnya berbeda antara judul di Indonesia dengan di Thailand. mau tidak mau satu persatu saya jelaskan garis besar cerita film tersebut dan yahhh ternyata dia juga pengamat film horror.

            Setelah selesai berbincang dengan Por, saya menemukan Diyah tengah berdiri di samping sembari melirik tulisan yang ada di koran Nuansa. Nahhh.. di koran tersebut ada rubrik tentang “Persepsi Cantik di Berbagai Negara”. Diyah langsung tertarik dengan wajah orang Indonesia dan berkata “Beautiful”. Hal itulah yang memicu saya untuk menjelaskan persepsi cantik yang berbeda-beda di berbagai Negara. Pada saat itu saya menjelaskan tentang gadis Iran. Di Iran cantik itu jika memiliki hidung mancung dan kecil. Kecil di sini artiny tidak melebar ke samping. Hal itu disebabkan oleh kebanyakan para gadis melakukan operasi plastik. Diyah pun merespon bahwa di Thailand oplas juga sudah biasa. Kebanyakan gadis seusianya sudah menjalani oplas. Dia pun sebenarnya ingin oplas namun tinggal menunggu waktu yang tepat saja. Saya langsung memberikan tanggapan bahwa dia sudah cantik, hidungnya sudah mancung, lalu ngapain operasi.
Dia menjawab “Hidungku tidak memiliki tulang jadi tidak terlihat jika dari depan. Tapi pacarku juga melarang aku untuk melakukan oplas.”
Saya langsung meng”iya”kan pesan dari pasarnya. Gilee aja gadis secantik itu masih ada keinginan untuk oplas. wedeeehhh.


            Detik demi detik telah terlewati tiba saatnya kami harus melakukan sebuah presentasi. Atas saran dari Deny kami membuat presentasi yang berbeda dari kelompok yang lain dengan membuat sebuah drama. Hahhh sebagai pembukaannya saya berperan sebagai reporter VOA yang berkunjung ke Prambanan. Karena saya sangat penasaran tentang Prambanan saya mengkorek informasi kepada para pengunjung. Di sini posisi pengunjung diduduki oleh Deny yang berperan sebagai Frank asal Jerman. Dia berkunjung bersama istrinya Diyah dan kedua anaknya yaitu Rara dan Por. Sontak membuat para penonton terkekeh-kekeh. Deny menerangkan tentang keindanhan Prambanan sendiri sedangkan Diyah mengajak orang-orang untuk berkunjung ke Prambanan. Setelah itu sang reporter *ceileeeeee* menyuruh mereka bersama-sama menyebut tag line Prambanan.
            Kami kemudian mempresentasikan apa yang sudah ditugaskan oleh Pak Silih pada hari sebelumnya. Masing-masing kelompok mempresentasikan tugasnya. Di antaranya ada kelompok Sempu Island, Parangtritis-Pucket, dan terakhir tentang Korea.
            Fiuhhhh tau gak, Prambanan itu jadi kelompok terbaik lohhh dengan skor 22. Syik asyikk… sedangkan untuk juara dua diraih oleh Korea dengan total 21,5, diiringi dengan oleh kelompok Sempu Island dengan Skor dengan Skor 21 dan terakhir Parangtritis-Pucket dengan perolehan skor 20,5. Seluruh kelompok diberikan bingkisan berupa kalung dan pastinyaaaa kalung untuk Prambanan, paling bagus dong…
            Foto session pun telah dimulai. Saatnya kami berfoto-foto riang sambil menunjukkan kalung kami.


            Pertunjukan dari masing-masing kampus. Untuk Chulalongkorn sendiri menampilkan lagu Thailand. mungkin itu lagu khas mereka. Diiringi dengan tarian, namun tarian mereka di sini menampilkan koreo yang berbeda. Mereka menciptakan tarian sendiri, hmm kalau dibilang tariannya itu lebih menjurus ke tarian Korea. Hahayy mereka juga K-pop ternyata… tau gak mereka tu kebanyakan suka Nichkhun 2PM. Yahhh mungkin karena prince of Thai kali yaaaa..


            Sampai pada acara penutupan. Hikss hikss sedih nian. Di sana ada pak Nurmandi yang sebelumnya saya kira orang Thailand. saya sempat berpikir sendiri “Koko rang Thailand bisa bahasa Indonesia?”. Wwkwkk. Pada kesempatan itu beliau memaparkan bahwa acara ini merupakan edutainment karena selain mendapatkan ilmu juga mampu menghibur kami semua terlebih lagi ada city tour *meskipun kami gak ikut*. Beliau juga bilang kalau akan adanya kunjungan balik dari UMY pada tahun berikutnya. 

Dan Prof. Parichart pun berujar “See you in Bangkok” hehehe. Amienn… hal itulah yang memicu saya untuk menambah pengetahuan bahasa inggris dan mulai belajar bahasa Thailand. suzu!!!!
            Akhirnya kami foto-foto bareng lagi…
Ini neehh foto-foto dari mahasiswa Chulalongkorn

Kemudian disusul dengan foto-foto dari UMY

Dan terakhir di mix

            Saatnya tukar-tukar souvenir. Ada hal yang menyedihkan karena saya tidak diberikan kipas dari mereka. Hoho setelah dicek ricek ternyata Wi salah memberikan kipas itu. Pan ni khusus untuk peserta kipasnya. Malah dia berikan kepada panitia lain. akhirnya dengan beribu rasa bersalah Wi meminta maaf kepadaku. Hahaha tidak apa-apa Wi santai saja. Okehhhh setelah itu saatnya memberikan souvenir bagi anak Chula. Saat itu saya memberikan souvenir itu kepada Earth yang kebetulan lagi nulis surat buat Winda. Loooh(?).


            Akhirnya pukul 16.00 kami berpisah. Ya ampun, air mata saya mungkin tidak keluar tapi hati saya lah yang menangis. Saat melihat keberangatan bis mereka. Mulut saya kaku tak bisa berkata apa-apa. Mata saya tetap tertuju pada pungung mereka di balik kaca bis. Akankah saya bisa bertemu mereka lagi. Ataukah ini akhir dari pertemuan kami?? Andweeee ini tidak boleh menjadi akhir pertemuan kami namun ini meruapakan awalan. Just beginning, arasso!!!
Cukup itu deh yang bisa saya share kepada teman-teman semua. Hahaha semoga tidak bosan membaca ini.

2 komentar:

  1. Saya tidak bosan din,, saya kan selalu menjadi pembaca setia tulisan2 mu... hehehe.... bagus din,,saya baca selengkap2nya loo.. karena semua yang kamu ceritakan menjadi moment sendiri bagi saya yang tak akan pernah dilupakan, membuat saya mengingat kembali akan detik demi detik yang telah terjadi antara we, UMY and Chula :) apalagi ada foto saya... xixixi... :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. jincha yoooo??? hahahaha jeongmal gomawo udah bersedia membaca n bahkan dikau tersentuh dengan tulisan saya hahayyyy
      we, UMY, n Chula... wahh kayakx ide bagus tuhhh
      hmm poto2 yg di file saya udag tak upload di sini. bahkan memory saya selama brsama chula saya invest ditulisan ini juga. wkwkwkw

      Hapus