Kamis, 21 Juni 2012

We Need a JUCTITIA



            Mayul berusaha mengambil kunci motor yang sedang di pegang oleh Nizam. Mayul sebal dengan perlakuan Nizam yang terlalu sayang akan motornya. Nizam sendiri sebenarnya ingin meminjamkannya kepada Mayul namun Ia tak tega melihat motornya dijamah orang lain.
“Aku hanya pinjam sebentar, gak lama” pinta Mayul mengambil kunci motor di tangan Nizam.  Nizam diam sejenak menahan nafasnya. “Hey kau” ujar Mayul mengagetkan Nizam dari lamunannya
“Oke kamu bisa pinjam Baby Mio (sebutan untuk motor Nizam) tapi ingat dijaga dengan baik jangan sampai ada yang lecet. Nizam kemudian mengelus-elus motornya dengan lembut
“Anggap dia seolah-olah mahluk hidup agar kau tak memperlakukannya semena-mena” lanjutnya. “Kau ini Baby Miomu sudah kayak pacar kau aja, pantesan gadis-gadis tak ada satupun yang nempel di pundakmu” ujar Mayul kabur melihat muka Nizam yang mulai memerah.
            Nizam memang sangat sayang dengan motornya, Mayul juga mengetahui hal itu. Motor itu adalah hasil dari jerih payahnya selama ini. Ia kerja part time untuk melunasi tunggakan biaya motornya. Motornya begitu bersih dan selalu mengkilap, sebelum Ia hendak naik motornya Ia akan memastikan sepatunya sudah bersih agar motornya tak tersentuh oleh kotoran.
*****
            Nizam terlihat sibuk memegang tumpukan buku-buku mata kuliahnya. Libur semester ganjil dimulai 2 hari lagi. Ia sudah tak sabar ingin pulang, paling tidak dengan pulang perutnya akan selalu buncit. Ia tersenyum sambil membayangkan bagaimana Ia menjadi mahasiswa baru dulu. Ia sangat berambisi untuk meneggakkan hukum di Lombok Tengah karena seperti yang Ia ketahui hukum di wilayahnya sangat lemah. Pembunuhan dan pencurian merupakan trend yang sedang berkembang diwilayahnya sekarang ini. Maka dari itu Ia bertekad apabila telah lulus kelak. Dia dapat menegakkan prinsip Juctitia (keadilan). “Tak menyangka sekarang sudah mau semester 6, sebentar lagi namaku menjadi ‘Nizam Zulhilmi SH’ asyik” gumamnya
“Hey ngapain kau senyum-senyum sendiri” ujar Mayul mengagetkan Nizam dari lamunannya
“Kau ini, selalu datang disaat yang tidak tepat” sesal Nizam. “Ehh iya pas pulang kamupng, aku nebeng kau ya” pinta Mayul. “Tumben” sindir Nizam.
“Meskipun nantinya aku jadi gembel disana gara-gara gak ada motor”
“Emangnya kenapa bukannya kita libur 3 mingguan, bisakah kau hidup tanpa motor?” Tanya Nizam heran melihat Mayul tidak seperti biasanya.
“Kan ada kamu yang selalu setia meminjamkan baby miomu kepadaku” hahaha ejek Mayul puas. “Cihhhh” Nizam buang muka. “Lagian aku males. Tau gak, sekarang ini lagi banyak maling dan rampok. Hampir tiap malam pasti ada warga yang kehilangan motor, sapi, bahkan lampu di depan rumah mereka pun diembat sama maling”
“Hahhh apa” teriak Nizam heran. Dia tak menyangka ternyata wilayah tempat Ia tinggal begitu rawan pencurian. “Iya sekarang memang lagi rawan pencurian. maklumlah sang maling lagi mempersiapkan diri mereka untuk bau nyale (ritual adat sasak yang diadakan satu tahun sekali)” ucap Mayul seakan tahu apa yang sedang dipikirkan Nizam.
*****
            Nizam duduk santai di depan rumahnya ditemani sebatang rokok dan secangkir kopi. Apa yang dikatakan Mayul ternyata benar. Setiap hari warga dihantui oleh maling. Dia pun melihat kejadian tepat di depan matanya. Saat seorang gadis asyik mengendarai sepeda motornya bersama teman yang diboncengnya. Namun ternyata dari arah belakang terdapat dua motor Satria F sedang menguntitntya. Dengan teganya kedua penguntit tersebut menendang motor sang gadis. Setelah mereka jatuh sang penguntit membawa kabur motornya. Pencurian motor berhasil. Insiden pencurian dan perampokan itulah yang membuat wilayahnya kini begitu sunyi. Tak ada sepeda motor yang lewat jika sudah di atas jam 8 malam yang terdengar hanyalah kendaraan roda 4. Para warga takut sewaktu-waktu akan dirampas hartanya di jalanan. Telepon dari Mayul membuyarkan Nizam dari lamunannya.
“Heyy kau kesinilah” ujar Mayul di telepon. “Aku habis kondangan ini kebetulan ada sayur ares (sayur pohon pisang dengan kuah santan). Mumpung masih hangat” lanjut Mayul berniat mengajak Nizam makan bareng di rumahnya.
“Tapi aku sudah terlanjur memasukkan baby mio ke dalam rumah,” jawab Nizam kembali mencari posisi duduk.
“Sudahlah, biar baby miomu gak marah. Maka kau harus mengelusnya terlebih dahulu, rayu dia. bila perlu kau peluk dia agar dia mau keluar. Hahaha. Kali ini aku serius ayo buruan ke rumahku, bukankah kau paling suka ares,”
Nizam hanya nyengir mendengar ejekan Mayul. Awalnya Ia tak mau keluar namun terpaksa Ia harus menelan ludah karena bayangan sayur ares sudah berterbangan disetiap pemandangannya.
*****
“Kau tahu tidak semalam ada maling yang ketangkap basah, krekk kepalanya dipenggal” Mayul memperagakannya. Nizam sudah sedari tadi berada di rumahnya
“Gila, baru kemarin ada maling yang dibunuh sekarang ada lagi. Ckckck”
“Iyahh meskipun maling sudah banyak yang dibunuh, tapi warga juga banyak yang dibunuh korban. Tau gak kabarnya maling yang ditangkap kemarin kupingnya hilang sampai sekarang belum ditemukan. Kalau sampai kupingnya tak ditemukan maka arwahnya akan terus gentayangan”
Nizam yang mendengarnya melongo. Digenggamnya tangannya yang sedari tadi basah akibat keringat. Mayul menyodorkan makanan ke Nizam. “Sudah jangan bengong terus. nih lanjutkan makananmu.” Nizam mengambil segenggam makanan yang tersedia kemudian memasukkan makanan ke dalam mulutnya yang lebar.
“Sudah sepantasnya maling itu dibunuh. Liat saja masak tiap hari mereka dapat uang dengan cara segampang itu, hati-hati aja kau dengan baby miomu. Mungkin sebentar lagi akan menjadi santapan sang maling”
Mendengar kalimat terakhir Mayul. Membuat Nizam tersedak dan mengeluarkan seluruh isi dalam mulutnya. Ciparatan isi mulutnya mengenai Mayul. “Hey, apa-apaan kau ini. Apa yang sedang kau lakukan.” Mayul terus mengoceh sedangkan Nizam tak memperdulikan celotehannya. Bulu romanya begidik. Hati-hatinya was-was.
“Perasaanku tidak enak” ujar Nizam. Kemudian berlari keluar rumah. Mayul pun menyusul nizam sambil mencomot makanan di meja.
Seperti yang sudah diperkirakan oleh Mayul. Ternyata motor Nizam sudah lenyap dibawa sang maling. Nizam terduduk lemas membayangkan nasib baby mionya. Membayangkan bagaimana begitu susah payahnya Ia mengumpulkan uang untuk melunasi tunggakan motornya. Barang yang begitu dia cintai dan banggakan kini telah lenyap secara tak hormat.
“Maafkan aku zam, kata Mayul” sambil menepuk bahu Nizam. “Tak ada kata yang dapat diucapkan selain kata sabar” lanjutnya. Nizam hanya mendesah. Badannya mulai ambruk merenungi nasib baby mio.
“Baby mio akan kembali asalkan kamu bisa membayar uang tebusan, yahh kira-kira sebesar 3 juta. Menurut warga yang telah kehilangan motornya. 3 hari setelah motor hilang si maling akan menelpon dan meminta uang tebusan. Tapi jangan sekali-kali lapor polisi karena jika melapor maka motornya akan musnah,” ucap Mayul. Dia sebenarnya tak tega melihat kondisi temannya.
*****
Perkataan Mayul terbuti benar setelah 3 hari insiden kehilangan motornya nizam. Sang maling menelpon Nizam untuk meminta uang tebusan. Ia diberikan kesempatan selama 3x24 jam. Nizam sudah mempersiapkan sebuah rencana agar dapat menegakan hukum dan dapat kembalinya baby mionya secara terhormat. Direkamlah semua isi pembicaraan si maling. Bukti sudah kuat tinggal diurus sama kepolisian. Semua bukti telah Ia serahkan kepada pihak yang berwajib. Tinggal menunggu waktu dimana Ia akan berhadapan dengan sang maling.
            Saat penebusan pun telah dimulai. Nizam bersama Mayul sudah sampai ke markas maling. Hatinya begitu senang, senyumannya merekah saat melihat baby mionya berdiri tegak dan dalam keadaan baik-baik saja. “Serahkan uang kau,” ujar si maling. “Maaf Anda tidak bisa melakukan ini karena ini merupakan tindakan salah dan harus diselesaikan secara hukum,” jawab Nizam secara tegas. “Cihhh, bajingan tengik tau apa kau soal ini. Baru lahir juga masih ngelawan,” ujar si Maling meludah. “Saya sudah melaporkan Anda kepada pihak kepolisian, dan…” kalimat Nizam terhenti saat mendengar suara tepuk tangan dari arah belakang. “Terima kasih atas keberanian Anda, saya tersanjung melihat keberanian Anda” ujar seorang polisi menghampiri mereka. Nizam tercengang melihat apa yang sedang berada dihadapannya. Ternyata polisi tempat Ia melapor adalah kerabatnya maling. “sial” gumam Nizam. “hhohh jadi kamu melapor dengan bocah tengik ini. Hahahaha” tawa keras keluar dari mulut sang maling. “Kau tahu tidak bocah tengik ini adalah partnerku maen judi, lagian dia juga takut denganku,” ujar sang maling melanjutkan perkataannya. Sang maling pun berjalan kearah belakang hendak memanggil anak buahnya. Nizam dan Mayul ketakutan. Air sendi Mayul sudah berada di ujung siap dikeluarkan saking takutnya. “Hai anak pemberani. Karena kau tak memperhatikan perintahku maka kami terpaksa berbuat seperti ini,” ditendangnya baby mio oleh anak buahnya tepat dihadapan Nizam. Diambilnya mesin, ban motor dan segala barang yang sekiranya bisa dijual. Nizam menitikkan air matanya. Satu tets. . dua tetes. . puluhan tetes air mata jatuh. Melihat baby mionya dihancurkan. “Jangan sentuh baby mioku” Teriak Nizam. Sang maling mulai sebal melihat tingkah laku Nizam. “Hey kau cepat bawa keluar temanmu ini, sebelum kesabaranku hilang,” perintah sang maling terhadap Mayul. Mayul segera membawa Nizam yang terkulai lemah. Diangkatnya tubuh Nizam yang seakan tanpa nyawa. Nizam pun berhasil diangkat Mayul kemudian mereka berjalan keluar ruangan.
“Buk” sebuah pukulan melesat di pipi Nizam. Darah segar bercucuran keluar dari hidung Nizam. “Ini balasannya kalau kau macam-macam. Cepat kalian kabur sebelum aku menghabiskan nyawa kalian. Mayul pun menarik Nizam dengan cepat. Ia begitu ketakutan.
“Yul apakah dalam kondisi seperti aku masih pantas untuk menangis,” Tanya Nizam dengan suara melemah. “Menangislah” Jawab Mayul
“Begitu miris melihat baby mio yang telah jadi almarhum. Akankah istilah Juctitia masih bisa dipertahankan di wilayah ini. Aku butuh Juctitia, semua warga butuh keadilan” teriak Nizam penuh sesal”
THE END
Akhirnya cerpen ini selesai juga setelah semalaman dikerjakan. Kekuatan waktu mepet memang sangat berguna. Terbukti hanya membutuhkan beberapa jam, sebuah cerpen telah diselesaikan Hehehe. Bagi yang sudah membaca cerpenku ini harap di komen ya. Untuk menambah refrensi sang author dalam improvisasi menulis karya lainnya. Enjoy your reading^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar