Senin, 07 Januari 2013

Nur Salsa & Rumantik Part 1 (The 1st Sequel of Nuansa's Family)



Nur Salsa POV
Mungkin banyak yang akan berpikir bahwa pemilik nama Nur Salsa adalah seorang perempuan tapi tidak dengan diriku. Aku ditakdirkan menjadi lelaki jantan yang dikelilingi oleh tiga perempuan yaitu saudara kandungku. Setiap kali aku dipanggil oleh guru maupun siapa pun, orang di sekitarku akan tertawa karena namaku sangat identik dengan perempuan. Namun tahukah kamu, aku ini benar-benar jantan, untuk membuat orang percaya jika aku jantan, aku menutupinya dengan berpenampilan sebagai cowok metroseksual. Selalu wangi, rapi, berbaju yang pas di badan meskipun terkadang agak nge-pas karena perutku terisi penuh dengan susu. Tetapi jika kalian tahu aku juga memiliki sisi feminim karena aku pecinta warna pink.
Kembali lagi aku ceritakan mengenai namaku. Alkisah dulu namaku bukan Nur Salsa tetapi Akbar Agung. Ayahku memberikan nama itu karena beliau ingin aku tumbuh menjadi pohon besar. Besar harapan ayahku kelak jika aku sudah besar, aku akan menjadi orang besar. Besar dalam arti menjadi dokter maupun insinyur. Selain itu ayahku memberi nama itu karena aku terlahir dengan motif hidung yang besar. Tapi jangan salah, dengan hidung yang besar justru yang membuat hati perempuan terpikat olehku. Saking besarnya hidungku ini, aku bisa menampung upilku hinggu 8 bongkah. Hahaha memang jorok bukan?
Memiliki nama Akbar Agung benar-benar memberikan beban selama 1 tahun dua bulan aku hidup, selama itulah aku memiliki penyakit. Sepertinya hanya beberapa hari saja Tuhan memberikanku kesehatan selebihnya mendapat sakit yang berkepanjangan. Akhirnya setelah mufakat dengan kepala desa, camat, maupun bupati ayahku mengganti namaku menjadi Ridho Sihah. Nama itu diperuntukkan agar aku menjadi orang yang sehat. Perubahan nama itu pun tak merubah banyak di diriku. Aku masih tetap memiliki penyakit yang berkepanjangan. Ibuku gerah melihat keadaanku seperti begitu terus akhirnya beliau sendiri yang mengubah namaku menjadi Nur Salsa artinya cahaya ketiga. Nah… perubahan nama itu sangat mujarab karena aku sudah tidak pernah sakit lagi sampai aku sudah beranjak dewasa secara hukum.

Rumantik POV
Aku selalu bermasalah dengan nama. Setiap orang yang menulis namaku pasti akan salah. Dulu waktu aku kecil ayahku yang selalu jeli dengan namaku, berapa kali akte kelahiran dirubah hanya karena kesalahan penulisan nama. Aku tidak ambil pusing pada zaman itu karena apalah arti sebuah nama. Namun sekarang ini aku benar-benar kalang kabut dengan kesalahan penulisan namaku. Jelas-jelas namaku Rumatika kenapa orang-orang menulis Rumantika. Huhhh.. kesalahan yang sepele itu benar-benar menyebalkan.
Sosok gadis yang selalu bermasalah dengan nama ini diam-diam memiliki pacar. Aku sudah menjalin kasih dengan teman kelasku, Faizan yang kerap disapa Ijan. Kami sudah menjalin hubungan istimewa itu semenjak 3 bulan yang lalu. Hubungan kami berawal dari sebuah persahabatan. Saat berpacaran teman-temanku bahkan kami sendiri bingung itu dikatakan berpacaran atau hanya sekedar sahabat. Hubungan kami tidak jelas seperti ketidakjelasan-nya namaku.
Author POV
“Tunggu aku lima menit lagi.” Rumantik membaca pesan dari Ijan tersebut di lobi kampus. Sambil menunggu lima menit ala Ijan. Rumantik mulai merangkai garis-garis menjadi gambar. Hari ini dia menggambar posisi wajahnya yang seperti benang kusut dikarenakan pagi ini dia belum menyentuh setetes air.
“Ayo buruan. Aku buru-buru mau latihan basket,” ungkap Ijan saat mendatangi Rumantik.
“Oke…”
Hari ini di mana Rumantik harus berlaga untuk memenangkan sayembara yang diadakan oleh Pimred Nuansa.
Di dalam kantor sudah banyak peserta yang telah mempersiapkan mentalnya secara matang. Secara Nur Salsa sang pimred adalah orang yang perfeksionis. Telah tercatat sudah 6 orang peserta yang telah mengambil posisi duduk, di antaranya: Rumantik, Kiki, Fikar, Ahlul, Mujib, dan Said. Mereka semua adalah bagian dari keluarga Nuansa.
Sedikit bercerita tentang profil Nuansa. Nuansa adalah lembaga pers mahasiswa terbesar di UMY. Organisasi yang berada di bawah naungan Rektor III Sri Atmaja ini memiliki 4 produk yaitu, Nuansa Online (tulisan nuansa dimuat di web resmi Nuansa), Nuansa Majalah (Sesuai dengan slogan UMY muda mendunia. Jenis tulisan di majalah ini menggunakan bahasa renyah dan gak bikin sakit kepala. Sangat tepat untuk anak-anak muda), ada lagi Nuansa Kabar (produk ini menggunakan jenis tulisan yang tua mengakherat karena pemilihan bahasa yang berat dan selalu bikin sakit kepala), terakhir adalah Nuansa Qolbu (Nahhh produk ini yang bertujuan untuk menjunjung nilai keislamian kampus sesuai dengan bekas logo UMY yaitu Unggul dan Islami).
Organisasi ini diketuai oleh Sentimental Ahlul, Sweet Nur Salsa yang berfungsi sebagai pimred, di bawahnya redaktur pelaksana Eyes Center Mujib dan Flaming Pearls Said. Selain itu ada divisi Litbang yang diketuai oleh kunyuk2 Rumantik. Sedangkan Sexy Kiki menjabat sebagai bendahara dan Panda China Fikar sebagai sekretaris. *Selebihnya masih banyak lagi anggota lainnya namun saya tidak sebutkan karena bukan pemain dari fiksi ini*
Kembali lagi dengan ajang sayembara. Di sini peserta memiliki misi untuk membuat logo Nuansa kabar dan pemenangnya akan mendapat tawaran langsung untuk nge-date bareng Nur Salsa dalam menonton Breaking Dawn.
Di dalam hati Rumantik sudah harap-harap cemas dan sudah membayangkan bagaimana indahnya bisa menonton adegan romantis bersama Nur Salsa. Ada rasa bangga bisa jalan berdua bersamanya, secara Nur Salsa adalah maskot UMY terpilih dan tentunya dia memiliki ketampanan di atas rata-rata.
“Waaiiittttss buat apa aku membayangkan Nur Salsa, bukankah aku masih memiliki Ijan???” batin Rumantik.
1 jam berlalu, kini saatnya momen yang paling dinantikan di mana Nur Salsa akan mengumumkan pemenangnya. Besar harapan Nur Salsa jika pemenangnya adalah perempuan. Berdasarkan data, peserta perempuan hanya dua orang saja dan yang paling nalar diajak kencan hanya Rumantik. Seenggaknya Rumantik lebih kewanitaan dibandingkan Kiki. Tidak bisa dibayangkan jika Nur Salsa bersanding dengan kiki, bisa-bisa Nur Salsa babak belur dihantam Kiki saking perkasanya. Setelah menimbang-nimbang akhirnya Nur Salsa memilih…
“Ahlul, adalah pemenang sayembara ini. Ahlul berhak menonton Film Breaking Dawn bareng saya,” ungkap Nur Salsa.
Bisa diakui Ahlul memang paling jago mendesain, tapi semua orang tidak akan bisa membayangkan bagaimana orang yang sesentimental Ahlul bisa berkencan dengan seorang laki-laki. Apakah dia memiliki sikap feminim juga dengan menyukai seorang laki-laki.
Keputusan yang diambil Nur Salsa menyebabkan pro kontra di berbagai kalangan keluarga Nuansa. Sebagian yang pro adalah para lelaki normal, karena mereka memiliki lebih banyak peluang untuk mengikat para perempuan. Sedangkan para perempuan hanya bisa gigit bibir dan tidak setuju dengan kencan mereka. Sebagian ada yang tidak rela Nur Salsa direbut oleh siapa pun. Mereka berpikir Nur Salsa hanya miliknya seorang. Ada juga para gadis yang tidak rela jika sampai pujaan hatinya Ahlul direbut oleh orang lain.
Kasus itu berdasarkan perspektif dari orang lain. Lain lagi dengan Nur Salsa dan Ahlul. Bukankah mereka lagi memerangi dirinya agar tidak disebut pemudi.
“Waiitt bukankah selama ini aku sudah berusaha agar aku dipandang sebagai lelaki jantan??” batin Nur Salsa.
“Bukankah selama ini aku memerangi diriku agar aku tidak disebut pemudi bahkan aku sampai mengharamkan diriku untuk memakai sandal perempuan, semendesak apa pun keadaanya. Tapi sekarang aku harus dihadapkan untuk berkencan dengan seorang laki-laki? Iyuhhh deh,” batin Ahlul.
Dengan berbagai macam pertimbangan seperti itu dan pada kenyataannya lebih banyak yang kontra dari pada pro. Akhirnya pada tanggal 12 Desember Ahlul menyerukan kepada bawahannnya untuk rapat konsolidasi.
*****
“Aku persembahkan makanan kesukaanmu, ini lele spesial buatan ibu pecel lele,” ungkap Ijan dengan bangganya mempersembahkan ikan lele kepada Rumantik.
Mereka kini sedang menikmati makan malamnya di pecel lele seberang kampus. Dengan ditemani es teh dan alunan lagu roma irama berjudul piano siap menemani makan malam mereka. Nongkrong di pecel lele adalah tongkrongan favorit mereka, selain karena bisa membantu keuangan mahasiswa juga masakan pecel lele sangat pas untuk lidah mereka.
“Terima kasih sayang. Aku sungguh berterimakasih karena kamu bersanding di sisiku.”
“Dan karena kamu tercipta untukku,” balas Ijan.
 “Sayang, dari tadi kenapa HP-mu ribut terus. Apa kamu punya agenda hari ini,” Tanya Ijan saat menyadari ponsel Rumantik yang terus berdering.
“Yang nelpon itu kak Ahlul, aku rasa bukan perihal yang penting. Lagian ini malam minggu jadi tidak mungkin Nuansa memiliki agenda,” jawab Rumantik.
“Coba liat memo kamu dulu. Mungkin saja kamu memiliki agenda penting,” saran Ijan.
“Yakin,” tanya Rumantik.
Ijan hanya menganggukkan kepala tanda memastikan. Setelah mengecek memo di tas-nya. Ternyata apa yang diprediksi ijan benar adanya. Hari ini adalah rapat konsolidasi yang Rumantik lupakan.
“Hahhh aku hari ini ada rapat konsolidasi. Yang… antarkan aku ke Nuansa sekarang. Aku sudah telat banyak ni,” bujuk Rumantik.
“Seperti yang ku duga sebelumnya. Lain waktu jangan mengabaikannya lagi yaaa,” respon Ijan sambil membelai lembut kepala Rumantik.
Sesampai di Nuansa, Rumantik sudah diberitahu mengenai pengumuman besar terkait keberlangsungan visi misi Nuansa yang muda dan berkarakter.
“Kita jangan menjadi generasi labil. Laki-laki berlakulah jantan dan perempuan berlakulah betina. Itu yang disebut generasi berkarakter,” ujar Ahlul.
Semua anggota Nuansa yang hadir hanya bisa membentuk huruf O dari mulutnya.
“Terkait sayembara itu, ketika pemenangnya adalah saya. Saya merasakan kebanggaan, karena apa? Karena saya memiliki kompetisi di bidang itu. Namun ada hal yang paling kontra di dalam benak saya yaitu pemenangnya harus nonton di bioskop dengan didampingi oleh seorang laki-laki. Perbuatan itu tidak jantan dan bisa dibilang banci. Sangat berlawan dengan misi Nuansa yang ingin membentuk generasi yang berkarakter. jadi mulai detik ini saya memutuskan pemenang sayembara itu tidak sah,” ungkap Ahlul dengan gaya Hitler-nya.
“Alhamdulillah…” ungkap yang lain dengan serentak.
 “Tetap jadi pemuda dan perangi menjadi pemudi,” koar Said sambil menunjuk gigi pepsodentnya.
            Dinginnya malam sudah menusuk ke tulang kering anak Nuansa sehingga sebagian orang memutuskan untuk tetap tinggal di Nuansa. Pada saat itu yang masih menampakkan batang hidung hanya Rumantik, Kiki, Nur Salsa, Ahlul, dan Fikar. Jam dinding sudah mulai merujuk ke angka 00.00. Fikar memutuskan dirinya untuk terlebih dahulu terjun ke alam mimpi begitu juga dengan Ahlul. Tinggal kiki, Rumantik dan Nur Salsa. Kiki lebih memilih untuk mengerjakan materi presentasinya. Sedangkan Rumantik masih sibuk mencari film yang menarik untuk ditonton.
“Kenapa kita tidak menonton Breaking Dawn saja,” pinta Nur Salsa dengan sumringahnya.
“Ide bagus. Tapi kamu yakin kita akan menonton adegan seperti itu tengah malam, berdua lagi,” ungkap Rumantik ragu.
“Justru itu yang bikin seru, kalau aku asal ditemani dengan susu putih, hehee,” rayu Nur Salsa. Mengerti dengan ucapan Nur Salsa, Rumantik segera membuka langkahnya membuat susu untuk Nur Salsa dan menyeduh Coffemix untuk dirinya sendiri.
Di situlah kisah mereka terjalin…
Rumantik sudah minta izin kepada Ijan tentang rencana menginapnya di kantor. Menceritakan siapa saja temannya menginap dan aktivitas apa saja yang akan dilakukan.
“Iyaaaa apa pun yang kamu lakukan aku tahu itu yang terbaik. Kamu cukup tahu aku selalu menyayangimu dan jagalah pelabuhan ini di hatimu,” ucap Izan lewat saluran telepon.
“Ne… nado saranghe,” jawab Rumantik dalam bahasa Korea.

Sulit untuk menghindari getaran hati jika seseorang yang dulu dianggap biasa saja tetapi akan menjadi berbeda saat di mana dua insan berlawan jenis dihadapkan dengan adegan penuh kemesraan. Rumantik selalu mengingatkan dirinya, dia masih memiliki Ijan. Rumantik sudah berkomitmen untuk selalu menjaga kesucian hati Ijan yang bartender di hatinya. Begitu pula dengan Nur Salsa, dia akan selalu menjaga teguh prinsip orang tuanya untuk tidak menodai karirnya dengan asmara.
*****
Rumantik POV
Siapa lagi tempat aku berbagi duka, suka dan kasih selain orang yang kini selalu berada di sisiku. Dia bisa memposisikan dirinya sebagai seorang sahabat. Dia selalu bisa mengkondisikan dirinya untuk mendengarkan curhatku yang panjang setebal 400 halaman jika dibukukan. Aku bisa merasakan sentuhan keikhlasan saat aku sedang haus cinta. Dia juga akan selalu bisa menjadi sosok ayah dengan kata-katanya yang selalu dibumbui kata-kata bijak. Tetapi orang-orang berkata jika tidak ada yang sempurna. Namun selama 3 bulan kujalani cinta bersamanya dia terlalu sempurna untukku bersanding dengannya. Aku selalu merasa membutuhkannya, sehari tanpa dia bagaikan masakan tanpa garam. Aku terlalu lemah jika tanpa sentuhan lembutnya.
Kenapa sekarang ini aku begitu melankolis. Heyy Rumantik… kamu hanya tidak bertemu dengannya sehari. Apakah duniamu begitu sempit. Kamu masih memiliki banyak teman di sini. Kamu bisa tertawa dengan mereka. Kamu bisa mengukir senyum kamu sendiri tanpa dia. Okehhh, sekarang jangan sedih lagi. 2 hari lagi bukan waktu yang lama untuk menunggunya.
“Rumantik, sudah jangan pikirkan Ijan lagi. Kamu bangun tidur, tidur lagi dan bangun lagi. Pada ujungnya juga akan bisa bertemu dengan Ijan,” kata Kiki mengagetkan Rumantik dari lamunannya.
“Yaa… yaaa… aku tahu,” jawabku seadanya.
“Oyaa, sekarang kamu, kak Ahlul, Nur Salsa dan Mujib survey track untuk acara jurit malam nanti,”
“Oke… aku bantu,” angguk Rumantik kembali.
Kami sudah membentuk tim untuk menyeleksi tempat mana yang cocok untuk melatih mental calon anggota baru di Nuansa. Dengan track yang sangat luas dan banyak pilihan kami terpaksa harus berbaur menjadi dua tim, di antaranya aku bersama Nur Salsa dan kak Ahlul bersama Mujib.
Kami berdua merasa canggung satu sama lain saat saling berhadapan. Entah apa yang aku rasakan saat ini. Aku kesal juga terhadap Nur Salsa karena seolah-olah dia mulai menghindar semenjak menonton film itu. Dia tidak akan membuka percakapan jika aku tidak mengajaknya untuk berbicara. Sakitnya lagi dia akan menjawab sesingkat-singkatnya pertanyaanku.
“Bagaimana bisa aku harus dipasangkan dengan orang yang sedingin dia,” gerutu Rumantik di dalam hati.
“Bisakah kita berhenti sebentar?” hanya kata itu yang dilontarkan Nur Salsa saat setelah selesai survey track.
“Usul yang bagus,” responku.
Meskipun kami istirahat untuk meraup kembali nafas yang tadinya hampir hilang. Namun bagiku itu bukan istirahat, karena aku harus memompa hatiku untuk bersikap biasa saja dengan sikapnya yang acuh. Fisikku mungkin sangat capek tapi hatiku lebih capek lagi menghadapi sikap dia seperti itu. Bagaimana mungkin kami berada dalam perahu yang sama. Sama-sama mengayuh perahu Nuansa untuk tetap eksis di mata kampus maupun nasional. Kita sama memiliki misi yang sama tetapi kenapa sikapnya seakan aku tidak berfungsi di mata dia.
Bosan dengan sikap angkuhnya, aku pun mengangkat tubuhku untuk meninggalkannya sendirian. Aku menunggu dia bertanya, mau ke mana hendak aku melangkahkan kakiku. Aku menunggu kejadian itu. Sayangnya ia sama sekali tidak mengindahkan tingkahku. Dia tetap datar seakan-akan aku tidak pernah ada. Dengan berbagai macam kesebalan yang menyelubungi hatiku. Aku terus menyusuri hutan-hutan di sekitaran daerah waduk sermo. Tanpa ku sadari aku sudah melangkah terlalu jauh. Aku tidak tahu arah jalan pulang. Aku butuh Ijan untuk membimbingku pulang. Aku butuh dia. Saking takutnya, aku bisa merasakan tetesan air mata terus memenuhi air mataku.
Tuhan di saat seperti ini kenapa aku merasakan sakit kepala. Tanganku sudah lemah untuk memegang pohon sebagai penopangku. Ketidakmampuanku untuk menopang tubuh membuatku terlentang di tanah. Aku segera mengambil ponsel-ku dan mencari kontak yang sekiranya bisa membantu aku. Aku tidak bisa meminta bantuan siapa-siapa kecuali dia… Nur Salsa.
“Halooo Nur,” sapaku
“Iya.. kenapa nada suaramu begitu janggal,” tanyanya.
“Aku tidak tahu arah jalan pulang, kepalaku pusing. Bantu aku keluar dari sini,” pintaku dengan suara tertelan.
“Apa kamu tersesat, kamu sekarang di mana?” tanyanya lagi
“Aku tidak tahu di mana sekarang?” jawabku tambah takut.
“Kamu sebut saja, kamu di dekat tempat apa yang kira-kira familiar. Ayo sebutkan jangan ragu-ragu,” ucapnya.
“Aku… aku berada di tempat pohon besar, di atas jurang. Aku dikelilingi pohon beringin.”
“Oke aku mengerti… tunggu aku di situ. Jangan ke mana-mana. Aku akan menyusulmu.”
“Apa kamu tahu tempatnya di mana?”
“Aku akan mencarinya.”
“Baiklah… aku menunggumu,” ucapku sedikit gugup.
“Och” lagi-lagi kepalaku sakit, aku menyentuhnya berharap itu bisa mengurangi rasa sakitnya. Kenapa di saat yang tidak tepat seperti ini aku harus merasakan sakit di kepalaku. Ijan… aku butuh kamu. Setidaknya kamu bisa menghiburku. Aku benar-benar butuh kamu.
“Kamu baik-baik saja?” sayup-sayup suara Nur Salsa bisa ditangkap oleh telingaku.
“Nur…. terima kasih atas kedatangamu. Aku sangat takut di sini. Bawa aku keluar dari tempat menyeramkan seperti ini. Aku mohon,” ucapku.
Kami pun jalan menuju villa. Aku mengambil kayu sebagai tongkatku untuk berjalan. Ingin rasanya aku memegang tangannya tapi sekali lagi aku mengingatkan diriku kalau dia bukanlah Ijan. Jangkankan untuk dipegang tangannya untuk sekedar membuka percakapan saja tidak. Lama-lama aku semakin kesal terhadapnya.
“Jangan mengulangi lagi,” ujarnya tiba-tiba
Aku terkekeh. Apa dia peduli denganku? Apa dia peduli denganku?”
“Iya, terima kasih.”
*****
Kami akhirnya pulang dari waduk sermo. Aku segera bergegas mengambil tasku lalu menghubungi Ijan untuk menjemputku. Sambil menunggu, aku berjalan menuju lapangan kampus. Hari mulai malam. Aku duduk di bangku panjang tempat tunggu jemputan, ketika aku melihat sekitar aku melihat sosok Nur Salsa. aku memberanikan diri untuk menyapanya.
“Nur Salsa?”
“Apa,” jawabnya dengan begitu dingin.
“Belum pulang?”
“Belum, kamu juga?”
“Iya, duduklah di sini,” kataku sambil menempelkan tanganku ke bangku sebelahku. Dia berjalan ke arah bangku yang ku maksud. Lalu tiba-tiba dia tersenyum.
“Ya! Baru kali ini aku melihatmu tersenyum seperti ini. Semenjak……”
“Hahaha,” dia hanya menjawabnya dengan tertawa.
Tin Tin Tin
Tiba-tiba seseorang mengklakson ke arahku lalu membuka helmnya.
“Rumantik, ayo masuk.”
Aku langsung menjawabnya senang. Syukurlah, Ijan segera menjemputku. Dia selalu ada ketika ku butuh. Aku langsung berjalan mendekatinya. Sebelum pergi, aku melambaikan tanganku ke arah Nur Salsa lalu dia menjawabnya dengan melambaikan tangan juga.
“Akhir-akhir ini, aku sering melihatmu bersamanya,” ucap Ijan dengan nada sedikit kesal.
“Maaf, aku hanya mengobrol sedikit sambil menunggumu.”
“Kau pasti bohong.”
“Percayalah padaku.”
“Bagaimana bisa? Kamu duduk dengan laki-laki yang tampan seperti dia?” tiba-tiba nada suaranya meninggi.
“Ya! Kau ini kenapa?”
“Kau yang kenapa!”
Aku hanya diam tidak mau memperkeruh suasana. Tiba-tiba Ijan memberhentikan motornya di pinggir jalan. Lalu memanggilku.
“Rumantik..” Aku hanya menorah ke arahnya tanpa menjawab karena kesal.
“Aku mencintaimu,” ungkapnya dengan raut muka yang langsung sumringah.
“Iya aku juga sangat mencintaimu,” bisikku
Kami sampai di Jembatan Kali Bedog. Ijan langsung mengajakku duduk sambil menikmati pemandangan sungai.
“Indah sekali,” gumamku.
“Iya, sangat indah,” jawab Ijan.
Perlahan tangan Ijan menuju ke wajahku dan membelainya dengan lembut. Kenapa aku? Aku sama sekali tidak merasakan jantungku berdetak lebih cepat seperti dulu saat pertama kali Ijan membelai wajahku. Akhirnya aku memutuskan untuk menarik tangannya dari wajahku.
“Kenapa?” tanyanya heran.
“Aku lapar, bisa kita pergi makan?” tanayaku mengalihkan pembicaraan.
“Baiklah ayo.”
*****
Author POV
Rumantik berdiri di depan kaca. Memperhatikan pantulan bayangannya lalu bergumam, “Hmmm, aku siap.” Setelah merasa siap, Rumantik berjalan menuruni tangga hendak keluar dari kos. Pada tangga terakhir, kepala Rumantik tiba-tiba saja terasa pusing. Spontan ia mengarahkan jarinya ke kepala. Seorang teman kos melihatnya dan menegurnya.
“Rumantik.. kamu tidak apa-apa?” katanya sambil memegang kepala Rumantik.
“Tidak apa-apa.” Rumantik langsung berjalan ke ruang tamu lalu duduk di kursi. Setelah beberapa jam duduk, akhirnya rasa sakit itu hilang dan ia memutuskan untuk langsung bergegas pergi. Belum sempat keluar ruangan teleponnya berbunyi. Dia segera membuka flip teleponnya terlihat ada wajah penuh Ijan yang terpampang di sana.
“Halooo.”
“Halooo Rumantik apakah kamu sudah mau pergi.”
“Iya sayang.. ada apa dengan suaramu. Apakah kamu baru bangun?”
“Aku akan menjemputmu sekarang,” katanya mengabaikan pertanyaan Rumantik.
“Tidak perlu. Aku akan berangkat bersama Kiki. Kamu lanjutkan tidur saja.”
Baiklah kalau begitu. Selamat bersenang-senang.”
“Iya.”
Hari ini adalah jadwal Rumantik jalan-jalan bersama Nuansa. Dengan berkendaraan sepeda motor menempuh sekitar 1 jam untuk mencapai pantai Indrayanti yang enak dipandang mata. Rumantik lebih memilih untuk menyendiri karena tujuannya ke pantai bukanlah untuk teriak atau pun bermain air tetapi untuk mencari ketenangan. Ketenangan yang dimaksudkan adalah saat di mana Rumantik bisa mencari inspirasi untuk menggambar. Gambaran alam luas dan bebas adalah gambar nyata yang bisa mewakili sifat anak muda.
Rumantik melihat Nur Salsa dari kejauhan ketika menikmati keasyikannya menggambar, tidak pikir panjang, Rumantik langsung melambaikan tangannya.
“Nur Salsa?” Rumantik memanggilnya untuk memastikan.
“Hey,” Nur Salsa menjawab lalu melebarkan langkahnya menuju Rumantik.
“Kamu sedang apa di sini?”
“Tidak, aku hanya sedang menggambar saja.”
“Memang kamu gambar apa? Sini aku lihat.” Rumantik segera menyodorkan gambarnya ke hadapan Nur Salsa.
“Gambarnya cukup memikat, kamu suka menggambar juga?”
“Iya sedikit.”
Nur Salsa baru menyadari bahwa Rumantik memiliki hobi dan bakat di bidang menggambar sejak berumur 5 tahun. Bahkan dia sempat heran dengan hasil gambar-gambar Rumantik yang hanya dipendam sendiri. Nur Salsa merasa senang menemukan orang yang memiliki hobi dengannya. Nur Salsa yakin, Rumantik sepantasnya juga dinobatkan sebagai ilustrator handal.
“Hasil gambarmu sangat bagus. Kenapa selama ini kamu menyimpan bakatmu itu?”
“Aku hanya belum siap malu,” jawab Rumantik dengan rona wajah yang sudah dikuasai warna tomat.
Mereka menikmati suasana pantai berdua. Tidak seperti pasangan lain yang beradu kasih tetapi lebih kepada berbagi cerita terkait hobi yang sama. Puas dengan pemandangan pantai, Nur Salsa lebih dulu mengajak Rumantik untuk menghampiri teman-temannya yang lain. Saat Rumantik hendak berdiri, lagi-lagi sakit itu menghampirinya.
“Och,” Rumantik segera memegang kepalanya.
“Kamu baik-baik saja.” Kepala itu terasa makin sakit.
“Apa kamu bisa berjalan?”
Rumantik berusaha berdiri namun ia tidak berhasil. Rasa sakit itu terus menjalar ke seluruh tubuhnya. Ia hanya menjawabnya dengan menunduk. Nur Salsa kemudian meraih tubuh Rumantik dan menempatkannya di punggungnya. Nur Salsa menggendong Rumantik!! Rumantik terkejut dengan perlakuannya yang tiba-tiba. Ia tak bisa menolak karena ada kesenangan tersendiri yang terus bergejolak di hatinya. Rumantik hanya melihat wajah teduhnya dalam diam. Kini tubuhnya menempel di punggung Nur Salsa. Ia memegang detak jantungnya yang terus berdetak dengan cepat. Ia mengendorkan tubuhnya ke belakang agar membuat jarak dengan Nur Salsa. Dia takut jika Nur Salsa merasakan detak jantungnya.
“Kenapa kamu menjauh? Ayo pegang yang erat supaya kamu tidak terjatuh,” pinta Nur Salsa.
Sepertinya Nur Salsa sudah merasa nyaman dengan posisi sekarang ini. Rumantik kembali mengalungkan leher Nur Salsa dengan tangannya. Dia mempererat pegangannya sesuai dengan saran Nur Salsa.
“Huk huk,” Nur Salsa terbatuk. “Hey… jangan terlalu erat. Aku tidak bisa bernafas,” keluhnya.
“Hehee maafkan aku,” tersenyum nyengir.
“Kenapa kamu berat sekali. Apakah kamu memiliki berat badan hingga 60 kilo,” kelur Nur Salsa.
“Enak saja, berat badanku masih 50-an kok.” Membicarakan berat badan adalah hal yang sensitif bagi seorang perempuan bila diumbarkan kepada laki-laki.
“Iya, beratmu 59 bukan?” ujar Nur Salsa memecah tawa dari mulut mereka berdua.
Rumantik menoleh. Menatap wajahnya yang fokus menghadap ke depan. Dia tersenyum dan menyandarkan dagu-nya di pundak Nur Salsa. Matanya tak beralih melihat wajah tenangnya.
“Sadarlah Rumantik, di sampingmu kini bukanlah Ijan tetapi Nur Salsa. Dia adalah sosok yang jauh dari harapan kamu. Lalu, ada apa dengan detak jantungmu. Bukankah kamu tidak memiliki riwayat penyakit jantung, tetapi saat kamu menempelkan tubuhmu di pundaknya kenapa kamu merasa kamu sedang terkena penyakit jantung. Sadarlah Rumantik, kamu masih memiliki Ijan yang selalu ada di saat kamu butuh,” celoteh Rumantik dalam hati.
*****
Saat menanti waktu, terasa jarum jam amat lambat untuk bergerak. Namun sebaliknya saat waktu tidak ditunggu, terasa hari itu begitu cepat datang. Tidak terasa, hari ini adalah wisuda anggota Nuansa yaitu Rumantik dan Nur Salsa. Apakah hari itu benar-benar terjadi? Rumantik sama sekali tidak mengharap hari ini terjadi, dia masih berharap masih ada hari esok, esoknya lagi. Dia berharap semoga masih ada keajaiban yang membatalkan acara wisudanya itu atau….. Nur Salsa yang diwisudai sekarang langsung berubah menjadi wajah Ijan. Itulah harapan sebenarnya. Dia belum siap untuk tidak terus-terusan bersama Ijan. Rumantik harus memilih jalan di mana ia akan merambah karirnya untuk mencari kerja atau pun melanjutkan studinya. Sedangkan Ijan hanya masih sebatas mahasiswa pengejar gelar sarjana.
Ijan menghubungi Rumantik untuk bertemu dengannya selepas wisuda. Ada hal penting yang ia ingin katakan pada Rumantik. Ia meminta Rumantik untuk lekas pergi ke taman.
“Kamu memiliki agenda lain,” ujar Nur Salsa saat menyadari wajah Rumantik yang dikuasai oleh rasa kebingungan. Rumantik hanya mengangguk.
“Ke mana?”
“Ke taman.”
“Bertemu Ijan?” lagi-lagi Rumantik menunduk.
“Perlu ku antar,” tawar Nur Salsa
“Tidak perlu. Kamu lanjutkan saja aktivitasmu. Ini kan acara penting.”
“Baiklah.”
“Aku pergi.”
Rumantik segera bergegas menuju tempat parkir dan mengendarai Nathan menuju taman. Sesampainya di taman, ia melihat Ijan yang sedang duduk di bangku taman, ia memutuskan segera menghampirinya.
“Bagaimana perasaanmu Ibu Sarjana?” ungkap Ijan tersenyum.
“Perasaanku akan lebih bahagia lagi jika kamu bersanding dengaku. Untuk apa kamu menyuruhku ke sini,” ucap Rumantik tanpa butuh basa-basi.
“Hmmm. Kumohon kamu mau mengerti,” jawab ijan lalu menghela nafasnya, “Mungkin hubungan kita hanya sampai di sini. Aku akan kembali seperti dulu menjadi sahabatmu. Maaf, aku tau hal ini sangat menyakiti hatimu. Tetapi aku tidak bisa lagi mempertahankan hubungan ini. Jadi ku mohon mengertilah,” jelas Ijan panjang lebar.
            Rumantik kaget dengan perkataan Ijan. Apa kali ini adalah hari bahagianya. Apa Ijan hanya ingin memberikan kejutan? Rumantik terkekeh dan tak dapat berkata apa-apa. Ia hanya diam seraya menatap wajah Ijan.
“Maaf,” kata Ijan lirih.
“Aku hanya butuh kepastian kenapa kamu memutuskan aku.” Rumantik berusaha tegar dan tersenyum ke arahnya. Rumantik sama sekali tidak meneteskan air matanya seperti kebanyakan orang lain saat diputuskan sang kekasih. Rumantik hanya merasa kecewa.
“Dari dulu aku sebenarnya tidak mau meneruskan jalinan asmara ini lagi namun lagi-lagi aku berpikir jika aku memutuskan kamu, maka karirmu akan usai. Aku menunggu saat yang tepat, saat di mana kamu telah menggapai karirmu sebagai sarjana,” jelas Ijan.
Mendengar penjelasan dari Ijan cukup membuat Rumantik terpancing tetapi tak sampai hati meruntuhkan air di matanya. Entah karena kebal atau mungkin karena ia sudah tidak mencintainya lagi. Hanya satu yang ia rasakan, kecewa.
Ijan bangun dari tempat duduknya, begitu juga dengan Rumantik.
“Terima kasih atas selama ini, aku tidak akan melupakannya,” ujar Ijan lalu berlalu meninggalkan Rumantik.
Ruamantik melihatnya naik ke atas motornya dan menghilang. Rumantik masih terpaku. Pengakuannya itulah yang membuat ia bersedih.
Tiba-tiba seseorang memeluk Rumantik dari belakang. Rumantik melepaskan pelukannya dan berbalik ke belakang.
“Nur Salsa???” tanyanya kaget.
“Yup. Jika kamu ingin menangis, menangislah.” Nur Salsa kembali memeluknya. Rumantik membenamkan kepalanya di dada bidangnya. Anehnya, Rumantik tidak menangis sama sekali, justru ia malah menikmati tubuh hangat Nur Salsa. Nur Salsa membelai rambut Rumantik. Perempuan itu merasa sangat nyaman dan ini yang dia tunggu dari dulu.
Cukup lama Nur Salsa memeluknya sampai akhirnya memutuskan untuk melepaskan pelukannya.
“Kenapa tidak menangis?” tanyanya sedikit tercengang.
“Tidak tahu. Aku tidak sedih,” jawab Rumantik seraya tersenyum. “Boleh ku pinjam lagi dadamu?” katanya sedikit ragu karena takut Nur Salsa tidak mengizinkannya.
“Tentu,” jawabnya lalu kembali memeluknya.
Dapat dipastikan sekarang jika Rumantik mencintai Nur Salsa. Sangat mencintainya.
Mereka berpelukan sangat lama. Nur Salsa terus membelai rambut Rumantik. Apakah Nur Salsa merasakan hal yang sama dengan Rumantik? Semoga jawabannya, iya.

To be continued

Click here to continue

Tidak ada komentar:

Posting Komentar